22 Sep 2012

cara menghemat baterai iphone

Tips untuk menghemat baterai iPhone anda:
1. Redupkan screen brightness iPhone anda – Tahukah anda apabila meredupkan brightness iphone anda hingga dibawah setengah bar anda bisa menghemat baterai anda secara signifikan. Anda bisa merubahnya di Settings > Brightness.
2. WiFi OFF – Jika Anda tidak menggunakan WiFi matikan.
3. Matikan fungsi 3G – Jika berada di area tanpa cakupan 3G, mematikan fungsi 3G iPhone anda akan menghemat baterai iPhone anda.
4. Set Auto-Lock pada 1 menit -  Settings > General > Auto-lock.
5. Bila anda tidak memerlukan fasilitas Push Mail,  Set Push ke “Manual” . Ini akan menghemat baterai, apabila anda tidak sering menggunakan fasilitas Email pada iPhone anda.
6. Matikan “Location Services” – Beberapa aplikasi mungkin memerlukan penggunaan Location Services, tetapi apabila anda tidak memerlukannya, matikan.
7. Menonaktifkan Bluetooth – Settings > General > Bluetooth> Off.
8. Matikan musik equalizer (EQ) – Meskipun hal ini dapat meningkatkan kualitas musik Anda, hal ini juga mengurangi baterai iPhone anda. Jika Anda tidak memerlukan EQ, matikan.
9. Gunakan baterai iPhone anda hingga benar-benar habis kemudian isi penuh baterai anda – Apple merekomendasikan hal ini untuk dilakukan minimal sekali setiap bulan.
10. Gunakan Airplane mode  – Ketika berada di daerah tanpa signal, aktifkan Airplane mode untuk menghemat baterai. Juga ketika Anda tidak memerlukan telepon untuk panggilan dan sebagainya, aktifkanlah.

tips iphone

tips dan trik yang penting / berguna untuk pemula.
1. Mengaktifkan Caps Lock & Mematikan Keyboard Auto Correction:
Untuk mengaktifkan Caps Lock pilih Settings > General > Keyboard & Slide “Enable Caps Lock” ke “ON”.
Untuk mengaktifkan Keyboard Auto Correction pilih Settings > General > Keyboard & slide “Auto Correction” ON “
2. Scroll ke halaman atas di Safari:
Untuk langsung me-scroll ke bagian atas pada suatu halaman web,  tekan “top bar” (yang ada lambang baterai, waktu dan jaringan). Ini juga bekerja di semua Aplikasi, tidak hanya di Safari saja.
3. Akhiran Domain:
Untuk mengubah akhiran domain ketika di Safari, tahan tombol “. com“  untuk mengubah menjadi tombol “. net, . edu,. org“.
4. Soft Reset:
Tekan dan tahan tombol home dan sleep untuk me-reset iPhone anda.
5. Mengambil Screenshot:
Untuk mengambil screenshot, tahan tombol home dan tombol sleep. Layar akan disimpan di dalam camera roll.
6. Titik :
Ketika mengetik pada iPhone, cukup tekan spasi dua kali dan ini akan menyisipkan titik setelah kata dan juga menambahkan spasi agar Anda dapat terus mengetik.
7. Membuat panggilan dari Safari:
Jika Anda mencari nomor telepon yang hendak Anda panggil, sewaktu anda berada di Safari, Anda tidak perlu berpindah ke aplikasi telepon, Anda bisa langsung menekan nomor dan dengan otomatis iPhone anda akan segera memanggil nomor tersebut.
8. Akses cepat ke iPod sewaktu berada di dalam Aplikasi atau Di Screen Lock :
Jika Anda mendengarkan musik sambil membuka web atau menggunakan aplikasi lain, Anda mungkin membutuhkan untuk mengakses kontrol iPod tanpa harus menghentikan aplikasi Anda. Anda cukup menekan tombol home sebanyak dua kali untuk membuka kontrol iPod di aplikasi yang Anda gunakan. Anda juga bisa menggunakan ini ketika layar anda masih dalam keadaan terkunci sehingga Anda dapat menggunakan iPod tanpa harus membuka iPhone anda.
9. Tertarik untuk men-Jailbreake iPhone anda?:
Coming Soon @ iphoneindonesia.com
10. Mengoperasikan “Clicker” pada headphone di iPhone anda:
Mic pada headphone Anda juga bekerja sebagai remote yang dapat melakukan berbagai hal. Untuk menerima panggilan, tekan sekali untuk menjawab, tekan sekali lagi untuk mengakhiri panggilan dan mengirim panggilan ke kotak suara.
Menggunakan Clicker di iPod app … tekan sekali untuk meng-pause lagu, tekan sekali lagi untuk melanjutkan lagu, dan tekan dua kali untuk melompat ke lagu berikutnya.

tips blacberry

Saat ini demam BlackBerry melanda, smuanya pada ngebahas Blackberry. So..mungkin tips, trik dibawah ini berguna untuk anda yang punya BlackBerry, kalo yang belum punya..beli dulu dong..

1. Cek BlackBerry Locked or Unlocked
- Buka Options – Advanced Options – Sim Card – ketik “MEPD”
- Nanti bakal muncul tuh baris2 baru ….
- Nah BlackBerry yang udah unlocked, bakal berstatus “Disabled” semua
2. Cek BlackBerry kena IT Policy ato gak … New or Second?
- Buka Options – Status – ketik “BUYR”
- Perhatikan baris “Data Usage” en “Voice Usage”
- Kl kena IT Policy, tulisannya bakal ada “IT Policy”
- Kl gak kena IT Policy, tulisannya bakal menunjukkan jumlah pemakaian si BlackBerry
- Kl New harusnya sih 0 semua, tp angka ini bisa direset koq ternyata
3. Akses Informasi PIN – IMEI – VendorID – FreeMem – Versi OS – etc
Dari Menu Icon, bisa pencet tombol “ALT” – “NUM / Aa / Cap” – “H” bersamaan …
Atau bisa ke Options – Status
4. Restart BlackBerry kalau Hang
Pencet tombol “ALT” – “Cap / Aa yang sebelah Kanan” – “DEL” bersamaan
5. Memory BlackBerry mulai menipis
- Bisa restart BB pake cara no. 4
- Tapi kl mau lebih fresh banget, cabut baterai BB selama 1 menitan … trus pasang lagi
6. Setting Alert untuk masing2 email / SMS / YM / Facebook … dll
- Pilih icon “Profiles”, scroll ke bawah banget sampe ketemu “Advanced…” diklik, pilih Profile yang mau diedit…
- Contoh: Messages [Yahoo]
- Perhatikan bagian atas “Out of Holster” mau dibikin apa ? None / Vibrate / Tone / Vibrate + Tone
Maksudnya kl henpon lg gak disimpen di Holster/Pouch … nantinya mo gimana alert buat si Yahoo.
- Abis itu Pilih jenis Ringtone nya
- Nah jangan lupa ATUR bagian Volume … jangan sampe udah pilih Tone, tapi Volumenya masih Mute, sama aja BoDonk
- Nah abis itu bisa atur bagian “In Holster” … maksudnya selama di Pouch/Holster, alertnya mo kayak gimana …
Biasanya sih kl Out Of Holster cuman bunyi tanpa getar en volume Low / Medium … nah bagian In Holster nya ta’ bikin getar + Volume High
Ingat Pengaturan ini per email Account ya!
7. Memisahkan SMS dengan Email
- Buka icon “Messages”
- klik Menu en Pilih Options – General Options
- Perhatikan bagian “SMS and email Inboxes” … pilih Separate
8. Menampilkan Inbox lebih menarik
- Buka icon “Messages”
- klik Menu en pilih Options – General Options
- Display Order “Name, Subject”
- Display Message Header On “2 lines”
- Separators “Stripes”
- Keep Messages “15 days” ——-> Biar irit memory
9. Shortcut bernavigasi di email
- “N” – untuk next email (berurutan)
- “P” – untuk previous email (berurutan)
- “U” – untuk next unread email (bakal nyari kl udah diujung akhir en msh ada sisa)
10. Shortcut bernavigasi di content email or Browser
- “T” untuk ke paling atas (TOP)
- “B” untuk ke paling bawah (BOTTOM)
- [space] untuk scroll ke bawah … mirip page down
- [shift/num/Aa kiri] + [space] untuk scroll ke atas atau page up
- menampilkan menu pilihan di browser, tekan tombol [alt]
- memilih menu terkadang [space], [enter] atau tekan scroll wheel / ball nya
11. Apabila dibilang ada email / Message yang belum dibaca, pdhl dicari2 udah gak ada ato diapus … coba buka di Folder Saved Messages … kl misalkan masih gak ketemu juga … coba restart Blekberi nya … (tips no 4)
12. Umur batere Blackberry tergantung oleh:
- kekuatan sinyal operator, makin bagus en stabil … berarti makin irit
- traffic data yg lewat … makin banyak makin cepet abis
- setting alert di henpon … semakin minim, semakin irit, antara lain:
* vibrate … bikin lebih boros
* volume … semakin kecil, semakin irit
* led indikator … gak terlalu ngefek tapi kl dimatiin bisa lebih irit
- setting brightness tampilan, semakin terang semakin boros
- aktivitas kita dalam memainkan si BlackBerry, semakin sering kita ngetik dan mengoperasikan BlackBerry, baterai akan makin kesedot abis. Akan berasa lebih awet umurnya, jika BlackBerry kita biarkan standby saja selama berjam2.
13. Beberapa Icon email tidak Muncul
Kemungkinan hal ini disebabkan BlackBerry baru saja di wipe atau install ulang atau diupgrade.
Cara mengembalikannya ? Login ke web http://operator.blackberry.com … lalu pilih “Service Books” … lalu klik tombol “Send Service Books”
Tunggu beberapa saat … nanti icon2 email itu akan kembali
14. Problem Koneksi
Perhatikan tulisan GPRS / EDGE / GSM pada layar BlackBerry yang biasa nya sebelahan dengan indikator sinyal… huruf besar kecil ada artinya …
GSM: artinya BlackBerry baru bisa digunakan sebagai BlackBerry saja, call dan SMS.
gprs / edge (huruf kecil): artinya BlackBerry sudah mendapatkan sinyal untuk data (gprs/edge) tetapi belum dapat digunakan sebagai koneksi data BlackBerry.
GPRS / EDGE (huruf besar): artinya BlackBerry sudah dapat digunakan sebagai mana mustinya …
15. Men-Setting Agar Bisa Langsung Call Tanpa +62 dulu … alias bisa 021 xxx atau 08 xxxx
Pencet tombol hijau untuk Dial, lalu klik Menu … pilih Options … pilih Smart Dialing … lalu ke Country Code dan pilih “+62″

10 fakta pria yang wajib diketahui wanita

Untuk memahami pria, sederhana saja kuncinya, yakni menerima fakta bahwa kebanyakan pria memiliki 10 sifat atau perilaku ini.

1. Tak tahan goda. Jangan heran jika pasangan Anda tak berpaling ketika Anda perlahan melucuti pakaian, sambil membuat gerakan erotis di depannya. Pria mudah tergoda secara visual. Apalagi hal seksi seperti ini, yang sudah pasti akan membuatnya menggila. Ia mulai berimajinasi, apa yang terjadi kemudian. Perhatian dan pikirannya hanya berfokus pada satu hal, tubuh Anda yang sensual.

2. Tak tahan untuk tak melihat perempuan lain.
Seperti perempuan yang tak tahan godaan saat melihat sepatu cantik terpajang di etalase dalam mal, pria juga tak mampu menahan diri saat melihat perempuan cantik atau menarik yang lewat di depannya. Bukannya tak sensitif, tapi perilaku pria seperti ini murni muncul karena dorongan alami dalam dirinya. Seperti Anda yang sekadar ingin tahu sepatu cantik di etalase tadi tanpa berniat membelinya atau bahkan tak ingin menyentuhnya, pria pun sekadar melihat belum tentu punya niat lebih.

3. Kekanakan. Pria tumbuh dewasa seiring bertambahnya usia, tapi mereka tetap menjadi anak laki-laki. Tak heran jika hobi yang dilakukannya juga terkadang terkesan kekanak-kanakan. Kebanyakan pria menyukai kegiatan yang berkaitan dengan menendang, melempar barang atau meninju teman pria lainnya. Beberapa perilaku ini boleh jadi kekanakan bagi Anda. Coba perhatikan saat pasangan Anda sedang berkumpul dengan teman prianya. Mereka begitu akrab dan saling berkomentar bahkan berteriak saat menyaksikan tayangan televisi kesukaaan mereka. Perlu Anda pahami, perilaku pria yang terkesan kekanakan ini merupakan salah satu cara mereka untuk melepas beban hidupnya. Jadi tak ada gunanya meminta pria meninggalkan perilaku seperti ini atau membatasi aktivitasnya tersebut. Biarkan saja pria melakukan akivitas "kekanakan" tersebut asalkan hanya bersama teman prianya, bukan saat berkumpul dengan teman-teman perempuan Anda apalagi di depan keluarga.

4. Suka berimajinasi liar. Pria lebih sering memikirkan seks dan kadang mereka juga membayangkannya. Fantasi seks pria juga bisa lebih liar dibandingkan perempuan. Jadi, jangaan heran jika ia punya koleksi film porno misalnya. Kalau Anda merasa nyaman untuk menyaksikannya bareng pasangan,silakan saja. Namun, pria takkan memaksakan pasangannya untuk melakukan hal yang ia lakukan, apalagi jika pasangannya merasa tak nyaman.

5. Selingkuh? Pria berpotensi selingkuh tapi bukan berarti mereka mau melakukannya. Bahkan beberapa pria merasa bersalah, terlalu malu, juga terlalu takut untuk berselingkuh. Walau akhirnya mereka membayangkan perselingkuhan. Sudah menjadi karakter pria, mereka melihat, menginginkan, dan membayangkan. Meski begitu, sebagian pria tak berani dan tak mau merusak apa yang sudah dimilikinya, istri dan keluarga. Hal ini yang mendorong mereka untuk tetap setia. Namun, sebagian pria mengaku akan berselingkuh hanya jika ada kemungkinan besar pasangan tak mengetahuinya sama sekali.

6. Butuh pengakuan. Pria punya bagian dalam dirinya, yang terkait dengan kekuatan dan kekuasaan. Mereka ingin perempuan menganggapnya kuat, sukses, seksi. Kebanyakan pria takkan mengakui hal ini, tapi mereka ingin dianggap sebagai sosok lebih pintar dari pasangannya. Meski begitu, pria takkan keberatan jika pasangannya 10 kali berpenampilan lebih baik darinya. Pencitraan diri sebagai sosok maskulin yang sukses, cerdas, berkuasa lebih dibutuhkan pria. Pengakuan dari pasangan menjadi pemenuhan kebutuhannya akan hal ini.

7. Menyukai seks oral. Survei menunjukkan, 80 persen dari 100 pria mengatakan ingin seks oral lebih sering. Pria menikmatinya karena tanpa perlu melakukan apa-apa, pria bisa merasakan sensasi luar biasa. Seks oral di pagi hari menjadi bentuk perhatian terbaik yang bisa diberikan pasangannya.

8. Tidak suka berteka-teki.
Perempuan senang sekali mengandalkan intuisi, termasuk berharap orang lain punya intuisi kuat mengenai keinginan dan harapannya. Jangan berharap ini pada pria, karena kebanyakan pria tak suka berteka-teki dan lebih menginginkan sikap terus terang, mengatakan apa adanya tanpa membuatnya kebingungan untuk menerka maksud dibalik petunjuk atau tanda yang kerap diberikan perempuan kepadanya. Kalau Anda tak meminta maka pria pun takkan memberikan apa-apa, Anda pun tak mendapatkan apa yang Anda butuhkan.

9. "Ukuran" menjadi penting. Sahabat akrab pria adalah penisnya sendiri. Mereka menganggap penis adalah salah satu "perangkat" untuk menunjukkan kejantanannya. Bukan semata untuk kebutuhan seksual, tapi lebih kepada citra diri bahwa pria punya sesuatu yang bisa dibanggakan, body image yang mewakili kekuatan dirinya. Karena itu pria merasa ukuran itu penting. Sama seperti perempuan yang merasa lebih percaya diri dengan bentuk tubuh ideal. Sama seperti perempuan yang suka dipuji kalau berat badannya turun. Pria pun senang jika pasangannya memuji ukuran penisnya, meski faktanya tak selalu benar.

10. Tidak anggap penting valentine.
Perayaan kasih sayang setiap 14 Februari kerap dianggap sebagai liburannya kaum hawa. Pria tak menganggap istimewa hari kasih sayang ini. Mereka tidak tahu ekspektasi apa yang dituntut pasangannya, tidak tahu harus berbuat apa, apa yang harus mereka beli dan berapa banyak, bagaimana seharunya mereka mengungkapkan perasaannya? Kebanyakan pria bingung dengan semua hal tersebut di hari valentine. Jadi jangan berharap banyak pria akan merencanakan momen romantis sesuai ekspektasi Anda. Bagi pria sederhana saja, mau makan malam bersama di hari valentine? Katakan saja demikian. Kalau Anda memberi petunjuk dan berharap pria akan merencanakan hal istimewa di hari valentine, jangan kecewa jika ia merancang sesuatu yang romantis menurut versinya, yang kadang jauh dari ekspektasi Anda

sumber: kompas
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar Yefta Moenadjat Asosiasi Luka Bakar Indonesia 2005 Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia Daftar isi Halaman Daftar isi i Sambutan Ketua Harian Asosiasi Luka Bakar Indonesia ii Pengantar iii Daftar Kontributor iv 1 Pendahuluan 1 2 Penatalaksanaan Survai Luka Bakar 4 3 Penatalaksanaan Cedera Inhalasi 10 4 Penatalaksanaan Eskar Melingkar di dada 14 5 Resusitasi Cairan 16 6 Eskarotomi untuk memperbaiki sirkulasi 24 7 Perawatan 26 8 Perawatan di Ruang Intensif (ICU) 28 9 Penatalaksanaan Luka 31 10 Penggunaan Antibiotik 37 11 Flowsheet penatalaksanaan perawatan 46 12 Evaluasi dan Tatalaksana Gangguan Psikiatrik 49 13 Evaluasi dan Tatalaksana Nutrisi 51 14 Evaluasi dan Tatalaksana Rehabilitasi Medik 65 Addendum 1 Prosedur Intubasi Endotrakeal 71 2 Krikotiroidotomi 77 3 Regimen Resusitasi Cairan 81 4 Insersi Kateter Vena Sentral (CVP) 84 5 Indikasi Rawat di Ruang Perawatan Intensif (ICU) 89 6 Gangguan Keseimbangan Asam-Basa 91 7 Gangguan Elektrolit 98 8 Transfusi Darah 105 9 Hipotermia 108 10 Sistim Skoring Luka Bakar 111 11 Daftar Pustaka 117 Pengantar Sebagaimana diketahui, Standar Prosedur Pelayanan (Standard of Procedure, SOP) merupakan acuan utama (gold standard) dalam pelayanan yang berdasarkan evidence based medicines level pertama. Namun karena komplekstitas permasalahan yang ada pada luka bakar demikian luas, penyusunan suatu standar pelayanan sangat sulit dilakukan, hal ini disebabkan karena minimnya data yang ditunjang oleh penelitian-penelitian luka bakar level pertama. Sementara, kebanyakan data yang ada ditunjang oleh penelitian-penelitian tingat kedua; karenanya standar yang disusun lebih merupakan suatu bentuk petunjuk praktis (guidelines). Di sisi lain, tampaknya penyusunan petunjuk praktis ini lebih sesuai dengan kondisi pelayanan kesehatan di Indonesia yang sarat dengan keterbatasan dan demikian beragamnya pola pelayanan. Berdasarkan hal tersebut, Asosiasi Luka Bakar Indonesia menyusun protokol penatalaksanaan kasus luka bakar dalam bentuk Petunjuk Praktis (Practice Guidelines). Buku ini dilengkapi oleh buku lainnya, yaitu Resusitasi: Dasar-dasar Manajemen Luka Bakar fase akut dan Organisasi Manajemen Luka Bakar. Semoga bermanfaat. Jakarta, Februari 2005. Penyusun 1 1 Pendahuluan Paradigma penatalaksanaan luka bakar mengalami perubahan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran (iptekdok); khususnya bidang biomolekular dan traumatologi. Setiap fase luka bakar diwarnai oleh permasalahan spesifik dan perubahan dimaksud dirasakan terasa demikian pesat sejak akhir tahun 1990 sejak berkembangnya konsep Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome dan (MODS,) serta traumatologi. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi memerlukan pendekatan beberapa disiplin ilmu (multidisipliner), yang mutlak secara terpadu bersama-sama mengupayakan penurunan mortalitas luka bakar. Dilain pihak, dengan perkembangan iptekdok yang semakin pesat, dituntut pemikiran-pemikiran rasional dan dasar (alasan) yang kuat dalam melakukan tindakan; tidak hanya berdasarkan logika dan intuisi semata. Oleh karenanya, diperlukan suatu standar pelayanan yang memiliki dasar keilmuan, ditunjang oleh evidence-based medicine dan dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah. Standar pelayanan dimaksud adalah suatu standar prosedur pelayanan yang sebelumnya dikenal dengan sebutan Standard of Procedure (SOP). Namun, luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan penyakit, kelainan, bahkan trauma lain yang ada / diketahui di dunia kedokteran. Kompleksitas permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun suatu bentuk standar pelayanan baku. Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini, maka penyusunan standar harus mengacu pada evidence-based medicines yang terdiri dari beberapa kategori; menghasilkan beberapa kelas rekomendasi. Classes of evidence dan rekomendasi Dikenal ada 3 (tiga) kategori evidence-based medicines, yaitu: 1. Class I evidence 2. Class II evidence 3. Class III evidence Rekomendasi yang dihasilkan dari ketiga kategori ini ada beberapa tingkat, yaitu: A. Standard B. Guidelines C. Options Bahwa acuan pertama rekomendasi adalah Standard (Gold standard, rekomendasi: A), merupakan protokol baku yang harus dilakukan atau diterapkan. Acuan kedua adalah petunjuk praktis (Practice guidelines, rekomendasi: B) yang dijadikan acuan dalam melakukan tindakan; meskipun memiliki beberapa celah yang masih diperdebatkan sehingga menimbulkan pro & con. Sedangkan acuan ketiga adalah opsi (Options, rekomendasi: C) yang dapat dipertimbangkan dalam melakukan tindakan. Ada faktor lain yang dipertimbangkan atau mendasari penyusunan protokol, yaitu masalah biaya (cost-effectiveness). Cost-effectiveness ini menjadi salah satu faktor penting dalam penerapan iptekdok yang mengupayakan efisiensi setiap prosedur dalam bidang pelayanan Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 2 medik; yang sangat berarti di negara-negara berkembang, bahkan di negara-negara maju sekalipun. Tabel 1. Classes of evidence 1 Class I evidence Suatu bentuk evidence-based medicine yang merupakan Gold standard : disusun berdasarkan suatu atau beberapa penelitian Randomized Controlled Trials (RCT) yang bersifat prospektif dengan penerapan desain dan metodologi yang baik. 2 Class II evidence Suatu bentuk evidence-based medicine yang disusun berdasarkan suatu atau beberapa studi klinik yang bersifat prospektif maupun retrospektif berdasarkan data yang dapat dipercaya. Termasuk didalamnya adalah studi observasional, studi kohort, studi prevalensi dan studi kasus kelola. 3 Class III evidence Suatu bentuk evidence-based medicine yang disusun berdasarkan suatu atau beberapa studi klinik seperti serial kasus, tinjauan kasus, laporan kasus dan pendapat ahli. 4 Asesmen teknologi Tidak termasuk pada klasifikasi, namun dalam konteks penerapan teknologi, setiap tindakan (demikian pula halnya mengenai suatu alat medik) ditinjau dalam hal akurasi, tingkat kepercayaan, potensi terapetik dan cost-effectiveness Tabel 2. Tingkat rekomendasi A Standard Mencakup prinsip-prinsip yang dapat diterima, mencerminkan derajat kepastian klinik tingkat tinggi. Biasanya berdasarkan pada Class I evidence; namun dimungkinkan juga berdasarkan suatu Strong Class II evidence (sebaliknya, suatu Weak Class I evidence belum tentu dapat dijadikan standard). Standard merupakan suatu protokol baku yang harus diterapkan. B Guidelines Mencakup strategi (atau strategi-strategi) khusus yang mencerminkan derajat kepastian klinik tingkat menegah (moderat). Biasanya berdasrkan Class II evidence atau Strong Class I evidence. Guidelines merupakan panduan yang dapat diterapkan pada kebanyakan kasus; namun harus disesuaikan dengan keadaan / kondisi pasien. C Options Mencakup strategi yang didukung oleh dasar ilmiah yang kurang kuat, namun direkomendasikan oleh panel. Biasanya berdasarkan Class III evidence, umumnya bermanfaat untuk keperluan pendidikan dan sebagai acuan dalam membuat desain penelitian, tetapi cukup beralasan dan dapat dijadikan strategi dalam penatalaksanaan kasus. Tampaknya dengan adanya beberapa tingkat rekomendasi ini banyak keuntungan diperoleh; khususnya dalam hal pelayanan luka bakar dengan segala macam kompleksitas permasalahannya yang dikaitkan dengan beragam jenis serta kategori sarana dan prasarana pelayanan kesehatan (khususnya Rumah Sakit) di Indonesia (RS tipe A, B, C dan D); dan terlebih dengan pertimbangan cost-effectiveness yang disebutkan di atas menjadikan penerapan protokol lebih mudah, disesuaikan dengan suasana / iklim ekonomi di Indonesia yang sarat dengan keterbatasan ini. Untuk selanjutnya, protokol ini akan lebih tepat disebut sebagai Petunjuk praktis (Practice Guidelines), karena lebih banyak memuat guidelines dan options; menggantikan suatu Standard of Procedure (SOP) yang selama ini dianut. 3 Format Format yang digunakan dalam publikasi ini bertujuan memudahkan para praktisi dalam menerapkan protokol, secara berurutan diuraikan menurut: - Rekomendasi - Overview - Proses - Dasar ilmiah - Kesimpulan - Butir-butir yang perlu diteliti - Tabel-tabel - Daftar pustaka Pada penelusuran lebih lanjut, ternyata protokol ini lebih banyak memuat guidelines dan beberapa options; dikaitkan dengan kompleksitas permasalahan pada luka bakar sebagaimana diuraikan pada paragraf pendahuluan, oleh karena itu mungkin lebih tepat disebut sebagai suatu Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar dibandingkan suatu Prosedur Pelayanan Standar (Standard of Procedure, SOP). Hal lain yang mendasari pemilihan judul ini adalah karena dinamika dan pesatnya perkembangan iptekdok yang menyebabkan kesulitan untuk membakukan suatu prosedur. Daftar pustaka 1. Moenadjat Y. Luka bakar: pengetahuan klinis praktis. Edisi revisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. 2. Moenadjat Y, dkk. Protokol penatalaksanaan luka bakar di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo Jakarta, 2001. 3. American Burn Association. Practice guidelines for burn care. Suppl. J Burn carerehab. 2001. 4. American Burn Association. Guidelines for operation of burn unit. Available in website: http://www.ameriburn.org/guidelinesops.pdf 5. British Burn Association. Standards and strategies for burn care. Available in website: http://www.baps.co.uk/documents/nbcr.pdf Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 4 2 Penatalaksanaan Survai Luka Bakar Rekomendasi Standard Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu standard Guidelines Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu guidelines Options Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera, sehingga penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS), secara khusus menurut Advanced Burn Life Support (ABLS); dijabarkan sebagai berikut. Survai Primer Penilaian jalan nafas (Airway) Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap / sisa pembakaran yang terhisap. Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti dibawah ini: 1. Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup 2. Riwayat terpapar pada ledakan 3. Luka bakar mengenai muka 4. Bulu hidung dan alis terbakar 5. Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring 6. Sputum mengandung karbon. Kasus dengan kecurigaan cedera inhalasi (memenuhi salah satu dari enam kriteria diatas) masuk ke ruang resusitasi untuk memperoleh penanganan yang sesuai (lihat penatalaksanaan cedera inhalasi, halaman 10) Penilaian mekanisme bernafas (Breathing) Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau adanya cedera toraks (misal pneumotoraks, hematotoraks, fraktur tulang iga dsb) Kasus dengan kecurigaan gangguan mekanisme bernafas masuk ke ruang resusitasi untuk memperoleh penanganan yang sesuai (lihat penatalaksanaan gangguan mekanisme bernafas, halaman 14) Penilaian Sirkulasi (Circulation) Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok1 hipovolemia intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu: gangguan kesadaran, pucat, takikardi, nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar yang tidak 1 Perdefinisi syok adalah gangguan perfusi dan oksigenasi jaringan 5 adekuat atau uji pengisian kapilar >2detik, suhu tubuh turun baik suhu sentral maupun perifer). Kasus dengan syok masuk ke ruang resusitasi untuk memperoleh penanganan yang sesuai (lihat penatalaksanaan resusitasi syok, halaman 16 dan addendum halaman 81) Survai Sekunder Pemeriksaan fisik Menentukan adanya cedera dengan melakukan pemeriksaan dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, untuk menentukan cedera pada bagian tubuh termasuk adanya cedera lain / penyerta (selain luka bakar) Menentukan luas dan derajat (kedalaman) luka bakar berdasarkan Rule of Nines2 Menentukan berat badan dan panjang badan pasien Baseline determinations for major burn 􀂃 Pemeriksaan laboratorium darah terdiri dari: o Darah perifer lengkap, elektrolit, analisis gas darah, protein total (albumin dan globulin), glukosa darah, fungsi ginjal dan fungsi hati. o Pada penilaian adanya asidosis, maupun melakukan koreksi; perhatikan kadar hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tekanan parsial CO2, HCO3, Base excess, Na K dan cl, pH dan saturasi oksigen (lihat addendum halaman 91). 􀂃 Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik lainnya), bila diperlukan, dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah / gangguan jalan nafas, mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi Flowsheet (Lihat flowsheet) Masalah yang berhubungan dengan luka bakar melingkar pada ekstremitas dalam memperbaiki sirkulasi ke distal. - Perhiasan dilepaskan - Penilaian sirkulasi di daerah distal (adanya sianosis, hambatan pengisian kapilar, adanya gangguan neurologik yang bersifat progresif) - Untuk eskar melingkar, lakukan eskarotomi; sementara fasiotomi diperlukan bila terdapat cedera skeletal, crushed injury dan atau luka bakar yang disebabkan listrik (lihat penatalaksanaan eskarotomi untuk memperbaiki sirkulasi, halaman 24). Pemasangan Pipa nasogastrik Pipa nasogastrik (ukuran 8-12F untuk dewasa, 8-10F untuk anak-anak) bertujuan untuk melakukan penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung. Penilaian dilakukan dengan cara memasukkan air melalui pipa nasogastrik 50ml yang dibiarkan selama 1 jam (pipa 2 Rule Nines dari Wallace menjelaskan cara menentukan persentasi luas luka bakar berdasarkan telapak tangan penderita (1 telapak adalah 1%) Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 6 di klem 1 jam), selanjutnya lakukan aspirasi. Bila cairan aspirat (Gastric Residual Volume)3: - Kurang dari 200 ml, tidak ada gangguan pasase lambung. - >200-400ml, ada gangguan ringan. - 400ml, ada gangguan berat. Pemberian analgetik, sedatif dan narkotik - Pemberian narkotik sebagai analgetik, bila diperlukan, memiliki pedoman: 􀂃 Harus menggunakan jalur intravena. 􀂃 Harus diberikan secara kontiniu melalui infus (terbaik menggunakan infusion pump). - Hindari penggunaan analgetik yang bersifat nefrotoksik: 􀂃 Golongan aspirin 􀂃 Golongan NSAID: Tramadol - Pemberian analgetik perlu diberikan sebelum melakukan prosedur (penggantian balutan, posisi, fisioterapi, dsb) Penatalaksanaan luka (Lihat protokol penatalaksanaan luka, halaman 31) Antibiotik (Lihat protokol pemberian antibiotik, halaman 38) Penatalaksanaan nutrisi (lihat protokol penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar, halaman 51) Perawatan rehabilitasi medik (lihat protokol rehabilitasi medik, halaman 65) Pelaksana Tindakan survai primer, sekunder maupun penatalaksanaan awal di Instalasi Gawat Darurat ( IGD ) dilaksanakan oleh dokter gawat darurat (ahli bedah / asisten bedah, ahli anestesi / asisten anestesi, dokter umum) yang telah menjalani kursus Advanced Trauma Life Support (ATLS) dan / atau Advanced Burn Life Support (ABLS) Overview Survai primer dikerjakan setelah triase pada kesempatan pertama, melakukan penilaian terhadap kondisi-kondisi gawat darurat yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Dengan terselenggaranya penilaian yang tepat, dilanjutkan dengan tatalaksana yang baik, pasien akan terhindar dari bahaya yang membawanya pada kematian dalam waktu singkat. Segera setelah melakukan penilaian dan tatalaksana survai primer, lakukan survai sekunder untuk menetapkan diagnosis dan besaran masalah sebagai dasar untuk 3 Gastric Residual Volume (GRV) mencerminkan adanya gangguan sirkulasi splangnikus, bukan merupakan suatu patokan mutlak untuk menentukan saat pemberian Nutrisi Enteral. Pada beberapa kepustakaan terakhir (2002-2003) disebutkan patokan GRV yang aman adalah <200ml -="-" 20-25="20-25" 400ml.="400ml." 7="7" 8="8" adalah="adalah" adanya="adanya" agar="agar" akan="akan" akibat="akibat" aktifitas="aktifitas" anak="anak" antara="antara" atas="atas" atau="atau" autoregulasi="autoregulasi" bagian="bagian" bakar.="bakar." bakar="bakar" bawah="bawah" beberapa="beberapa" bentuk="bentuk" berdampak="berdampak" berdasarkan="berdasarkan" berfungsi="berfungsi" berikut.="berikut." berkurangnya="berkurangnya" berlanjut="berlanjut" bernafas="bernafas" bersifat="bersifat" berurutan="berurutan" besar="besar" bila="bila" cairan="cairan" cedera="cedera" cerna="cerna" compliance="compliance" control="control" dalam="dalam" damage="damage" dampak="dampak" dan="dan" dapat="dapat" dari="dari" dasar="dasar" daya="daya" degenerasi="degenerasi" dengan="dengan" dewasa="dewasa" di="di" diikuti="diikuti" dilakukan="dilakukan" dilanjutkan="dilanjutkan" dinding="dinding" diperlukan="diperlukan" disebabkan="disebabkan" disertai="disertai" disorientasi.="disorientasi." disrupsi="disrupsi" ditandai="ditandai" diuraikan="diuraikan" dsb="dsb" edema:="edema:" edema="edema" ekspansi="ekspansi" ekstrapasasi="ekstrapasasi" ensefalopati="ensefalopati" eskar="eskar" fraktur="fraktur" fungsi="fungsi" gangguan="gangguan" gas="gas" ginjal="ginjal" glia="glia" glotis="glotis" hati="hati" hematotoraks="hematotoraks" hipoksia="hipoksia" hipoperfusi="hipoperfusi" hipovolemik="hipovolemik" iga="iga" ilmiah="ilmiah" inadekuat="inadekuat" inhalasi="inhalasi" ini="ini" integumentum="integumentum" interstisiel="interstisiel" intravaskular="intravaskular" iskemianekrosis="iskemianekrosis" jalan="jalan" jantung="jantung" jaringan.="jaringan." jaringan="jaringan" kapilar="kapilar" karbon="karbon" kardial="kardial" karena="karena" ke="ke" kebocoran="kebocoran" kebutuhan="kebutuhan" kedua="kedua" kegelisahan="kegelisahan" kehilangan="kehilangan" kemampuan="kemampuan" kematian.="kematian." kematian="kematian" kepustakaan="kepustakaan" khusus.="khusus." khususnya="khususnya" kimiawi="kimiawi" klinik="klinik" klinis="klinis" kompensasi="kompensasi" kondisi="kondisi" lain="lain" langsung="langsung" laring="laring" luka="luka" maka="maka" manifestasi="manifestasi" mekanisme="mekanisme" melakukan="melakukan" melingkar="melingkar" membawa="membawa" memenuhi="memenuhi" memperberat="memperberat" memperoleh="memperoleh" mencapai="mencapai" mengadakan="mengadakan" mengalami="mengalami" meningkatkan="meningkatkan" menjadi="menjadi" menjalankan="menjalankan" menurunnya="menurunnya" menyebabkan="menyebabkan" menyebutkan="menyebutkan" menyelamatkan="menyelamatkan" menyelenggarakan="menyelenggarakan" merupakan="merupakan" metabolisme="metabolisme" misal="misal" misalnya="misalnya" mukosa="mukosa" muskulatur="muskulatur" nafas="nafas" nilai="nilai" normal.="normal." normal="normal" obstruksi="obstruksi" oksigen="oksigen" oksigenasi="oksigenasi" oleh="oleh" organ-organ="organ-organ" pada="pada" panas="panas" paparan="paparan" paradigma="paradigma" partikel-partikel="partikel-partikel" paru="paru" pasien="pasien" patologik="patologik" pembakaran="pembakaran" penatalaksanaan="penatalaksanaan" penurunan="penurunan" perfusi="perfusi" perhatian="perhatian" perifer="perifer" permeabilitas="permeabilitas" pernafasan="pernafasan" perubahan="perubahan" petunjuk="petunjuk" pneumonia="pneumonia" pneumotoraks="pneumotoraks" praktis="praktis" primer="primer" prioritas="prioritas" proses="proses" pulmonal="pulmonal" respirasi="respirasi" resusitasi="resusitasi" revolusioner="revolusioner" rongga="rongga" saluran="saluran" sebagai="sebagai" secara="secara" sehingga="sehingga" sekunder="sekunder" sel-sel="sel-sel" sel="sel" selular="selular" sementara="sementara" sempurna="sempurna" sendirinya="sendirinya" sentral="sentral" seorang="seorang" serebral.="serebral." serebral="serebral" singkat="singkat" sirkulasi="sirkulasi" sisa="sisa" sistim="sistim" splangnikus="splangnikus" suatu="suatu" suplai="suplai" survai="survai" syok.="syok." syok="syok" takikardia="takikardia" takipnu="takipnu" tepat.="tepat." terbatas="terbatas" terganggunya="terganggunya" terhadap="terhadap" terjadi="terjadi" terminologi="terminologi" termis="termis" tidak="tidak" timbul="timbul" timbulnya="timbulnya" tindakan="tindakan" toksik="toksik" topik="topik" toraks="toraks" trakeobronkitis="trakeobronkitis" transportasi="transportasi" tubuh="tubuh" tulang="tulang" untuk="untuk" vital="vital" volume="volume" waktu="waktu" yang="yang">4jam) yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi, diare (enterokolitis), perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress ulcer, Curling’s ulcer), ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis. Tes Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus. Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman (pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian mukosa melalui pemeriksaan endoskopi. - Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis, secara klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria, gangguan sistim autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin), penurunan fungsi ginjal (peningkatan ureum/kreatinin darah, gangguan keseimbangan asam-basa) dan berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan kematian. - Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit Oxide, NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator sepsis. Kesimpulan Gangguan ABC merupakan suatu kondisi membahayakan jiwa yang perlu dideteksi seawal mungkin dan memerlukan tindakan yang tepat dan cepat dalam upaya menyelamatkan jiwa pasien. Butir-butir yang perlu diteliti Beberapa topik yang perlu diteliti antara lain: 1. Cedera inhalasi: a. Patologi saluran nafas pada cedera termis dan cedera kimiawi: pemeriksaan bronkoskopik awal b. Deteksi dan resusitasi awal: dampak pada mortalitas 2. Syok hipovolemia dan selular: a. Waktu iskemik masing-masing organ, dikaitkan dengan SIRS dan MODS b. Resusitasi cairan: pedoman untuk syok Daftar pustaka 1. American Burn Association. Burn modules. Available in website: http://www.ameriburn.org 2. Demling RH. Burn modules. Available in website: http://www.burnsurgery.org, 2001. 3. Dimick AR. Burn and cold injury. In: Hardy’s textbook of surgery. Philadelphia: JB Lippincott company; 1983. p:177-89. 9 4. Boswick JAJ Jr (editor). The art & science of burn care. Rockville-Maryland, Royal Tunbridge wells: An Aspen publication; 1987. 5. Burn Research: Current and future directions. Asia Connection; 1996. Vol. 1 Issue 2; p.9. 6. Critical care of burns patients. Asia Connection, 1996Vol. 1 Issue 2; p.9. 7. Major advances in burns care announced at Asia Pacific conference. Asia Connection; 1996.Vol. 1 Issue 2; p.4. 8. The University of Washington approach to burns managements. Asia Connection; 1996. Vol. 1 Issue 2; p.5. 9. Bakker, JJ. Complications of severe burns. Dalam: Proseeding book Burn Symposium and Workshop. Jakarta: FKUI. 1997. 10. Moenadjat Y. Faktor prognosis dan sistim skoring pada luka bakar. Indones J Surg 2001. XXIX(3). p12-8. 11. Moenadjat Y, Wifanto J. Faktor yang berperan pada prognosis kasus Luka bakar. Indones J Surg 2001. XXIX(3). p12-8. 12. Muller et all. The Challenge of burns. Lancet 1:22 94, Vol 343. Issue 8891, p.216. 13. Leung PC. Burns: treatment & research. Singapore: World scientific; 1991. 14. Martyn JAJ. Acute management of the burned patient. Philadelphia: WB Saunders Company; 1990. p.12-65, 138. 15. Marik PE (editor). Handbook of evidence based critical care. New York: Springer; 2001. p: 13,75,101,109,241,421,457. 16. Vander Salm,TJ, Cutler BS, Wheeler HB. Atlas of bedside procedures. Boston: Little Brown and Co; 1979. p. 25-36,159-176 17. Settle JAD. General management. In: Settle JAD (editor). Principles and practice of burns management. New York: Churchill Livingstone; 1996. p.223-41. 18. Alexander RH, Proctor HJ. Initial assessment and management. Advanced Trauma Life Support course for physicians. Student manual book. Committee on Trauma American College of Surgeons, 1993. p.17-38. 19. Briggs SE. First aid and immediate care of acute thermal injury. In: Martyn JAJ. Acute management of the burned patients. Philadelphia: WB Saunders. Co. 1990; p.1-24. 20. American Burn Association. Advanced Burn Life Support course. Provider’s manual. 2001. 21. Jeo WS, Moenadjat Y. Factors affecting severe burn mortality rate: a five year evaluation in Cipto Mangunkusumo hospital burn unit. Indones J Surg 2000. 22. American College of Surgeons. Guidelines for the Operation of Burn Units. Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient, Chapter 14: Committee on Trauma, 1999. Available in website: http://www.ameriburn.org/guidelinesops.pdf 23. Ali J, Adam RU, Gana TJ, Bedaysie H, Williams JI. Effect of the prehospital trauma life support program (PHTLS) on prehospital trauma care. J Trauma 1997; 42(5):786-90 24. McManus WF, Pruitt BA Jr. Thermal Injuries. In: Feliciano DV, Moore EE, Mattox KL, editors. Trauma. 3rd ed. Connecticut: Appleton & Lange, 1996; 937-50 25. Pruitt BA, Goodwin CW, Pruitt SK. Burns: including cold, chemical and electric injuries. In: Sabiston DC Jr, Lyery HK, editors. Textbook of surgery; 15th ed. Philadelphia : WB Saunders Company; 1997; 221-52. 26. Polk HC, Gardner B, Stone HH. Burns. In: Polk HC, Gardner B, Stone HH, editors. Basic surgery; 5 th ed. Missouri: Quality medical publishing Inc, 1995; 750-61 27. Walt AJ, editor. American College of Surgeons, Comitte on Trauma. Early care of the injured patient. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1982 28. McManus WF, Pruitt BA Jr. Thermal Injuries. In: Feliciano DV, Moore EE, Mattox KL, editors. Trauma. 3rd ed. Connecticut: Appleton & Lange, 1996; 937-50 29. Saffle JR, Larson CM, Sullivan J, Shelby J. The continuing challenge of burn care in the elderly. Surgery 1990; 108(3):534-43. 30. McCance KL, Huether SE, editors. Pathophysiology : The biologic basis for disease in adults and children; 2nd ed. St. Louis: Mosby Year Book, 1994; 1544-55 31. Moossa AR, Hart ME, Easter DW. Surgical complication. In: Sabiston DC Jr, Lyery HK, editors. Textbook of surgery; 15th ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1997; 347 Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 10 3 Penatalaksanaan Cedera Inhalasi Kasus luka bakar dengan kecurigaan / bukti klinis-obyektif adanya cedera inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher, bulu hidung terbakar dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan. Rekomendasi Standard Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu standard Guidelines Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu guidelines Options Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama pasca kejadian, didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar, di atas glotis) biasanya terjadi dalam kurun waktu tersebut; meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama (edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil). Pada umumnya kondisi ini disebabkan oleh cedera termis. Prosedur yang dilakukan, antara lain: 1. Intubasi dan atau krikotiroidotomi: - Bila dijumpai distres pernafasan, kerjakan krikotiroidotomi - Bila tidak dijumpai distres pernafasan, kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot sebagai premedikasi, dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator 2. Pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui pipa endotrakea 3. Penghisapan sekret secara berkala 4. Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi selama 24 jam 5. Lavase bronko-alveolar (bronchial washing, pulmonary toilet) untuk melepaskan sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi. 6. Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi: 1 ampul diuapkan dalam nebulizer, 3 kali sehari; dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar kimia dan luka bakar listrik). 7. Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan: Gejala subyektif : - gelisah (akibat hipoksia)4, sesak nafas (dispnu) 4 Pada penderita yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan. Kemungkinan oleh sebab lain dipikirkan kemudian. 11 Gejala obyektif : - Klinis: peningkatan frekuensi pernafasan (>30kali per menit), pernafasan dangkal, sianotik, stridor, aktivitas otot-otot pernafasan tambahan, - Pemeriksaan bantuan: perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang terjadi pada masa akut / 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran perselubungan / infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai >24jam s/d 4-5 hari (biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome, ARDS) Untuk pemantauan ini , maka dilakukan pemeriksaan i. Analisis gas darah serial 1. Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi) 2. Dalam 8jam pertama 3. Dalam 24jam pasca cedera 4. Selanjutnya sesuai kebutuhan ii. Foto toraks/paru, 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera. Pemeriksaan radiologik (foto toraks/paru) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas, pernafasan dan gangguan sirkulasi telah diatasi 8. Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) 9. Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan 10. Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas (trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik, humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing, pulmonary toilet). Seringkali dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat menyebabkan obstruksi (cast, mucus plug) dengan gejala distres pernafasan; dalam hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi / krikotiroidotomi secara periodik. 11. Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien (duduk atau setengah duduk, pronasi), vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik secara pasif maupun aktif, latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal. Overview (Lihat overview cedera inhalasi, bab 2 halaman 7) Proses Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif), sampai terbukti tidak ada distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien. Intubasi dan atau krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut, namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas. Dengan intubasi dan atau krikotiroidotomi, perawatan jalan nafas (penghisapan sekret, humidifikasi, lavase bronko-alveolar, dsb) dapat dikerjakan secara optimal. Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres pernafasan Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 12 yang membahayakan jiwa pasien. Yang terbaik adalah melakukan trakeostomi / krikotoroidotomi. Dasar ilmiah Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel glia/otak yang akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik). Upaya memelihara tersedianya suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas (baik dengan intubasi maupun trakeostomi / krikotiroidotomi), perawatan saluran nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala, humidifikasi (menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental; serta menyediakan suplai oksigen 2-4 liter per menit. Dengan perawatan ini, proses inflamasi pada mukosa akan diredam, saluran nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik. Proses pembuktian (sekaligus perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop, sehingga diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan selanjutnya menjadi lebih tepat. Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan perawatan secara agresif, hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata, pertolongan (resusitasi) jarang memberikan hasil baik. Kesimpulan Dengan adanya cedera inhalasi dengan atau tanpa distres pernafasan, tindakan terbaik adalah melakukan intubasi atau trakeostomi / krikotiroidotomi dilanjutkan penatalaksanaan perawatan saluran nafas yang tepat. Butir-butir yang perlu diteliti - Pemeriksaan bronkoskopik awal dengan penatalaksanaan saluran nafas yang tepat menggunakan bronkoskop - Intubasi vs. trakeostomi / krikotiroidotomi - Intubasi dan trakeostomi awal pada bayi dan anak Daftar pustaka 1. Beeley JM, Clark RJ. Respiratory problems in fire victims. In: Settle JAD (editor). Principles and practice of burns management. New York: Churchill Livingstone; 1996. p.117-36. 2. Baret JP, Herndon DN. Color atlas of burn care. London: WB Saunders; 2001; p:47-68. 3. Demling RH. Burn modules. Available in website: http://www.burnsurgery.org, 2001. 4. Tredget EE, Shankowsky HA, Taerum TV, et al. The role of inhalation injury in burn trauma: a Canadian experience. Ann. Surg. 212:720,1990. 5. Smith D. L, Cairns BA, Ramadan F, et al. Effect of inhalation injury, burn size, and age on mortality: a study of 1447 consecutive burn patients. J. Trauma 37:655,1994. 6. Sherwood, ER, Toliver-Kinksy, T, Lin C, Varma, T, Herndorn, DN. Smoke inhalation injury causes suppression of systemic immune responses. S59. 7. Bone RC, Balk R, Slotman G, et al: Adult Respiratory Distress Syndrome, Sequence and importance of development of multiple organ failure. Chest 1992; 101: 320-326. 8. Catotto, R, Andrew B. Cooper, John R. Esmond, Manuel Gomez, Joel S. Fish. Early clinical experience with high-frequency oscillatory ventilation for ARDS in adult burn patients. J Burn Care Rehabil 2002; 22,5325-333 9. Working group on metabolism and nutrition. Workshop on ARDS, Jakarta 2002. 13 10. Respiratory Care: Educational symposia. Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association. Vancouver: 2004. 11. Saffle JR, Stephen E. Morris, Linda Edelman. Early tracheostomy does not improve outcome in burn patients. J Burn Care Rehabil 2002; 23:431-438 12. Neuman P. Lung dysfunction in early phase of sepsis. In: Baue AE, Berlot G, Gullo A (editors). Sepsis and organ dysfunction: The challenges continuous. Milano: Springer Verlag; 2000. p.17-33. 13. Tomashefsky JF. Acute respiratory distress syndrome: Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome. Clin chest med 2000; vol 21 no.3. Available in website: http://www.home.mdconsult.com/das/article/body/1/jorg 14. Steinberg KP, Hudson LD. Acute respiratory distress syndrome: Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome, the clinical syndrome. Clin chest med 2000; vol 21 no.3. Available in website: http://www.home.mdconsult.com/das/article/body/1/jorg 15. Adianto S, Moenadjat Y. Trakeostomi pada luka baker dengan cedera inhalasi, studi retrospektif di unit luka bakar RSUPN Cipto Mangunkusumo. Unpublished; 2001. 16. Mokhtar, Moenadjat Y. Trakeostomi pada luka bakar dengan cedera inhalasi: sebagai tindakan pencegahan ARDS. Unpublished; 2002. 17. Herndon DN, Langer F, Thompson P, Linares HA, Stein M, Traber DL. Pulmonary injury in burned patients. Surg Clin North Am 1987; 67:31-46. 18. Mathay MA, Geyser T, Matalon S. Oxydant-mediated lung injury in the adult respiratory distress syndrome. J: Crit.Care Med. Vol 27 No 9, Sep.99, p:2028 19. Burke, AS, Cox, RA, Barrow, RE, Traber, D, Hawkins, HK. Ovine lung apoptosis after thermal burn and smoke inhalation. Proceeding book of American Burn Association 34th annual meeting. S119. 20. Thompson PB, Herndon DN, Traber DL, Abston S. Effect on mortality of inhalation injury. J Trauma, 26 (2): 163-5, 1986 21. Stone HH, Martin JD Jr. Pulmonary injury assosiated with thermal burns. Surg Gynecol Obstet 1969; 129:1242-46. Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 14 4 Penatalaksanaan eskar melingkar di dada Kasus luka bakar dengan kecurigaan / bukti klinis-obyektif adanya cedera inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher, bulu hidung terbakar dan edema mukosa hidung; tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Rekomendasi Standard Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu standard Guidelines 1. Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan: 1) Gejala subyektif : - gelisah (akibat hipoksia), sesak nafas (dispnu) 2) Gejala obyektif : - peningkatan frekuensi pernafasan (>30kali per menit), dangkal, disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya. 2. Untuk pemantauan ini, dilakukan pemeriksaan sebagaimana dijelaskan pada bab 3 (penatalaksanaan cedera inhalasi). 3. Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di beberapa tempat; dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah no 10, 22 atau 24. 4. Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan 5. Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) 6. Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan sebagaimana dijelaskan pada penatalaksanaan luka (bab 9, halaman 31). Overview Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan pertama pasca kejadian, didasari pemikiran: Suplai oksigen yang adekuat harus terselenggara dalam memperbaiki perfusi selular/jaringan untuk mencegah disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel. Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan (saluran) nafas semata, namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi (ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding rongga toraks. Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik. Proses Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi saluran nafas. 15 Dasar ilmiah Compílance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding dada pada proses respirasi. Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru. Kesimpulan Prosedur eskarotomi dikerjakan dalam waktu relatif singkat, tidak memerlukan instrumen khusus; mutlak diperlukan untuk mengembalikan gerakan ekspansi rongga toraks yang akan memperbaiki compliance paru dan menjamin terselenggaranya suplai oksigen. Butir-butir yang perlu diteliti - Pemeriksaan fungsi respirasi (compliance paru) awal Daftar pustaka 1. Beeley JM, Clark RJ. Respiratory problems in fire victims. In: Settle JAD (editor). Principles and practice of burns management. New York: Churchill Livingstone; 1996. p.117-36. 2. Baret JP, Herndon DN. Color atlas of burn care. London: WB Saunders; 2001; p:47-68. 3. Demling RH. Burn modules. Available in website: http://www.burnsurgery.org, 2001. 4. Respiratory Care: Educational symposia. Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association. Vancouver: 2004. 5. Saffle JR, Stephen E. Morris, Linda Edelman. Early tracheostomy does not improve outcome in burn patients. J Burn Care Rehabil 2002; 23:431-438 6. Neuman P. Lung dysfunction in early phase of sepsis. In: Baue AE, Berlot G, Gullo A (editors). Sepsis and organ dysfunction: The challenges continuous. Milano: Springer Verlag; 2000. p.17-33. 7. Tomashefsky JF. Acute respiratory distress syndrome: Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome. Clin chest med 2000; vol 21 no.3. Available in website: http://www.home.mdconsult.com/das/article/body/1/jorg 8. Steinberg KP, Hudson LD. Acute respiratory distress syndrome: Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome, the clinical syndrome. Clin chest med 2000; vol 21 no.3. Available in website: http://www.home.mdconsult.com/das/article/body/1/jorg 9. Adianto S, Moenadjat Y. Trakeostomi pada luka baker dengan cedera inhalasi, studi retrospektif di unit luka bakar RSUPN Cipto Mangunkusumo. Unpublished; 2001. 10. Mokhtar, Moenadjat Y. Trakeostomi pada luka bakar dengan cedera inhalasi: sebagai tindakan pencegahan ARDS. Unpublished; 2002. 11. Herndon DN, Langer F, Thompson P, Linares HA, Stein M, Traber DL. Pulmonary injury in burned patients. Surg Clin North Am 1987; 67:31-46. 12. Mathay MA, Geyser T, Matalon S. Oxydant-mediated lung injury in the adult respiratory distress syndrome. J: Crit.Care Med. Vol 27 No 9, Sep.99, p:2028 13. Burke, AS, Cox, RA, Barrow, RE, Traber, D, Hawkins, HK. Ovine lung apoptosis after thermal burn and smoke inhalation. Proceeding book of American Burn Association 34th annual meeting. S119. 14. Thompson PB, Herndon DN, Traber DL, Abston S. Effect on mortality of inhalation injury. J Trauma, 26 (2): 163-5, 1986 15. Stone HH, Martin JD Jr. Pulmonary injury assosiated with thermal burns. Surg Gynecol Obstet 1969; 129:1242-46. Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 16 5 Resusitasi Cairan Merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan gangguan mekanisme bernafas), ditujukan melakukan koreksi volume (syok hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi. Rekomendasi Standard Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu standard Guidelines Penatalaksanaan dalam 24jam pertama A. Resusitasi syok Menggunakan larutan kristaloid Ringer’s Lactate atau Ringer’s Acetate5 1. Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena. Bila dijumapi kesulitan melakukan pemasangan jalur vena biasa, lakukan vena seksi pada beberapa tempat. Catatan: a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi perifer dan banyaknya sistim klep pada vena-vena ekstremitas bawah, b) hindari pemasangan pada daerah luka. 2. Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas >25-30% atau dijumpai keterlambatan >2jam Dalam waktu <4jam -="-" 0.5-1ml="0.5-1ml" 1-2="1-2" 1.250ml="1.250ml" 1.="1." 16jam="16jam" 17="17" 18="18" 1="1" 2.="2." 24="24" 25="25" 3-4ml="3-4ml" 3.750ml.="3.750ml." 3.="3." 30="30" 3="3" 4.="4." 4="4" 4ml="4ml" 500ml="500ml" 50="50" 5="5" 6-12cmh2o="6-12cmh2o" 6="6" 70="70" 81="81" 8jam="8jam" :=":" a.="a." adalah="adalah" addendum="addendum" agar="agar" anak="anak" arteri="arteri" atau="atau" awal="awal" b.="b." bakar="bakar" baxter="baxter" bayi="bayi" bb="bb" berdasarkan="berdasarkan" berikut:="berikut:" berikutnya.="berikutnya." berkisar="berkisar" bertujuan="bertujuan" bila="bila" bukanlah="bukanlah" cairan.="cairan." cairan="cairan" cedera="cedera" central="central" dalam="dalam" dan="dan" dapat="dapat" dari="dari" defisit="defisit" dengan="dengan" di="di" dibagi="dibagi" diberikan="diberikan" dibulatkan="dibulatkan" dihitung="dihitung" dijadikan="dijadikan" dijumpai="dijumpai" dikaitkan="dikaitkan" dilakukan="dilakukan" dilarutkan="dilarutkan" dipantau="dipantau" diperhatikan="diperhatikan" diperlukan="diperlukan" disesuaikan="disesuaikan" ditambah="ditambah" ditambahkan="ditambahkan" ditentukan="ditentukan" ditingkatkan="ditingkatkan" diupayakan="diupayakan" dobutamin="dobutamin" dosis="dosis" fasilitas="fasilitas" fisiologik="fisiologik" formula="formula" g="g" gambaran="gambaran" gejala="gejala" glukosa="glukosa" halaman="halaman" hari="hari" hilang="hilang" hipertermia="hipertermia" hipertonik.="hipertonik." i.="i." informasi="informasi" inhalasi="inhalasi" ini="ini" jam.="jam." jam="jam" jenis="jenis" jumlah="jumlah" kali="kali" karena="karena" kasar="kasar" kasus="kasus" kateter:="kateter:" kebutuhan.="kebutuhan." kebutuhan="kebutuhan" kehilangan="kehilangan" kekurangan="kekurangan" kelebihan="kelebihan" kerugian="kerugian" keterangan:="keterangan:" keterlambatan="keterlambatan" keuntungan="keuntungan" kg="kg" kgbb="kgbb" klinik="klinik" koloid="koloid" komplikasi="komplikasi" kontroversi:="kontroversi:" koreksi="koreksi" kristaloid="kristaloid" kurang="kurang" larutan="larutan" lebih="lebih" lihat="lihat" liter="liter" luas="luas" luaslb="luaslb" luka="luka" maka="maka" masih="masih" masing-masing="masing-masing" melakukan="melakukan" melalui="melalui" memenuhi="memenuhi" memiliki="memiliki" memperbaiki="memperbaiki" memperoleh="memperoleh" mengenai="mengenai" mengetahui="mengetahui" menggunakan="menggunakan" mengikuti="mengikuti" menilai="menilai" menimbulkan="menimbulkan" menjadi="menjadi" metode="metode" minimal="minimal" misal="misal" ml="ml" mungkin="mungkin" namun="namun" oleh="oleh" opamine="opamine" orang="orang" pada="pada" parkland.="parkland." pemantauan:="pemantauan:" pemantauan="pemantauan" pemberian="pemberian" pemberiannya="pemberiannya" pemilihan="pemilihan" penatalaksanaan="penatalaksanaan" penggunaan="penggunaan" pengukuran="pengukuran" penting="penting" perfusi="perfusi" perifer="perifer" pertama:="pertama:" pertama="pertama" petunjuk="petunjuk" praktis="praktis" pressure6="pressure6" prinsip="prinsip" produksi="produksi" pulmonalis.="pulmonalis." pulmonalis="pulmonalis" rata="rata" regimen="regimen" renal="renal" rendah="rendah" resiko="resiko" resusitasi="resusitasi" rumus="rumus" saat="saat" salah="salah" satu="satu" sebagai="sebagai" sebanyak:="sebanyak:" sebanyak="sebanyak" sebelumnya.="sebelumnya." secara="secara" sehari="sehari" sehubungan="sehubungan" selanjutnya="selanjutnya" sementara="sementara" semua="semua" sentral="sentral" sentralis="sentralis" sentrum="sentrum" separuh="separuh" sindroma="sindroma" sirkulasi="sirkulasi" sisanya="sisanya" syok="syok" syringe-pump="syringe-pump" tanpa="tanpa" tekanan="tekanan" terbaik="terbaik" terjadi="terjadi" tetap="tetap" tetesan="tetesan" tidak="tidak" titrasi="titrasi" total="total" tua="tua" tubuh="tubuh" ukuran="ukuran" untuk="untuk" urin="urin" vasoaktif="vasoaktif" vasodilator="vasodilator" vena="vena" venous="venous" volume="volume" yang="yang" zat="zat">1ml/kg/jam, maka jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25% dari jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya. - Pemeriksaan laboratorium a) Fungsi renal: Ureum dan Kreatinin b) Berat jenis dan sedimen urin ii Pemantauan sirkulasi splangnikus: - Penilaian kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik (lihat pemasangan pipa nasogastrik, halaman 5-6) - Penilaian fungsi hepar (fungsi enzimatik, fungsi sintetik dan metabolik). Diperoleh melalui pemeriksaan laboratorium. c. Pemeriksaan darah perifer lengkap. Komposisi nilai hemoglobin dan hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia, cairan yang diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan, atau permeabilitas kapilar mulai kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan). Nilai yang diperoleh dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit; karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah, yang menyebabkan perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular. Penatalaksanaan dalam 24jam kedua 1. Pada 24 jam kedua, cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa. 2. Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam. 3. Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua: a. Glukosa 5% atau 10%, 1500-2000ml b. Batasi / kurangi pemberian Ringer’s Lactate karena akan menyebabkan edema interstitial bertambah dan sulit diatasi 4. Pemantauan: a. Pemantauan sirkulasi: - Nilai CVP o Bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2) pemberian HES akan bermanfaat. - Jumlah produksi urin: 1-2 ml/kgBB/jam o Bila jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi, namun produksi urin tidak sesuai (<1 -2ml="-2ml" 19="19" 3-6="3-6" 3="3" 5="5" acl="acl" akan="akan" apakah="apakah" atau="atau" belum="belum" bila="bila" cairan="cairan" cukup.="cukup." cvp="cvp" dan="dan" dapat="dapat" dengan="dengan" diberikan="diberikan" diinginkan="diinginkan" dinaikkan="dinaikkan" dolbutamine="dolbutamine" dosis="dosis" efek="efek" g="g" hipertonik="hipertonik" jam="jam" jangan="jangan" jumlah="jumlah" justru="justru" karena="karena" kembali="kembali" kg="kg" kgbb="kgbb" koloid="koloid" larutan="larutan" maka="maka" masih="masih" memberikan="memberikan" mencukupi="mencukupi" menggunakan="menggunakan" meningkat="meningkat" meningkatkan="meningkatkan" menyebabkan="menyebabkan" merubah="merubah" ml="ml" nilai="nilai" o="o" opamine="opamine" pemberian="pemberian" produksi="produksi" regimen="regimen" sampai="sampai" selanjutnya="selanjutnya" sesuai="sesuai" sudah="sudah" tindakan="tindakan" urin="urin" vasoaktif="vasoaktif" vasokonstriksi.="vasokonstriksi." yang="yang" zat="zat">12cmH20, dapat diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid, tambahkan kalium) o Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen, berikan Mannitol 20% per infus 0.5gm/kg b. Pemantauan perfusi: Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah, dengan perhatian khusus pada kadar HCO3, H2CO3, tekanan parsial oksigen (PaO2) dan karbondioksida (PaCO2), nilai pH dan defisit basa (base excess/BE), serta konsentrasi elektrolit. Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar hemoglobin darah dan kadar glukosa darah (lihat addendum halaman 89 mengenai gangguan keseimbangan asam-basa). Jangan melakukan penilaian analisis gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja; dan berupaya melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus, karena hanya akan mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi. Pemberian bicarbonas natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5, dimana pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas batas maksimal. Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan gangguan / hambatan perfusi; sehingga harus dinilai kembali: Asupan oksigen yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada edema paru, gerakan respirasi baik); dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung Jumlah cairan resusitasi adekuat, sudah diberikan dan tidak ada masalah dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar glukosa darah melebihi >150-200mg/dl, berikan insulin 5unit subkutan, dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump. Pemberian insulin harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar elektrolit. Pemantauan kadar elektrolit: Bila pada pemantauan dijumpai abnormalitas kadar natrium dan kalium, pemikiran pertama tertuju pada gangguan soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular, umumnya hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel. Dalam hal ini koreksi Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 20 dilakukan dengan pemberian insulin sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Penatalaksanaan setelah 48jam 1. Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance. 2. Pemantauan sirkulasi: a. Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal, cenderung menurun. Kadang dijumpai anemia relatif. b. Jumlah produksi urin: 3-4ml/kgBB/jam Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi ke sirkulasi renal tidak baik. Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya, yaitu keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu, demikian pula halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel. Perbandingan tekanan onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung; menyebabkan perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan anuria. Dalam hal ini, upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik; dengan pemberian koloid. Pemberian koloid Pemberian koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular, melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel Protokol pemberian koloid: Prioritas pemberian koloid: - HES 10% - Albumin - Fresh frozen plasma Resusitasi cairan menggunakan cara lain: 1. Larutan Nacl 0.9% Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia. Penggunaan larutan ini dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala bentuk resikonya; sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada keseimbangan elektrolit utama ini. 2. Larutan hipertonik (Nacl 3-6%) Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok. Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus. Resusitasi dilakukan dengan pemberian 500ml Nacl 3-6% dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin dalam 24jam pertama 1ml/kgBB/jam, dan 0.5ml/kgBB/jam untuk 24 jam kedua. 21 3. Koloid - Pada formula Evans, dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml / kgBB/%luas luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 0.9%) 1ml.kgBB/%luas luka bakar dengan pemantauan produksi urin 0.5ml/kgBB/jam. Selanjutnya, dalam 24 jam kedua, diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama; ditambah glukosa 5% dengan jumlah yang sama. - Pada formula Brooke, dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1.5ml / kgBB/%luas luka bakar ditambah larutan RL 0.5ml.kgBB/%luas luka bakar dengan pemantauan produksi urin 0.5ml/kgBB/jam. Selanjutnya, dalam 24 jam kedua, diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama; ditambah glukosa 5% dengan jumlah yang sama. - Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera), karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan permeabilitas kapilar, disamping efek pengembang plasma. Overview Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan pengembalian perfusi agar gangguan / kerusakan sel / jaringan / organ berlangsung sesingkat mungkin / seminim mungkin. Berdasarkan hal tersebut, resusitasi cairan mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi, khususnya pada luka bakar dimana terdapat suatu keadaan hipovolemia. Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular); namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid) bukan merupakan suatu oxygen carrier. Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan, bukan suatu hal yang mutlak; oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini masih menimbulkan pro dan kon, dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines. Proses Penatalaksanaan resusitasi cairan dilakukan setelah resusitasi saluran nafas dan mekanisme bernafas. Prosedur pemberian cairan dilakukan melalui beberapa akses intravena berdiameter besar. Dasar ilmiah (lihat gangguan sirkulasi, halaman 4) Kesimpulan Prosedur resusitasi cairan mengupayakan pengembalian perfusi selular; mutlak diperlukan pada kasus luka bakar. Beberapa regimen pemberian cairan yang ada hanya merupakan panduan dalam memperhitungkan jumlah cairan yang diperlukan. Butir-butir yang perlu diteliti - Gangguan perfusi selular Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 22 - Metode resusitasi cairan yang tepat Tabel-tabel Tabel 3. Pemeriksaan laboratorium untuk menilai sirkulasi Fungsi organ Pemeriksaan Darah Hepar SGOT, SGPT Renal Ureum, kreatinin Metabolisme Protein, A/G Glukosa darah Hematologi Hb, Ht, Lekosit, Trombosit Urin Berat jenis urin Sedimen Tabel 4. Kebutuhan koloid / plasma (lihat addendum, halaman 79): % Luas Luka Bakar Kebutuhan Plasma ( ml ) Pada BB 70kg 20-40 0-500 40-60 500-1700 60-80 1000-3000 >80 1500-3500 Untuk berat badan 50kg diperlukan konversi. Catatan: Pemberian koloid / plasma, menyebabkan penarikan cairan dari jaringan interstisiel ke intravaskular. Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP, preload jantung meningkat), sehingga harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik. Daftar pustaka 1. Demling RH. Fluid replacement in burned patients. Surg Clin North Am 1987; 67(1):15-30. 2. Anderson RW, Vaslef SN. Shock. In: Sabiston DC Jr, Lyery HK, editors. Textbook of surgery; 15th ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1997; 89. 3. Levick JR. An introduction to cardiovascular physiology. London: Butherworths; 1991. p117, 142. 4. Vincent JL. Circulation. In: Baue AE, Faist E, Fry DE (editor). Multiple organ failure, pathophysiology, prevention, and therapy. New York: Springer; 2000. p.333-9. 5. Holm C et al. Haemodynamic and oxygen transport responses in survivors and non survivors following thermal injury. Burns journal of international society for burn injuries. Vol 26 Number 1, Febr. 2000. p : 25 6. Waxman. Monitoring in shock: stomach or muscle. J: Crit.Care Med. Vol 27 No 9, Sep.99. p. 2028 7. Lindblom L, et al. Role of nitric oxyde in the control of burn perfusion. Burns journal of international society for burn injuries. Vol 26 Number 1, Febr 2000. p. 19-29 8. Moncrief JA. Replacement therapy. In: Artz CP, Moncrief JA, Pruitt BA (editor). Burns, a team approach. Philadelphia: WB Saunders & Co; 1979. p.169-92. 9. Baron, BJ, et al. Effects of traditional versus delayed resuscitation on serum lactate and base deficit. Burns journal of international society for burn injuries. Vol 43 Number 1, 1999. p.39. 10. Aurora RN, Mihte, F, Carlon, G. Preventing renal failure in critically ill patient, J: Crit. Care Med. Vol 27 No 9, Sep.99. p.2044-60 11. Jeng JC. Controversies in resusctitation. In: Soper NJ, Saffle JR. Problems in general surgery: burns. Vol 20 No 1, March 2003. Lippincott Williams and Wilkins.p.37-46. 12. Takala J. Splanchnic blood flow in shock and inflammatory states. Crit.Care and Shock (1998) 1: 40-45. 13. Kvetan V. The effect of pressors and inotopes on regulation of cytokine release in shock. Crit.Care and Shock (1998) 1: 26-39 14. Yowler CJ, Frantianne RB. Current status of burn resuscitation. In: Luce EA (guest ed). Clinics in plastic surgery, an international quarterly. Philadelphia: WB Saunder and Co., 2000; 27(1):p-10. 23 15. Endpoints of Resuscitations. Symposium in 36th Annual meeting of American Burn Association. Vancouver, 2004. 16. Cartotto RC, Innes MBA, Musgrave Melinda A, Gomez MB, Cooper A. How well does the Parkland formula estimate actual fluid resuscitation volumes? J. Burn care and rehabilitation volume 23 No 4, July/August 2002, 258-269 17. Baxter CR. Fluid volume and electrocyte changes in the early postburn period. Clin. Plast. Surg. 1:693,1974. 18. Editorial: Monitoring the L-arginine-nitric oxide pathway in septic shock: choosing the proper point of attack. J Crit. Care medicine 2001. 27: 2019-21 Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 24 6 Eskarotomi untuk memperbaiki sirkulasi Rekomendasi Standard Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu standard Guidelines 1. Sayatan memanjang pada eskar (eskarotomi) dikerjakan menembus seluruh ketebalan eskar sampai dijumpai jaringan sehat (berdarah), dimulai dari proksimal sampai dengan bagian paling distal. Bila diperlukan, sayatan memanjang ini dapat ditambah: dilakukan hal yang sama pada sisi medial lengan (atau tungkai). 2. Pemantauan: Capilary refilling test 3. Perawatan: kasa lembab, tidak menyebabkan penekanan yang mengganggu perfusi ke bagian distal Options Disain sayatan Overview Eskar melingkar pada ekstremitas (lengan dan tungkai) menyebabkan jeratan yang menimbulkan gangguan perfusi ke distal berlanjut dengan iskemia-nekrosis. Gangguan sirkulasi ini menjadi salah satu penyebab kegagalan resusitasi cairan, oleh karenanya perlu ditatalaksanai secara tepat. Proses - Sebagaimana melakukan eskarotomi pada dinding dada Dasar ilmiah Adanya eskar menyebabkan gangguan sirkulasi mikro di daerah luka. Dengan adanya gangguan sirkulasi ini, timbul edema yang akan mengganggu sirkulasi sehingga sirkulasi ke distal jaringan cedera terhambat / terganggu. Kesimpulan Seringkali dijumpai eskar melingkar pada ekstremitas yang menyebabkan gangguan perfusi ke sisi distal. Dalam hal ini, untuk memperbaiki sirkulasi ke distal7 diperlukan eskarotomi (atau, kadang-kadang: fasiotomi). Prosedur ini dikerjakan dengan cara sebagaimana diuraikan di atas; saat melakukan resusitasi cairan. Butir-butir yang perlu diteliti - Pengukuran aliran ke distal 7 Dalam kepustakaan Jeng JC. Controversies in resuscitation. In Soper NJ, Saffle JR, Problems in General Surgery: Burns. Vol 20 no 1, March 2003 (37-46) disebutkan bahwa eskar menjadi salah satu penyebab pitfall dalam keberhasilan melaksanakan resusitasi cairan pada syok akibat luka bakar; karenanya adanya eskar ini harus menjadi perhatian dan ditatalaksanai secara tepat. 25 Daftar pustaka 1. Jeng JC. Controversies in resuscitation. In Soper NJ, Saffle JR, Problems in General Surgery: Burns. Vol 20 no 1, March 2003 (37-46) Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 26 7 Perawatan Rekomendasi Standard Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu standard Guidelines Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu guidelines Options 1. Indikasi rawat8 a. Kasus LB derajat II >15% pada dewasa, >10% pada anak-anak b. Kasus LB derajat II pada muka, tangan dan kaki, perineum, sendi c. Kasus LB derajat III >2% pada dewasa, setiap derajat III pada anak-anak d. Kasus LB disebabkan listrik, disertai cedera jalan nafas atau komplikasi lain 2. Ruang perawatan a. Intensive Care Unit (ICU) b. Unit luka bakar (perawatan semi intensif) c. Ruang rawat luka bakar (burn ward) d. Ruang rawat bedah (surgical ward) 3. Lama perawatan a. ICU Selama memerlukan perawatan intensif dikaitkan dengan penggunaan ventilator dan monitoring ketat b. Unit luka bakar Selama fase syok dan fase setelah syok, 21 hari pertama c. Ruang rawat luka bakar (burn ward) - Indikasi rawat di unit luka bakar tidak lagi ada - Perawatan luka, baik secara konservatif maupun operatif >21hari d. Ruang rawat bedah Perawatan penyulit seperti kontraktur, keloid, dsb Overview Perawatan dimaksudkan dalam konteks care, di rumah sakit (inhospital); bertujuan: 1. Melanjutkan resusitasi dalam mengupayakan kembalinya fungsi organ vital 2. Mengatasi masalah yang berkenaan dengan kehilangan kulit dan jaringan yang rusak setelah kontak dengan sumber panas 3. Memberikan bimbingan pada pasien dan atau orang tua pasien cara melakukan perawatan pada masa lepas perawatan rumah sakit 4. Tindakan rehabilitasi 5. Evaluasi dan tatalaksana psikiatrik 8 Berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh American Burn Association tahun 2002 27 Proses - Melanjutkan resusitasi yang awalnya dikerjakan di ruang resusitasi / instalasi gawat darurat, saat status respirasi dan hemodinamik stabil atau memerlukan sarana dan prasarana perawatan intensif; perawatan dilanjutkan di ruangan. - Mengatasi masalah yang berkenaan dengan kehilangan kulit dan jaringan yang rusak dengan melakukan débridement (eksisi tangensial) dan penutupan menggunakan skin graft - Tindakan rehabilitasi medik dan tindakan yang merupakan bimbingan pada pasien dan atau orang tua / keluarga pasien cara melakukan perawatan pada masa lepas perawatan rumah sakit - Evaluasi dan tatalaksana psikiatrik, agar pasien terhindar dari gangguan psikiatrik yang dialaminya, serta siap ke lingkungannya dengan kecacatan akibat luka bakar Dasar ilmiah Diuraikan pada masing-masing bab Kesimpulan Prosedur perawatan merupakan rangkaian proses panjang dalam mengupayakan penyelamatan jiwa (life saving), limb saving serta mengupayakan proses penyembuhan dan rehabilitatif (baik rehabiltasi medik maupun sosial). Butir-butir yang perlu diteliti - Dijabarkan dalam masing-masing bab Daftar pustaka 1. Saffle JR, Davis B, Williams P. Recent outcomes in the treatment of burn injury in the United States: a report from the American Burn Association Patient Registry. J. Burn Care Rehabil. 16:219,1995 2. Infection control today - 11/2002: Immunocompromised Patients. www.infectioncontroltoday.com/articles/2b1feat1.html 3. Mangram AJ, Horan TC, Pearson ML, et al: Guideline for prevention of surgical site infection, 1999. Infect Control Hosp Epidemiol 1999;20:250-80. 4. Garner JS, Favero MS: Guideline for handwashing and hospital environmental control, 1985. Am J Infect Control 1986;14:110-29. 5. Doebbeling BN, Pfaller MA, Houston AK, et al: Removal of nosocomial pathogens form the contaminated glove: Implications for glove reuse and handwashing. Ann Intern Med 1988;109:394-8. 6. Pelke S, Ching D, Easa D, et al: Gowning does not affect colonization or infection rates in a neonatal intensive care unit. Arch Pediatr Adolesc Med 1994;148:1016-20. 7. Classen DC, Evans RS, Pestotnik SL, et al: The timing of prophylactic administration of antibiotics and the risk of surgical-wound infection. N Engl J Med 1992;326:281-6. 8. Cremer R, Ainaud P, Le-Bever H, Fabre M, Carsin H. Experimental Study of Pseudomonas aeruginosa Infection in Burn Rats. Nosocomial infection in a burns unit. www.pearl.sums.ac.ir/AIM/9924/lari9924.html 9. Haley RW, Culver DH, White JW, et al: The efficacy of infection surveillance and control programs in preventing nosocomial infections in US hospitals. Am J Epidemiol 1985;121:182-205. Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 28 8 Perawatan di ruang Intensif (ICU) Rekomendasi Standard Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu standard Guidelines Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu guidelines Options Penatalaksanaan perawatan intensif: Perawatan dilakukan berdasarkan indikasi fisiologik, dikaitkan dengan probability of survival, sesuai standar pelayanan ICU Perawatan dilakukan di ruang intensif (ICU) khusus luka bakar (isolasi) dengan sarana dan prasarana penunjang yang menjadi standar pelayanan ICU Prosedur perawatan mengikuti ketentuan yang berlaku di ruang perawatan intensif dan perawatan luka bakar Overview Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk mengatasi masalah yang berkenaan dengan: 1. Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator) 2. Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan penanganan perawatan intensif Proses 􀂃 Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut (fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang bersifat ireversibel; bukan pada fase terminal. 􀂃 Terbaik, bila ruang perawatan intensif (ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar, atau di dalam ICU tersedia ruangan khusus (isolasi) untuk luka bakar. Dasar ilmiah Indikasi fisiologik perawatan intensif: 1. Apical pulse <40 atau="atau">150 kali per menit (>130 kali per menit pada usia >60tahun) 2. Mean Aretrial Pressure (MAP) <60mmhg adekuat="adekuat" cairan="cairan" resusitasi="resusitasi" setelah="setelah">1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan MAP>60mmHg 3. Tekanan Darah Diastolik >110mmHg dengan 􀂃 Edema paru 􀂃 Ensefalopati 􀂃 Iskemi miokardial 􀂃 Aneurisma aorta 29 􀂃 Eklampsia ata preeklampsia (diastolik >100mmHg) 􀂃 Perdarahan subarakhnoid 4. Frekuensi pernafasan >35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress 5. PaO2 <55mmhg dengan="dengan" fio2="fio2">0.4 (akut) 6. Kalium serum >6.5mEq/L (akut) 7. pHa <7 .2=".2" atau="atau"> 7.6 (pada ketoasidosis diabetikum <7 .0=".0" 8.="8." glukosa="glukosa" serum="serum">800mg/dl 9. Kalsium serum >15mg/dl 10. Temperatur (core) <32oc -="-" 1.1.1.="1.1.1." 1.1.2.="1.1.2." 1.1.3.="1.1.3." 1.1.4.1.="1.1.4.1." 1.1.4.2.="1.1.4.2." 1.1.4.3.="1.1.4.3." 1.1.4.="1.1.4." 1.1.="1.1." 1.="1." 10.="10." 11.="11." 12.="12." 13.="13." 13:39-47="13:39-47" 14.="14." 15.="15." 150.="150." 16.="16." 17.="17." 18.="18." 1986="1986" 1991="1991" 1992="1992" 1999="1999" 2.="2." 2000.="2000." 2000="2000" 2002.p.120-169.="2002.p.120-169." 2003.="2003." 20="20" 23-28.="23-28." 2nd="2nd" 3.="3." 30="30" 31="31" 32:686="32:686" 350.="350." 353-364.="353-364." 3="3" 4.="4." 5.="5." 52:334="52:334" 54:1001="54:1001" 6.="6." 7.="7." 724-726.="724-726." 8.="8." 864-874.="864-874." 8:496="8:496" 9.="9." 9="9" :=":" a.="a." a="a" ad="ad" adherence="adherence" ae.="ae." ae="ae" ahrenholz="ahrenholz" air="air" akut="akut" al.="al." american="american" an="an" and="and" antiinflammatory="antiinflammatory" anus="anus" ards="ards" arnold="arnold" arrest="arrest" as="as" atau="atau" av.="av." available="available" awal="awal" ba="ba" bagi="bagi" bakar.="bakar." bakar:="bakar:" bakar="bakar" balai="balai" bandung="bandung" baue="baue" bayi="bayi" bedah="bedah" berbagai="berbagai" berlanjut="berlanjut" berlot="berlot" bernafas="bernafas" bersifat="bersifat" bila="bila" billiar="billiar" borgstrom="borgstrom" bridement="bridement" burn="burn" burns.="burns." butir-butir="butir-butir" c="c" cairan="cairan" cara="cara" cardiac="cardiac" care.="care." care="care" cedera="cedera" chemotaxis="chemotaxis" chest="chest" cipto="cipto" clin.="clin." clin="clin" college="college" complex="complex" complexities="complexities" conference:="conference:" consensus="consensus" control="control" crit="crit" critical="critical" cytokines="cytokines" d="d" daftar="daftar" dalam:="dalam:" dalam="dalam" dan="dan" dapat="dapat" data="data" de.="de." definitions="definitions" degradasi="degradasi" dellinger="dellinger" demeules="demeules" dengan="dengan" dh="dh" di="di" dicuci="dicuci" dikaitkan="dikaitkan" dikerjakan="dikerjakan" dilakukan="dilakukan" dilusi="dilusi" disampaikan="disampaikan" disfungsi="disfungsi" ditambah="ditambah" diteliti="diteliti" diupayakan="diupayakan" dn.="dn." dn="dn" dokter="dokter" dr="dr" dysfunction.="dysfunction." dysfunction:="dysfunction:" e="e" ed.="ed." edgar="edgar" edisi="edisi" editor="editor" editorial:="editorial:" editors="editors" edward="edward" emerging="emerging" epidemiology="epidemiology" epitelisasi="epitelisasi" erapi="erapi" et="et" evaluation="evaluation" evidence="evidence" fa="fa" factor="factor" failure.="failure." failure="failure" faist="faist" fase="fase" fkui="fkui" following="following" for="for" frekuensi="frekuensi" fry="fry" function.="function." fungsi="fungsi" g="g" galin4anes="galin4anes" gangguan="gangguan" gd="gd" guidelines="guidelines" gullo="gullo" guntoro="guntoro" hal="hal" hangat="hangat" hasslen="hasslen" hawkins="hawkins" heggers="heggers" herndorn="herndorn" higgs="higgs" hinshaw="hinshaw" http:="http:" human="human" iii="iii" ilmiah="ilmiah" immunology="immunology" in:="in:" in="in" indikasi="indikasi" indikator="indikator" indonesia="indonesia" infection="infection" inflamasi="inflamasi" inhalasi="inhalasi" inhibition="inhibition" ini="ini" injured="injured" injury.="injury." injury="injury" innovative="innovative" insidens="insidens" insufisiensi="insufisiensi" intensif="intensif" invest.="invest." iodine="iodine" ireversibel.="ireversibel." ischemic="ischemic" iv="iv" j.="j." jakarta:="jakarta:" jalan="jalan" je.="je." je="je" jenis="jenis" jg="jg" jp="jp" jr.="jr." jr="jr" kali="kali" kapilar="kapilar" kasus="kasus" keadaan="keadaan" kerusakan="kerusakan" kesimpulan="kesimpulan" klinis="klinis" kondusif="kondusif" kritis="kritis" l-arginine-nitric="l-arginine-nitric" l-arginine="l-arginine" lb="lb" lee="lee" leukocyte-endothelial="leukocyte-endothelial" leukocyte="leukocyte" liang="liang" lightfoot="lightfoot" ll="ll" london:="london:" loss="loss" luka.="luka." luka:="luka:" luka="luka" lung.="lung." m.="m." m="m" mandi="mandi" mangunkusumo.="mangunkusumo." mason="mason" mc.="mc." mechanisms="mechanisms" med="med" medicine="medicine" mekanisme="mekanisme" melakukan="melakukan" mempertimbangkan="mempertimbangkan" mencegah="mencegah" mendukung="mendukung" mengalir="mengalir" mengandung="mengandung" menggunakan="menggunakan" mengupayakan="mengupayakan" menit="menit" merupakan="merupakan" microcirculatory="microcirculatory" milano:="milano:" mileski="mileski" minter="minter" mods.="mods." mods="mods" modulator="modulator" moenadjat="moenadjat" moldawer="moldawer" moncada="moncada" more="more" mueller="mueller" multi-system="multi-system" multipel="multipel" multiple="multiple" mulut="mulut" myocard.="myocard." nadi="nadi" nafas="nafas" necrosis="necrosis" nejm:339:2002-2012="nejm:339:2002-2012" nekrotomi="nekrotomi" nelson="nelson" neutrophil="neutrophil" new="new" nitric="nitric" ociety="ociety" of="of" operasi="operasi" organ="organ" oxide="oxide" p.170-187.="p.170-187." p.23-31.="p.23-31." p.4="p.4" p.92-100.="p.92-100." p:="p:" p="p" pa="pa" pada="pada" parameter="parameter" pathogenesis="pathogenesis" pathophysiology="pathophysiology" pathway.="pathway." pathway="pathway" patients.="patients." pdf="pdf" pembersihan="pembersihan" pemulihan="pemulihan" penatalaksanaan="penatalaksanaan" pencucian="pencucian" penerapan="penerapan" penerbit="penerbit" pengetahuan="pengetahuan" penggunaan="penggunaan" penutupan="penutupan" penyembuhan="penyembuhan" penyusunan="penyusunan" perawatan="perawatan" perfusi="perfusi" perhimpunan="perhimpunan" perlu="perlu" permeabilitas="permeabilitas" pernafasan="pernafasan" peroksid="peroksid" pertemuan="pertemuan" petunjuk="petunjuk" physicians="physicians" pigula="pigula" plas="plas" plastik="plastik" pollock="pollock" povidon="povidon" practice.="practice." praktis="praktis" prevention="prevention" proinflammatory="proinflammatory" prosedur="prosedur" proses="proses" pruitt="pruitt" pryor="pryor" pustaka="pustaka" rangkaian="rangkaian" rd="rd" re-oxygenation="re-oxygenation" rectenwald="rectenwald" rehabil.="rehabil." rekomendasi="rekomendasi" res.="res." respons="respons" response.="response." resusitasi="resusitasi" revisi.="revisi." rm="rm" robson="robson" role="role" rp.="rp." rsupn="rsupn" ruang="ruang" rw="rw" s="s" sabun="sabun" salyapongse="salyapongse" saunders="saunders" scoring="scoring" sebagai="sebagai" segera="segera" semua="semua" sepsis.="sepsis." sepsis="sepsis" serta="serta" setelah="setelah" sindroma="sindroma" sirkulasi="sirkulasi" sirs="sirs" sistemik="sistemik" sistim="sistim" skoring="skoring" soda="soda" spesialis="spesialis" springer="springer" sr="sr" stabil="stabil" standard="standard" suasana="suasana" suatu="suatu" suhu="suhu" surg.="surg." surg="surg" surgical="surgical" systems="systems" tahunan="tahunan" telinga="telinga" terganggu="terganggu" terselenggaranya="terselenggaranya" the="the" theory="theory" therapies="therapies" therapy.="therapy." therapy="therapy" thermal="thermal" thermally="thermally" tidak="tidak" tindakan="tindakan" total="total" tr.="tr." trauma="trauma" treatment="treatment" tubuh="tubuh" tujuan="tujuan" tumor="tumor" unpublished.="unpublished." untuk="untuk" upk="upk" use="use" vagina="vagina" vasoaktif="vasoaktif" ventilator="ventilator" verlag="verlag" villareal="villareal" vitro="vitro" w="w" warden="warden" websites:="websites:" www.cs.portlandpress.com="www.cs.portlandpress.com" y.="y." yang="yang" york:="york:" zat="zat" zhang="zhang">37oC (suhu rektal) 1.1.4.4. Tidak ada tanda / bukti adanya asidosis 1.1.5. Sebaliknya tindakan ini tidak dapat dikerjakan / ditunda sampai dengan sirkulasi dalam keadaan stabil: 1.1.5.1. Frekuensi nadi >120kali/menit 1.1.5.2. Frekuensi pernafasan >30kali/menit 1.1.5.3. Suhu tubuh <36 atau="atau" oc="oc">38oC (suhu rektal) 1.1.5.4. Ada tanda-tanda asidosis bermakna 1.2. Tindakan nekrotomi / dan débridement 1.2.1. Nekrotomi secara agresif dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal: 1.2.1.1. Nekrotomi agresif akan menyebabkan kehilangan jaringan yang mengakibatkan penguapan berlebihan dan kehilangan energi; dengan sendirinya meningkatkankan beban tubuh akibat gangguan metabolisme yang sudah ada / terjadi. Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 32 1.2.1.2. Nekrotomi agresif diperlukan dalam mencegah berkembangnya respons inflamasi sistemik yang dapat menyebabkan kegagalan fungsi muti organ yang berakhir dengan kematian. 1.2.1.3. Tindakan yang dikerjakan adalah eksisi tangensial. 1.2.1.4. Untuk mencegah berkembangnya proses inflamasi sebagaimana disebutkan dalam butir 1.2.1.2, maka tindakan dikerjakan seawal mungkin (eksisi dini), yaitu dalam waktu: - Untuk LB derajat dua dangkal, atau luas <40 -="-" atau="atau" dalam="dalam" dapat="dapat" derajat="derajat" dikerjakan="dikerjakan" dini="dini" dua="dua" eksisi="eksisi" hari="hari" keempat="keempat" ketiga="ketiga" lb="lb" luas="luas" pada="pada" untuk="untuk">40% eksisi dini dapat dikerjakan pada hari kelima sampai ketujuh pasca cedera 1.2.1.4.1. Indikasi kontra melakukan tindakan eksisi dini antara lain: - Sirkulasi belum stabil - Kadar hemoglobin darah dibawah 10g/dl - Kelainan waktu perdarahan dan pembekuan darah, khususnya bila dijumpai tanda-tanda Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) 1.2.1.5. Tindakan eksisi dalam prakteknya banyak menyebabkan perdarahan, sehingga dapat dikerjakan maksimal 15% dari luas permukaan tubuh; untuk hal tersebut eksisi dikerjakan seawal mungkin sebelum hari kelima dimana proses angiogenesis sudah dimulai. 1.2.2. Bila tindakan débridement, nekrotomi dan pencucian luka diyakini bersih, dilakukan perawatan luka sebagaimana tercantum pada butir 2 dan 3 penatalaksanaan luka di bawah. 1.2.3. Bila tindakan débridement, nekrotomi dan pencucian luka dirasakan tidak / belum maksimal, maka tindakan tersebut dapat diulangi dalam waktu sesegera mungkin 1.3. Bulae: 1.3.1. Bila ukurannya relatif kecil, tidak dilakukan tindakan, luka dirawat secara konservatif 1.3.2. Bila ukurannya relatif besar (>5cm) dan diperkirakan dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan maka bulae dipecahkan tanpa membuang lapis epidermis diatasnya (dipertahankan sebagai biological dressing ) 1.4. Eskar: 1.4.1. Bila melingkar dan menyebabkan gangguan aliran / dan perfusi, dilakukan tindakan eskarotomi pada kesempatan awal (saat melakukan resusitasi) 1.4.2. Bila tidak melingkar, dilakukan eskarektomi dengan mempertimbangkan butir 1 tujuan perawatan luka. 33 1.4.3. Bila belum dimungkinkan melakukan eskarektomi, lakukan beberapa sayatan eskarotomi dengan jarak sedekat mungkin (sampai menembus ketebalan eskar) untuk prosedur dilusi jaringan sub eskar (prosedur klisis) 2. Bilamana nekrotomi dalam narkose tidak atau belum dimungkinkan oleh karena satu dan lain hal, maka pencucian luka di ruang perawatan dilakukan dengan memandikan pasien (dengan air mengalir/hangat), luka dicuci dengan sabun mandi bayi. 3. Pencucian luka ideal menggunakan Hubart Tank 4. Luka dibalut menggunakan kasa lembab steril dengan atau tanpa aplikasi krim pelembab: - Prinsip dasar perawatan luka adalah mencegah degradasi luka. - Perawatan luka (basah karena eksudasi) dirawat dengan kondisi basah (lembab); gunakan bahan krim yang memiliki bahan dasar air (water base, yaitu krim) dan hindari penggunaan zat yang memiliki bahan dasar petroleum (oil base, yaitu salep dan ointment). 5. Perawatan luka tertutup menggunakan occlusive dressing; sebagai upaya mencegah penguapan berlebihan; menggunakan kasa gulung (roll gauze). 6. Penilaian balutan dilakukan dalam waktu 24-48jam 6.1. Bila balutan jenuh, diganti sesuai kebutuhan ( misal 2-3kali dalam sehari ) 6.1.1. Balutan lembab menjadi basah (jenuh) karena proses eksudasi berlebihan 6.1.2. Suhu tubuh >38oC 6.1.3. Kontaminasi urin / feses 7. Penilaian luka dalam waktu 7-10 hari : 7.1. Bila diperkirakan epitelisasi (= penutupan luka) dimungkinkan terjadi dalam waktu 10 hari (pada luka bakar derajat 2 dangkal), maka selanjutnya dilakukan tindakan perawatan luka secara konservatif 7.2. Bila diperkirakan epitelisasi (= penutupan luka) tidak mungkin terjadi dalam waktu 3 minggu (pada luka bakar derajat 2 dalam dan derajat 3), maka selanjutnya dilakukan tindakan penutupan luka menggunakan split thickness skin graft 8. Penggunaan tulle dan krim antibiotika 8.1. Tulle kadang diperlukan, berfungsi sebagai a) sarana ’penutup’ luka yang memberikan fasilitas drenase yang baik dan b) sebagai matriks untuk berlangsungnya epitelisasi. 8.2. Krim antibiotika diperlukan untuk mengatasi infeksi luka 8.2.1. Bila dijumpai infeksi luka yang umumnya terjadi setelah hari kelima pasca cedera, krim Silver sulfadiazin dapat diberikan bila dijumpai eskar. Krim ini dioleskan tipis-tipis setiap penggantian balutan. 8.2.2. Krim antibiotik lain, sesuai dengan pola kuman, pada luka tanpa eskar. 9. Pada perawatan luka, perhatian khusus ditujukan pada hal-hal yang berhubungan dengan fungsi bagian tubuh tertentu; seperti posisi tangan, lengan, aksila, sendi lutut dan tungkai. Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 34 9.1. Bila diperlukan imobilisasi bagian tubuh tertentu dalam waktu lama, diupayakan pada posisi fungsionil. 9.1.1. Penggunaan bidai (splinting) pada posisi fungsionil 9.1.2. Dalam hal luka mengenai persendian, balutan dipisahkan dengan bagian tubuh lainnya sehingga daerah sendi dapat dilakukan tindakan rehabilitatif 9.1.3. Imobilisasi sendi tertentu tidak lebih dari 3 minggu pada dewasa, 2 minggu pada anak-anak. Bila waktu penyembuhan lebih lama dari waktu tersebut, maka prioritas perawatan jatuh pada fungsi persendian dimaksud. 9.1.4. Bila pada luka dilakukan tindakan skin grafting untuk penutupan raw surface, setelah 2 minggu dilakukan tindakan perawatan rehabilitatif dengan positioning, pergerakan sendi atau pemasangan bidai pada posisi tertentu. 10. Tindakan rehabilitatif Tindakan rehabilitatif diperlukan untuk memperoleh fungsi anggota tubuh tertentu se-optimal mungkin, sehingga terhindar dari kekakuan (kontraktur) yang mengganggu fungsi organ bersangkutan. Tindakan rehabilitatif dimaksud terdiri dari: 10.1. Tindakan rehabilitatif dengan gerakan pasif - Terdiri dari latihan isometrik otot-otot rangka dan pergerakan pasif sendi-sendi - Dimulai sedini mungkin, bersamaan dengan tindakan rehabilitatif jalan nafas - Bila latihan menimbulkan rangsang nyeri, diperlukan pemberian analgetik dan atau penghilang spasme 60-30 menit sebelum latihan 10.2. Tindakan rehabilitatif dengan gerakan aktif - Dimulai pada minggu kedua, mendekati waktu maksimal imobilisasi sendi (3 minggu) - Bila latihan menimbulkan rangsang nyeri, diperlukan pemberian analgetik atau penghilang spasme 60-30 menit sebelum latihan - Bila bagian tubuh tertentu memerlukan tindakan skin grafting maka latihan aktif ditunda sampai dengan 2 (dua) minggu pada daerah bersangkutan, memberi kesempatan pada graft untuk take dan survived Overview Perawatan luka pada kasus luka bakar bertujuan: 1. Mengatasi masalah yang berkenaan dengan: - hilangnya fungsi kulit sebagai organ yang berperan dalam mengatur penguapan - hilangnya fungsi kulit sebagai organ yang berperan sebagai sawar terhadap infeksi - jaringan nekrosis yang merupakan fokus reaksi inflamasi sistemik - proses penyembuhan (yaitu penutupan luka, re-epitelisasi) yang lama (>21 hari); dapat menimbulkan penyulit dikemudian hari (parut hipertrofik dan 35 kontraktur, sebagai akibat dari proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerapuhan jaringan; maupun imobilisasi bagian tubuh tertentu dalam waktu lama). 2. Rehabilitasi pasien - Sehubungan dengan fungsi organ / bagian tubuh tertentu - Rehabilitasi sosial Proses - Tindakan perawatan luka dikerjakan oleh ahli bedah / asisten yang bertugas di Unit Luka Bakar, dibantu dengan perawat Unit Luka Bakar: - Pembersihan luka / pencucian luka di Ruang Cuci LB (Hubart Tank) - Nekrotomi dan dèbridement di Ruang Operasi Luka Bakar - Penggantian balutan lanjutan di ruang perawatan - Tindakan perawatan luka yang berkenaan dengan fungsi rehabilitatif dikerjakan oleh tim rehabilitasi di Unit Luka Bakar, bersama ahli (atau asisten) bedah dibantu oleh perawat Unit Luka Bakar Dasar ilmiah Perawatan luka mengacu pada: 2. Upaya mencegah timbul / berkembangnya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS). Jaringan nekrosis / eskar yang lisis menjadi pemicu dilepaskannya mediatormediator pro-inflamasi yang berlanjut sebagai respons sistemik yang bersifat eksageratif. Oleh karenanya, nekrotomi (debridement, eksisi tangensial) harus dikerjakan seawal mungkin (eksisi dini), yaitu pada hari ketiga-keempat pasca cedera. 3. Mempersingkat masa inflamasi, dengan memfasilitasi berlangsungnya proses penyembuhan berjalan sesuai dengan waktunya; sehingga memperkecil derajat kerusakan / kerapuhan jaringan yang akan menimbulkan kontraktur di kemudian hari. Kesimpulan Prosedur perawatan intensif merupakan rangkaian proses perawatan kritis di fase akut (fase awal) mengupayakan pemulihan fungsi organ sistemik yang terganggu, mencegah kerusakan berlanjut dan bersifat ireversibel. Butir-butir yang perlu diteliti - Indikasi perawatan luka terbuka dan tertutup - Penggunaan berbagai antiseptikum pada proses degradasi luka - Kebutuhan penggunaan antiseptikum pada perawatan luka Daftar pustaka 1. Clinical Focus: Key role played by nutrition in wound healing. Asia Connection; 1996.Vol. 1 Issue 2; p.10. 2. Philips-Duphar Nederland BV. Brandwonden, klinische aspekten Huisarts eerste hulp en preventie. Amsterdam: Philips-Duphar Nederland BV; 1979. p.19. Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 36 3. Wolfe RR. Desai MH, Herndon DN. Metabolic response to excision therapy In: Boswick JAJ Jr (editor). The art & science of burn care. Rockville-Maryland, Royal Tunbridge wells: An Aspen publication; 1987. p.145-51. 4. Holmes IV JH, Honari S, Gibran NS. Excision and grafting in the large burn wound. In: Soper NJ, Saffle JR. Problems in general surgery: burns. Vol 20 No 1, March 2003. Lippincott Williams and Wilkins.p.47-54. 5. Moenadjat Y. Burn Infection. Disampaikan pada Kursus penyegar dan penambah ilmu kedokteran (KPPIK) FKUI. Februari 2004. 6. Moenadjat Y. The irrational use of antibiotics in burn: an obsession that could be fatal. Indonesian J Plast recon surg. 3;2004 7. Monaffo WW, Bessey PQ. Wound care. In: Herndorn DN (editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders; 2002. p.109-119. 8. Arturson G. Pathophysiology of the burn wound and pharmacological treatment: Burns 1996; 21 (4): 255-274. 9. Luterman A, Dacso CC, Curreri PW. Infections in burn patients. Am J Med 1986;81:45-52. 10. Sauer EW, Surgical treatment of burn wounds. Oral presentation in burn symposium and workshop. Jakarta, 1997. 11. Janzekovic Z. A new concept in the early excision and immediate grafting of burns. J Trauma 1970:10 1103-8 12. Janzekovic Z. The burn wound from the surgical point of view. J Trauma 1975:15 42-61 13. Klasen HJ. Early care of the burn patient. Oral presentation in burn symposium and workshop. 14. Herndon DN, Barrow RE, Rutan RL, et all : Comparison of conservative versus early excision. Ann Surg 1989; 209:547553 15. Still Jr. Joseph M, Edward J. Decreasing length of hospital stay by early excision and grafting of burns. Southern Medical Journal, Jun 96 Vol 89 Issue6, p578 16. Wood F. Early burn excision. Oral presentation at the Indonesian surgeon association congress. Bali, Indonesia, July 1996. 17. Wolfe RR, Desai MH, Herndon DN. Metabolic response to excision therapy, The art and science of burn care, Ch.19, p:145 18. Pape SA. Dunn KW. Burn depth assessment by Lase Doppler Imaging (MoorLDI™). Moor Instrument 1st ed. 2002. 19. Hunter S, Heimbach DM, Honari SE, Eisenberg J, Engrav LH, Klein MB, et al. Current O.R. techniques: tangential excision of burns with the versajet hydrosurgery system. Available in the proceeding book of 36th American Burn Association annual meeting, Vancouver: 2004; S175. 20. Mitchell, C. Blood flow in normal skin and scar skin: comparing the different anatomical regions after burn injury. Shriners burn hospital, Galveston, TX. Available in the proceeding book of 36th American Burn Association annual meeting, Vancouver: 2004; S175. 21. Perdanakusuma DS, Sudjatmiko G. Immediate atau delayed skin grafting? Bagian ilmu bedah FKUI / RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Jakata, 1995. 22. Tamba RP, Moenadjat Y. Skin grafting pada kasus trauma: evaluasi selama lima tahun. Bagian Ilmu Bedah FKUI / RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Jakata, 1998 23. Kao CC, Garner WL. Acute Burns. J Plast and Reconst Surg 2000;105:2482-2493 24. Saffle JR, Davis B, Williams P. Recent outcomes in the treatment of burn injury in the United States: a report from the American Burn Association Patient Registry. J. Burn Care Rehabil. 16:219,1995 25. Infection control today - 11/2002: Immunocompromised Patients. www.infectioncontroltoday.com/articles/2b1feat1.html 26. Mangram AJ, Horan TC, Pearson ML, et al: Guideline for prevention of surgical site infection, 1999. Infect Control Hosp Epidemiol 1999;20:250-80. 27. Garner JS, Favero MS: Guideline for handwashing and hospital environmental control, 1985. Am J Infect Control 1986;14:110-29. 28. Doebbeling BN, Pfaller MA, Houston AK, et al: Removal of nosocomial pathogens form the contaminated glove: Implications for glove reuse and handwashing. Ann Intern Med 1988;109:394-8. 29. Pelke S, Ching D, Easa D, et al: Gowning does not affect colonization or infection rates in a neonatal intensive care unit. Arch Pediatr Adolesc Med 1994;148:1016-20. 30. Classen DC, Evans RS, Pestotnik SL, et al: The timing of prophylactic administration of antibiotics and the risk of surgical-wound infection. N Engl J Med 1992;326:281-6. 31. Cremer R, Ainaud P, Le-Bever H, Fabre M, Carsin H. Experimental Study of Pseudomonas aeruginosa Infection in Burn Rats. Nosocomial infection in a burns unit. www.pearl.sums.ac.ir/AIM/9924/lari9924.html 32. Haley RW, Culver DH, White JW, et al: The efficacy of infection surveillance and control programs in preventing nosocomial infections in US hospitals. Am J Epidemiol 1985;121:182-205. 33. Garner WL, Rittenberg T, Ehrlich HP, et al. Hypertrophic scar fibroblasts accelerate collagen gel contraction. Wound Repair Regen. 3:185,1995. 37 34. Ringold DJ, Santell JP, Schneider PJ. ASHP national survey of pharmacy practice in acute care settings: dispensing and administration--1999. Am J Health Syst Pharm. 2000 Oct 1;57(19):1759-75. 35. What are the Biologic Properties of Silver related to wound infection control and healing http://www.burnsurgery.org 36. Heggers JP, Hawkins H, Edgar P, Villarreal C, Herndorn DN. Treatment of infection in burns. In: Herndorn DN (editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders; 2002. p.11,120-169. 37. Monafo WW, Bessey PQ. Wound care. In: Herndorn DN (editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders; 2002. p.109-169. 38. Drosou A, Falabella A, Kirsner RD. Antiseptics on wounds: An wrea of controversy. Wounds. Nov. 2003. Available in website: http://www.woundsresearch.com 39. Edington HD. Wound healing. In: Simmons RL, Steed DL (editors). Basic science for surgeons. Philadelphia: WB Saunders; 1992. p.41-55. 40. Hunt TK. Control switchboard in wound healing - macrophages as operator, International symposium of tissue repair. Pattaya, Thailand: 1990. 41. Thomas S, Barrow RE, Herndorn DN. History of the treatment of burns. In: Herndorn DN (editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders; 2002. p. 1-5. Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 38 10 Penggunaan Antibiotik Rekomendasi Standard Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu standard Guidelines Jenis antibiotik yang diberikan berpedoman pada: 1. hasil pemeriksaan kultur dan resistensi - pemeriksaan spesimen yang diambil dari pasien - pengambilan sampel untuk tujuan survailens nosokomial ditetapkan pada hari ketiga pasca tindakan pemasangan iv line, kateter, pipa endotrakeal dan instrumen lainnya - pengambilan sampel jaringan luka (biopsi), untuk menghitung populasi kuman. 2. pola kuman - kondisi yang disebutkan dalam alinea kedua diatas, sebelum hasil pemeriksaan kultur dan resistensi diperoleh - pola kuman ini dikeluarkan secara periodik (tiap 3 bulan) oleh PPIRS (Panitia Pengendalian Infeksi-nosokomial Rumah Sakit ) 3. tidak bersifat nefrotoksik, tidak bersifat hepatotoksik. 4. hal-hal lain yang berlaku umum untuk pemberian obat-obatan (reaksi hipersensitif, murah, mudah dicapai) Penatalaksanaan 1. Pemberian antibiotik sebagai profilaksis tindakan bedah - Pada tindakan débridement, nekrotomi dan pencucian luka maupun skin grafting, diberikan antibiotik profilaksis dosis tunggal melalui jalur intravena 30 menit pra bedah. 2. Untuk memperkecil kemungkinan infeksi yang berasal dari saluran cerna, daerah anus, vagina dan semua liang dicuci dengan peroksida 3%. 3. Pemberian antibiotik sistemik baik per oral maupun per enteral, menunggu hasil pemeriksaan kultur dan resistensi. Seringkali dirasakan perlu memberikan antibiotik, sebelum ada hasil kultur dan resistensi; dalam hal ini pemberian mengacu pada pedoman pemberian pola kuman, untuk kemudian disesuaikan dengan hasil pemeriksaan. 4. Pemberian antibiotik topikal dalam perawatan luka a. Bila dijumpai eskar, dapat diberikan: i. deposisi cairan/dilusi mengandung antibiotik di daerah subeskar dengan melakukan eskarotomi sebelumnya atau tanpa melakukan eskarotomi (klisis) ii. silver sulfadiazin, dioleskan tipis merata. 39 b. Bila tidak dijumpai eskar, diberikan antibiotik jenis lain, kadang diperlukan anti-jamur (Nebacetin dan Amphotericin B); menggunakan metode moist dressing Overview Dalam pemberian antibiotik, harus diperhatikan pedoman dan petunjuk pemberian yang rasional, apakah untuk tujuan profilaksis atau terapetik. Sebagai profilaksis, beberapa jenis bakteri yang terdiri dari bakteri gram positif maupun negatif yang umum dijumpai pada luka dapat dijadikan pedoman. Pemberian untuk tujuan terapetik pada wound sepsis didasari atas kultur yang diambil dari biopsi luka untuk membuktikan adanya wound sepsis sekaligus mengetahui derajat invasi bakterial, bukan dari wound swab. Beberapa jenis antibiotik perlu dipertimbangkan betul bahkan sedapat mungkin dihindari penggunaannya pada luka bakar karena bersifat iritan maupun toksik. Proses - Antibiotik untuk tujuan profilaksis diberikan 30 menit sebelum tindakan medik maupun tindakan pembedahan. Untuk tujuan terapetik, jenis Antibiotik yang diberikan sangat tergantung pada hasil biopsi luka; namun sebagai pegangan dapat diberikan jenis antibiotik yang ditujukan untuk: - Bakteri gram positif (tidak terlalu virulen) pada hari pertama s/d kelima - Bakteri gram negatif yang bersifat virulen mulai hari kelima s/d kesepuluh. Dasar ilmiah Pemberian antibiotik harus didasari pada pedoman pemberian antimiroba rasional, yaitu mempertimbangkan indikasi, cara pemberian, lama pemberian, jenis, rute, efek samping dan biaya. Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan (indikasi): - Sebagai profilaksis pada kondisi kehilangan jaringan terutama kulit yang berperan sebagai sawar terhadap infeksi, atau pada beberapa prosedur medik (insersi kateter vena sentralis, insersi iv line, insersi kateter urin, dsb) dan tindakan pembedahan. - Mengatasi infeksi yang sudah terjadi Pemilihan jenis antibiotik sangat tergantung pada jenis kuman penyebab infeksi, atau kuman-kuman yang berpotensi tinggi menimbulkan infeksi. - Dalam 3-5 hari pertama, populasi kuman yang dijumpai pada luka adalah bakteri gram positif yang non-patogen. - Sedang hari ke5-10 populasi kuman yang dijumpai adalah bakteri gram negatif yang bersifat patogen. Untuk mengetahui ada/tidaknya infeksi jaringan (wound sepsis), pengambilan sampel tidak dilakukan dengan mengambil swab eksudat di atas luka karena kuman yang dijumpai belum tentu menyebabkan infeksi sekalipun jumlahnya mencukupi / memenuhi kriteria suatu infeksi (>105/mm3 jaringan). Adanya invasi ke jaringan oleh kuman penyebab diketahui melalui pemeriksaan biopsi luka (Stadium I-III menurut kriteria Schwarz). Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 40 Hindari penggunaan antibiotik yang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan bakteri aerob-anaerob dan kuman-kuman komensal yang bersifat non-patogen. Hindari pula penggunaan antibiotik yang bersifat toksik / iritasi terhadap jaringan: - Sistemik: nefrotoksik, hepato-toksik - Topikal: sito-toksik Bakteri anaerob berperan dalam memelihara keseimbangan flora normal khususnya di dalam lumen saluran cerna, dengan memelihara suasana di mukosa. Dengan pemberian antibiotik yang bertujuan membunuh bakteri ini, keseimbangan terganggu, sehingga bakteri komensal berubah sifat menjadi oportunistik. Dengan adanya defek (disrupsi) mukosa yang terjadi pada syok (hipoperfusi splangnikus), akan sangat mudah berlangsung translokasi bakteri penyebab sepsis. Antibiotik poten yang membunuh hampir semua jenis bakteri akan menyebabkan lisis dinding sel bakteri, toksin dilepas ke sirkulasi semakin banyak, memicu sepsis. Antibiotik topikal yang bersifat iritan dan atau toksik terhadap jaringan akan memicu proses inflamasi jaringan; semakin kuat iritasi yang ditimbulkan, semakin hebat reaksi inflamasi yang timbul. Kondisi ini akan berlanjut dengan pelepasan mediator proinflamasi yang memicu timbulnya SIRS. Silver sulfadiazin, klorheksidin, povidon iodine bersifat iritan kuat s/d lemah terhadap jaringan, pemberiannya memicu dilepaskannya Metaloproteinase (MMP1) yang memicu proses inflamasi dan terhambatnya proses penyembuhan (epitelisasi). Pemilihan jenis antibiotik - Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga tidak diperlukan antibiotik. - Pada hari ketiga sampai ketujuh, luka didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut, kelenjar sebasea, dsb), sedangkan setelah 5-7 hari, populasi bakteri digantikan oleh bakteri gram negatif yang lebih virulen. Pemberian antibiotik secara empirik didasari pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada. Pemberian antibiotik yang tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi. Antibiotik topikal Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara lain silver sulfadiazin, mafenide asetate, povidone-iodine, gentamisin sulfat, bacitracin/polymixin, nitrofurantoin, mupirocin (Bactroban ) dan nystatin. - Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an, tersedia dalam bentuk krim 1%, efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps. aurogenosa, mikroba enterik dan Can. albicans. Sedangkan untuk Staph.aureus dan Klebsiella sp. silver sulfadiazin tidak efektif. Daya penetrasi terbatas sampai epidermis. Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini, umumnya adalah rasa nyeri, pembentukan eksudat masif, lisis dan separasi eskar (=degradasi luka) yang berlangsung sangat 41 cepat, gangguan / hambatan proses penyembuhan luka, pengrusakan fibroblas, granulosit dan leukopenia. - Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia). Merupakan solusio 10%, memiliki efektifitas antimikrobia luas, terutama terhadap Ps. Aurogenosa dan Clostridium. Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan metabolisme, karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase. - Povidone-iodine ointment 10% memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal) bila sudah berada dalam bentuk cair. Povidone-iodine paling efektif mengendalikan populasi / mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam. Permasalahan yang dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi, dan bila digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal. - Gentamicin sulfate sebagai krim 0.1%, sebagaimana golongan aminoglokosida lain memiliki spektrum antimikroa luas. Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps. aurogenosa. - Nitrofurantoin. Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten terhadap metisilin, gram-negatif selain Ps. aurogenosa (efektifitasnya mencapai 75%). - Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps. Fluoresence yang dikenal sebagai pseudomonic acid A. Efektif terhadap Ps. aurogenosa, Esch. coli, Kl. pneumonia dan Staph.aureus. Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin adalah terhambatnya proses penyembuhan luka. - Bacitracin/polymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft, tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar, untuk gram-negatif selain Ps. aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21%. Antibiotik sistemik Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar, dan digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan resistensi. Infeksi gram-positif. - Infeksi streptokokal Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep. pyogenes dan atau Strep. agalactiae), Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V) dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis, dilanjutkan dengan antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas. - Infeksi stafilokokal Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar, menghasilkan penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak efektif. Umumnya digunakan golongan penisilin yang Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 42 resisten terhadap penisilinase terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive, atau vancomycin untuk methicillin-resistant. - Infeksi enterokokal - Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec. Faecalis dan Ec.faecium. Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya, bakteria enterokokus tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin. Saat ini, antibiotik yang efektif (98-100%) adalah vancomycin; sedangkan carbapenem, imipenem dan aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus. Infeksi gram-negatif. Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps. aurogenosa, Esch. coli, Kl. pneumonia, dan Ent. cloacae. Antibiotik yang digunakan sangat bervariasi, dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi. Kesimpulan Penggunaan antibiotik pada luka bakar sangat penting. Dalam pemberian antibiotik, harus diperhatikan pedoman dan petunjuk pemberian yang rasional. Ada beberapa jenis antibiotik yang harus dihindari penggunaannya pada luka bakar dengan alasan tertentu. Butir-butir yang perlu diteliti Indikasi penggunaan antibiotik Jenis-jenis antibiotik yang sesuai untuk tujuan profilasksis jenis-jenis antibiotik yang sesuai untuk perawatan luka Tabel-tabel Tabel 5. Pertanda lokal infeksi pada luka bakar bercak kecoklatan atau kehitaman separasi eskar berlangsung cepat konversi luka; derajat dua menjadi derajat tiga meluasnya eritema di sekitar luka, bewarna kebiruan adanya ektima gangrenosa jaringan sub-eskar bewarna piosianotik hemoragik jaringan subkutis pembentukan abses berbagai ukuran disertai inkonsistensi jaringan sub-eskar Dikutip dari: Heggars JP, Robson MC. Infection control in burn patients. Clin Plas Surg 1986; 13:39-47 Tabel 6. Gejala tambahan dari suatu sepsis luka bakar* Sepsis oleh gram-negatif Biopsi luka menunjukkan >105 organisme/g jaringan atau adanya gambaran invasi pada jaringan vital/utuh Onset cepat: dari sehat smpai sakit antara 8-12 jam Peningkatan suhu menjadi 38o-39oC, sebagian tetap dalam batas normal (37oC) 43 Leukositosis Diikuti oleh hipotermia (34oC-35oC) dan penurunan jumlah leukosit Ileus Penurunan tekanan darah dan penurunan produksi urin Luka berkembang menjadi fokus-fokus gangren Lesi-lesi satelit jauh dari luka Perubahan status mental Sepsis oleh gram-positif Biopsi luka menunjukkan >105 organisme/g jaringan atau adanya gambaran invasi pada jaringan vital/utuh Gejala berkembang secara bertahap Peningkatan suhu mencapai >40oC Leukosit berkisar antara 20.000-50.000 Penurunan hematokrit Maserasi luka dengan eksudat melekat Anoreksia dan irrational Ileus Penurunan tekanan darah dan produksi urin *Bila dijumpai lima atau lebih gejala/tanda merupakan parameter yang memenuhi kriteria diagnostik Dikutip dari: Heggars JP, Robson MC. Infection control in burn patients. Clin Plas Surg 1986; 13:39-47 Tabel 7. Diagnosis klinik SIRS menurut konsensus American College of Chest Physician dan the Society of Critical Care Medicine tahun 1991 1. Hipertermia (> 38 C) atau hipotermia (< 36 C) 2. Takikardia (frekuensi nadi > 90 kali per menit) 3. Takipnu (frekuensi nafas > 20 kali per menit) atau PaCO2 < 32 mmHg (< 4,3 kPa) 4. Leukositosis (> 12000 sel per mm3), leukopenia (< 4000 sel per mm3) atau dijumpai > 10% netrofil imatur (band). Kriteria klinis yang digunakan dalam menegakkan diagnosis SIRS mengikuti hasil, yaitu bila dijumpai 2 atau lebih manifestasi tersebut di atas. Tabel 8. Kriteria diagnosis sepsis luka bakar menurut Heggers (1986) : bila dijumpai > 5 gejala dari beberapa gejala di bawah ini 1. Takipnu (>40 kali / menit pada dewasa) 2. Ileus berkepanjangan 3. Hiper- atau hipotermia (>38.5oC atau <36 .5oc=".5oc" 4.="4." 5.="5." 6.="6." leukositosis="leukositosis" mental="mental" mm3="mm3" perubahan="perubahan" sel="sel" status="status" trombositopenia="trombositopenia">15.0 sel/mm3) atau -penia (<3 .5=".5" 1.="1." 7.="7." 9.="9." asidosis="asidosis" atau="atau" dapat="dapat" diajukan="diajukan" dijelaskan="dijelaskan" dkk.="dkk." hiperglikemia="hiperglikemia" hipertermia="hipertermia" housinger="housinger" kriteria="kriteria" mm3="mm3" oleh="oleh" penyebabnya="penyebabnya" sel="sel" tabel="tabel" tidak="tidak" yang="yang">38.5oC) atau hipotermia (<36oc 2.="2." 3.="3." 4.="4." 44="44" 5.="5." 6.="6." atau="atau" bakar="bakar" c-reactive="c-reactive" cairan="cairan" disebut-sebut="disebut-sebut" drastis="drastis" kebutuhan="kebutuhan" leukopenia="leukopenia" leukositosis="leukositosis" luka="luka" meningkat="meningkat" mm3:="mm3:" oksigen="oksigen" penanda="penanda" penatalaksanaan="penatalaksanaan" peningkatan="peningkatan" petunjuk="petunjuk" praktis="praktis" protein="protein" sangat="sangat" sebagai="sebagai" sepsis="sepsis" trombosit="trombosit" yang="yang">5ng/ml. Sachse dkk (1999) menganggap CRI sebagai marker of sepsis; karena peningkatan CRP terjadi 2.3 hari lebih awal dari perubahan hitung trombosit maupun manifestasi klinik lainnya 7. Procalcitonin (PCT), suatu bentuk inaktif dari hormone calcitonin (propeptida asam amino 116), juga merupakan penanda sepsis dengan sensitivitas 42%, spesifisitas 67% dan efisiensi 57%. Tabel 10. Stadium invasi bakterial ke jaringan menurut Schwarz : Stadium I – Kolonisasi jaringan non-vital a. Kolonisasi superfisial, oleh mikroorganisme yang terdapat di permukaan luka bakar b. Penetrasi mikrobial, oleh mikroorganisme yang ada di eskar c. Proliferasi sub-eskar, multiplikasi mikroorganisme di jaringan sub-eskar Stadium II - Invasi ke jaringan vital a. Mikro-invasi, fokus-fokus mikroskopik mikroorganisme di jaringan non-cedera yang letaknya berada langsung di bawah luka bakar b. Invasi menyeluruh (generalisata), penetrasi mikroorganisme bersifat multifokal dan difus ke jaringan subkutan dan jaringan vital lainnya c. Invasi mikrovaskular, mikroorganisme berada di pembuluh-pembuluh darah kecil dan limfe di daerah non-cedera Tabel 11. Kriteria diagnosis dan identifikasi penyebab sepsis luka bakar menurutHeggers. 1) Biopsi luka untuk mikroba: >105 organisme/g jaringan dan / atau pemeriksaan histologik menunjukan invasi ke jaringan 2) Kultur darah positif 3) Infeksi saluran kemih: mikroba > 105 organisme/ml urin 4) Infeksi paru: mikroba dan leukosit pada sputum. Tabel 12. Kriteria Multisystem Organ Dysfunction Syndrome a) Cardiovascular failure Frekuensi jantung < 54 kali per menit Mean Arterial Pressure <49mmhg 5="5" atau="atau" b="b" dengan="dengan" failure="failure" fibrilation="fibrilation" frekuensi="frekuensi" keduanya="keduanya" mmhg="mmhg" or="or" paco2="paco2" pernafasan="pernafasan" ph="ph" respiratory="respiratory" serum="serum" tachycardia="tachycardia" ventricular="ventricular"> 49 kali per menit PaCO2 >50mmHg AaDO2 >350mmHg (AaDO2 = 713 FiO2 – PaCO2 – PaO2) Kebutuhan penggunaan ventilator sebelum hari keempat saat diagnosis organ failure ditegakkan (catatan: kriteria organ failure sebelum 72 jam tidak dapat diterima) c) Renal failure Produksi urin < 479ml/24jam or <159ml blood="blood" jam="jam" nitrogen="nitrogen" urea="urea">100mg/dl Serum Creatinine > 3.5mg/dl d) Hematologic failure Leukosit < 1000/mm3 Trombosit < 20.000 sel/mm3 Hematocryte < 20% e) Neurologic failure Glassgow Coma Scale <6 0.4="0.4" 0="0" 10cm="10cm" 13.="13." 1="1" 2="2" 45="45" a="a" atau="atau" dan="dan" dengan="dengan" diagnosis="diagnosis" dkk="dkk" failure="failure" fio2="fio2" h2o="h2o" membutuhkan="membutuhkan" mods="mods" oris="oris" peep="peep" penggunaan="penggunaan" pulmonary="pulmonary" scoring="scoring" sedation="sedation" system="system" tabel="tabel" tidak="tidak" untuk="untuk" ventilator="ventilator" without="without">10cm H2O dan / atau FiO2 > 0.4 b) Cardiac failure 0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif 1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan tekanan darah >100mmHg, misalnya loading cairan atau penggunaan zat vasoaktiv (dopamine <10 2="2" atau="atau" darah="darah" g="g" hipotensi="hipotensi" kg="kg" memerlukan="memerlukan" mempertahankan="mempertahankan" menit="menit" nitroglycerin="nitroglycerin" periode="periode" tekanan="tekanan" tindakan="tindakan" untuk="untuk" yang="yang">100mmHg, misalnya loading cairan atau penggunaan zat vasoaktiv (dopamine >10μg/kg/menit atau nitroglycerin >20μg/kg/menit ) c) Renal failure 0 Serum cretinine normal (<20mg 1="1" creatinine="creatinine" dl="dl" serum="serum">20mg/dl 2 Memeperlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal d) Hepatic failure 0 SGOT <25unit 1="1" bilirubin="bilirubin" dl="dl" mg="mg" sgot="sgot">25<50unit bilirubin="bilirubin">2mg/dl <6mg 2="2" dl="dl" sgot="sgot">50unit/L, Bilirubin >6mg/dl e) Hematologic failure 0 Leukosit dan trombosit normal 1 Leukosit >30X106/L <60x106 2="2" atau="atau" leukosit="leukosit" trombosit="trombosit" x106="x106">60X106/L, diathesis hemoragic f) Gastrointestinal tract failure 0 Normal function 1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus 2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah >2U dalam 24 jam, necrotizing enterocolitis, pancreatitis, perforasi gall bladder spontan g) Central Nervous System failure 0 Fungsi normal 1 Respons lambat/menurun 2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati Keterangan: 0 = Tidak ada MODS, 1 = Moderat, 2 = Berat Daftar pustaka 1. Thomas S, Barrow RE, Herndorn DN. History of the treatment of burns. In: Herndorn DN (editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders; 2002. p. 1-5. 2. Lawrence JC. Burns and scalds: Aethiology and prevention. In: Settle JAD (editor). Principles and practice of burn management. New York: Churchill Livingstone; 1996. p.3-28. 3. Cox E, Tseng DS, Powell I. Trends in falls, poisoning, drowning and burns. Wincosin: 1986-1996. Wincosin med J. vol 100 no 2, 2001; p.39-42. 4. World Health Organization. Department of injuries and violence prevention. The injury chart book: A graphical ovewrview of the global burden injuries. Burn mortality rate available in website: http:/www.whqlibdoc.who.int/publications/924156220X.pdf. 5. 5th Nordic Safe Community Conference, Helsinki Finland. 26-29 August 2003, available in website: http://www.safecommunity.net/Conferences/Helsinki/Helsinki%202003.ppt 6. Pruitt BA, Goodwin CW, Mason AD. Epidemiological, dermographic and outcome characteristics of burn injury. In: Herndon DN (editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders; 2002. p. 2-16. 7. Kao CC, Garner WL. Acute burns. Plast. Reconstr. Surg. 105: 2482, 2000. Available in website:http://www.medscape.com/viewarticle/437260 Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 46 8. Babalova M, Blahova J, Kralikova K, Krcmery V, Hanzen J, Balogova O, et all. Transfer of resistance to 3rd generation cephalosporins and aztreonam in strains of Klebsiella pneumoniae producing extended spectrum beta-lactamases. Epidemiol Mikrobiol Immunol 1999 ; 48(1):21-7. 9. Offner PJ, Moore EE. Risk factors for MOF and patterns of organ failure following severe trauma. In: Baue AE, Faist E, Fry ED. Multiple organ failure, pathophysiology, prevention, and therapy. New York: Springer; 2000. p.30-43. 10. Baue AE. The complexities of sepsis and organ dysfunction. In: Baue AE, Berlot G, Gullo A (editors). Sepsis and organ dysfunction: Epidemiology and scoring systems, pathophysiology and therapy. Milano: Springer Verlag; 2000. p.23-31. 11. Moenadjat Y, Susanto I. Profil luka bakar RSUPN dr Cipto Mangunkusumo. in: Development of Cipto Mangunkusumo hospital burn unit in Indonesia: the proposal, 2003. Unpublished. 12. Bang RL, Sharma PM, Sanyal SC, Najjadah IA. Septicemia after burn injury: a comparative study. Burns 2002; 28(8): 746-751. 13. American Burn Association. Burn modules. Available in website: http://www.ameriburn.org 14. Moenadjat Y. Prognosis dan sistem skoring pada luka bakar. in: Moenadjat Y. Luka bakar: klinis praktis. Balai penerbit FKUI Jakarta: 2001. 15. Neuman P. Lung dysfunction in early phase of sepsis. In: Baue AE, Berlot G, Gullo A (editors). Sepsis and organ dysfunction: The challenges continuous. Milano: Springer Verlag; 2000. p.17-33. 16. Tomashefsky JF. Acute respiratory distress syndrome: Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome. Clin chest med 2000; vol 21 no.3. Available in website: http://www.home.mdconsult.com/das/article/body/1/jorg 17. Steinberg KP, Hudson LD. Acute respiratory distress syndrome: Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome, the clinical syndrome. Clin chest med 2000; vol 21 no.3. Available in website: http://www.home.mdconsult.com/das/article/body/1/jorg 18. Adianto S, Moenadjat Y. Trakeostomi pada luka baker dengan cedera inhalasi, studi retrospektif di unit luka bakar RSUPN Cipto Mangunkusumo. Unpublished; 2001. 19. Mokhtar, Moenadjat Y. Trakeostomi pada luka bakar dengan cedera inhalasi: sebagai tindakan pencegahan ARDS. Unpublished; 2002. 20. Jeo WS, Moenadjat Y. Factors affecting severe burn mortality rate: a five year evaluation in Cipto Mangunkusumo hospital burn unit. Indones J Surg 2000. 21. Heggers JP, Hawkins H, Edgar P, Villarreal C, Herndorn DN. Treatment of infection in burns. In: Herndorn DN (editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders; 2002. p.11,120-169. 22. Moenadjat Y. Luka bakar: klinis praktis. edisi revisi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. p.4, 23-28. 23. Hinshaw LB, Lee PA, Pryor RW. Pathogenesis and therapy of the multi-system organ failure. In: Pollock AV (editor). Immunology in surgical practice: an introduction for surgeons. Edition. London: Edward Arnold; 1991. p. 350-356. 47 11 Flowsheet Penatalaksanaan perawatan Instalasi Gawat Darurat Triage Penatalaksanaan ABC Cederatologi Pembebasan jalan nafas, termasuk krikotiroidotomi, trakeostomi atau pemasangan pipa endotrakeal Pemasangan iv line Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium Penatalaksanaan resusitasi cairan Penimbangan Berat Badan dan pengukuran Panjang Badan Pasien dibersihkan (pakaian kotor dilepaskan) Pemasangan kateter Pengambilan sampel urin untuk pemeriksaan laboratorium Pemasangan Kateter Central Venous Pressure Pemasangan Pipa nasogastrik, pada saat pemasangan pipa endotrakeal Ruang Resusitasi Kasus dengan cedera Inhalasi Kasus dengan gangguan mekanisme bernafas Kasus dengan syok Luas lebih dari 25-30% Kasus anak lebih dari 10% Pasien di dorong ke Unit Luka Bakar Catatan : Dilakukan setelah keadaan sirkulasi stabil Tidak ada tanda-tanda distress pernafasan Pemeriksaan radiologik foto toraks, dilakukan sebelum pasien didorong ke Unit Luka Bakar o Setelah melakukan pemasangan pipa endotrakeal o Setelah melakukan pemasangan kateter CVP Bila ada cedera inhalasi harus didampingi oleh dokter Bila tidak ada cedera inhalasi didampingi perawat. Pasien diselimuti dengan penutup dari IGD Unit Luka Bakar Kamar operasi Idealnya dilakukan pencucian luka, débridement dan nekrotomi, dalam narkose Diusahakan sedapat mungkin pada saat pertama pasien masuk UNIT LUKA BAKAR 􀃆 Tergantung beberapa faktor, a.l: o Problema Saluran nafas dan pernafasan, sirkulasi o Kesanggupan pasien/keluarga Ruang perawatan Tergantung berat-ringan dan kepentingannya, pasien di rawat diruang perawatan intensif, ruang pemantauan khusus atau ruang perawatan biasa Ruang perawatan tidak lembab dan suhu ruangan tidak terlalu beda dengan suhu tubuh, tapi tidak sama dengan orang normal (26O C) Perawatan luka Pemberian Nutrisi Enteral (Dini) Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 48 Perawatan rehabilitatif Evaluasi dan tatalaksana gangguan psikiatrik Ruang Pencucian Pembersihan / pencucian luka dengan air mengalir (air hangat menggunakan shower) 49 12 Evaluasi dan Tatalaksana Gangguan Psikiatrik Rekomendasi Standard Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu standard Guidelines Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu guidelines Options Kelompok kasus dengan gangguan psikiatrik primer, yaitu kelompok dengan latar belakang kelainan / gangguan jiwa sebelum terjadinya cedera (sebagai kondisi premorbid). Kelompok ini dibedakan atas tiga kelompok lagi, yaitu kasus-kasus dengan kelainan / gangguan psikosis, kasus-kasus dengan kelainan / gangguan neurosis, serta kelompok dengan kelainan / gangguan kepribadian 1. Kelompok psikosis 􀂃 Mungkin cedera (luka bakar) merupakan ‘dorongan’ atau halusinasi yang timbul untuk membakar dirinya. 􀂃 Sulit dibedakan dengan gangguan kesadaran yang disebabkan oleh timbulnya manifestasi syok akibat gangguan sirkulasi 􀂃 Pasien cenderung tidak kooperatif 2. Kelompok neurosis 􀂃 Cedera (luka bakar) dengan cara membakar dirinya(attempted suicide) merupakan cara untuk mengakhiri penderitaannya. 􀂃 Relatif sulit dibedakan dengan gangguan kesadaran yang disebabkan oleh timbulnya manifestasi syok akibat gangguan sirkulasi 􀂃 Pasien tidak kooperatif dan tidak ada motivasi untuk bertahan, bahkan menolak untuk pertolongan yang diberikan 3. Kelompok dengan gangguan kepribadian Kelompok kasus dengan gangguan psikiatrik sekunder, yaitu kelompok yang mengalami gangguan jiwa setelah terjadinya cedera. Bervariasi tergantung fase luka bakar: 1. Pada fase akut / fase syok 􀂃 Pasien baru menyadari bahwa dirinya terlepas dari bencana, bayangan trauma masih lekat dan segar dalam ingatannya. 􀂃 Pada fase ini panik merupakan problema yang umum dijumpai. Kepanikan harus dibedakan dengan gangguan kesadaran akibat hipoksia yang timbul sebagai manifestasi gangguan sirkulasi (syok) 2. Pada fase subakut / fase syok dilalui 􀂃 Pasien menyadari dirinya mengalami suatu cedera (dengan derajat kerusakan tertentu). 􀂃 Problema yang timbul berkisar pada beberapa hal, antara lain: Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 50 - Menyadari kecacatan yang terjadi dan akan terjadi - Mengharapkan kesembuhan yang sempurna, sebagaimana keadaan sebelum terjadinya cedera (kembali pada kondisi semula), harapan, cemas dan ansietas - Saat menyadari kenyataan bahwa kondisinya tidak dapat kembali pada kondisi semula, timbul depresi - Problem kejiwaan berkenaan dengan tindakan operatif berulang 3. Pada fase lanjut 􀂃 Problema yang berkaitan dengan body image dan harapan kesembuhan total sebagaimana kondisi semula sebelum terjadinya cedera. 􀂃 Problema yang berkaitan dengan fungsi tubuh tertentu 􀂃 Problema yang berkaitan dengan penampilan 􀂃 Problema yang berkenaan dengan pekerjaan Overview 􀂃 Hampir semua penderita luka bakar mengalami gangguan psikiatrik; dalam berbagai derajat gangguan, baik di fase awal maupun fase lanjut. 􀂃 Penatalaksanaan gangguan dilaksanakan seawal mungkin untuk memperingan kondisi penyakit luka bakar dan mencegah gangguan psikiatrik berlanjut ke derajat yang lebih berat. Proses Bimbingan psikiatrik diperlukan sejak awal oleh tenaga spesialis kesehatan jiwa, baik untuk penderita maupun keluarga. Dasar ilmiah Gangguan psikiatrik pada kasus luka bakar dibedakan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu kelompok kasus dengan latar belakang kelainan / gangguan jiwa sebelum terjadinya cedera (sebagai kondisi premorbid), dan kelompok kasus yang mengalami gangguan jiwa setelah terjadinya cedera. Kesimpulan Bimbingan psikiatrik diperlukan sejak awal hingga akhir perjalanan penyakit luka bakar. Butir-butir yang perlu diteliti Efek obat-obat psikofarmaka terhadap sirkulasi Daftar pustaka 1. Boswick JA. Emotional problems in burns patients. In Boswick JA. The art and science of burn care. Rockville: An Aspen Publications; 1987.p271-276. 51 13 Evaluasi dan Tatalaksana Nutrisi Rekomendasi Standard Pemberian Nutrisi Enteral (NE) Dini (NED) untuk mencegah disrupsi mukosa usus (saluran cerna) dan Nutrisi Parenteral (NP) untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan energi. Guidelines Pemberian NE diberikan dalam 24jam pertama pasca cedera. Pemberian NP dilakukan saat kondisi hemodinamik stabil Overview Nutrisi sebelumnya dianggap penunjang terapi, namun saat ini diyakini merupakan salah satu strategi dalam manajemen luka bakar yang dapat mempengaruhi perjalanan penyakit luka bakar dan mempengaruhi prognosis. Pemberian Nutrisi Enteral (NE) diyakini dapat mencegah terjadinya disrupsi mukosa yang pada hipoperfusi splangnikus akibat syok. Pada kondisi awal terjadi hipometabolisme dan pada fase selanjutnya justru terjadi hipermetabolisme dan katabolisme, yang diatasi dengan pemberian nutrisi (dalam hal ini gabungan Nutrisi Enteral, NE dan Nutrisi Parenteral, NP). Proses Pemberian NE dikerjakan melalui pipa nasogastrik dimulai sejak fase akut (dalam 24jam pertama pasca cedera) melalui tetesan perlahan (terbaik menggunakan infusion pump); dengan balanced nutrition: protein 10-15%, karbohidrat 50-60%, lemak 25- 30%. Takaran ini ditingkatkan secara perlahan sampai dengan takaran yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Dasar ilmiah A. Kajian awal I. Penilaian status nutrisi 1. Anamnesis a. Riwayat nutrisi untuk memperoleh informasi mengenai asupan energi dan nutrien. b. Riwayat penyakit terdahulu, memperoleh informasi mengenai beberapa penyakit / kelainan seperti Diabetes mellitus, penyakit hati berat, penyakit ginjal, misalnya gagal ginjal, dan lain-lain 2. Pengukuran Antropometrik a. Dewasa: - Berat badan (Berat badan kering sebelum sakit, dan bukan sesudah resusitasi) - Panjang/Tinggi badan Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 52 - Taksiran perhitungan Berat badan dengan pengukuran lingkar lengan atas (LLA) dengan rumus : Perempuan : (LLA : 25,7) x Berat Badan Ideal Laki-laki : (LLA : 26,3) x Berat Badan Ideal BB Ideal : (tinggi badan – 100 ) – 10% - Tentukan indeks massa tubuh (IMT) IMT <17: -="-" 0="0" 1.="1." 10.000="10.000" 1000="1000" 100="100" 10="10" 12="12" 130="130" 13="13" 14.="14." 15="15" 18="18" 1="1" 2.="2." 2000="2000" 200="200" 20="20" 25.000="25.000" 285="285" 29="29" 2="2" 3.="3." 30="30" 39="39" 3="3" 4.="4." 400="400" 40="40" 49="49" 4="4" 500="500" 50="50" 53="53" 54="54" 55="55" 56="56" 57="57" 5="5" 60="60" 655="655" 66="66" 6="6" 75="75" 7="7" 80="80" 8="8" 90="90" 9="9" :=":" a.="a." a="a" acute="acute" ada="ada" adalah="adalah" adjusted="adjusted" af="aktivitas" aktivias="aktivias" aktivitas="aktivitas" aktual.="aktual." aktual="aktual" albumin="albumin" alfa-linolenat="alfa-linolenat" anak-anak:="anak-anak:" anak-anak="anak-anak" anak="anak" arginin:="arginin:" asam="asam" aspirasi:="aspirasi:" aspirasi="aspirasi" atas="atas" atau="atau" awal="awal" b.="b." b="b" badan="badan" bahan-bahan="bahan-bahan" bahan="bahan" baik.="baik." bakar:="bakar:" bakar="bakar" baring="baring" basal="basal" bawah="bawah" bb="bb" bebas="bebas" beberapa="beberapa" bentuk="bentuk" berada="berada" berasal="berasal" berat="berat" berdasarkan:="berdasarkan:" berdasarkan="berdasarkan" berdiri="berdiri" berikut="berikut" bertahap="bertahap" besarnya="besarnya" biasa="biasa" bila="bila" bmr="bmr" body="body" boleh="boleh" botol="botol" bw="[(BB" c.="c." c="c" cair="cair" cairan="cairan" cerna="cerna" cincang="cincang" cm="cm" daging="daging" dalam="dalam" dan="dan" dapat="dapat" darah:="darah:" darah="darah" dari:="dari:" dari="dari" dengan="dengan" derajat="derajat" dewasa="dewasa" di="di" diare="diare" diberi="diberi" diberikan:="diberikan:" diberikan="diberikan" dibutuhkan:="dibutuhkan:" dibutuhkan="dibutuhkan" digunakan="digunakan" dihentikan="dihentikan" diklem="diklem" dikonversikan="dikonversikan" dilakukan="dilakukan" dilanjutkan="dilanjutkan" dimulai="dimulai" diperhitungkan="diperhitungkan" diperlukan="diperlukan" diperoleh="diperoleh" disesuaikan="disesuaikan" distress="distress" ditambah="ditambah" ditambahkan="ditambahkan" ditemukan="ditemukan" ditingkatkan="ditingkatkan" duduk="duduk" e="e" efektivitas="efektivitas" energi="energi" enhancer="enhancer" enteral="enteral" evaluasi="evaluasi" f="f" faktor="faktor" fantomalt="fantomalt" fisik:="fisik:" fisik="fisik" fisioterapi="fisioterapi" formula="formula" fs="Faktor" fungsi="fungsi" g="g" gangguan="gangguan" gastric="gastric" gastrointestinal:="gastrointestinal:" gizi="gizi" glukonat="glukonat" glukosa="glukosa" gram="gram" hamil="hamil" hari.="hari." hari="hari" harris-benedict="harris-benedict" hati="hati" ideal.="ideal." ideal="ideal" ihat="ihat" ii="ii" iii.="iii." ileus="ileus" immuno="immuno" indikasi="indikasi" indirek="indirek" ini:="ini:" itu="itu" iu="iu" iv.="iv." jalur="jalur" jam.="jam." jam:="jam:" jam="jam" jenuh="jenuh" jumlah="jumlah" kabohidrat="kabohidrat" kacang="kacang" kal:="kal:" kal="kal" kaldu="kaldu" kali="kali" kalometri="kalometri" kalori.="kalori." kalori="kalori" karbohidrat:="karbohidrat:" karbohidrat="kebutuhan" ke-1="ke-1" ke-3="ke-3" ke-4="ke-4" ke="ke" keb="keb" kebutuhan="kebutuhan" kecepatan="kecepatan" kecurigaan="kecurigaan" kedelai="kedelai" kehamilan="kehamilan" kelamin="kelamin" kelapa="kelapa" keluaran="keluaran" keluhan="keluhan" kemampuan="kemampuan" kembali="kembali" kembung="kembung" kep="kep" kepekatan="kepekatan" keterangan:="keterangan:" kg="kg" kgbb="kgbb" khusus.="khusus." kolinesterase:="kolinesterase:" komersial="komersial" kompleks="kompleks" komposisi="komposisi" kontra="kontra" kreatinin="kreatinin" kualitas="kualitas" kuantitas="kuantitas" kuprum="kuprum" kurang="kurang" laboratorium="laboratorium" laki-laki="laki-laki" laktosa.="laktosa." lamanya="lamanya" lambung="lambung" lampiran="lampiran" lebih="lebih" lemak:="lemak:" lemak="lemak" lemaknya:="lemaknya:" lengkap="lengkap" linoleat="linoleat" luas="luas" luka="luka" lunak="lunak" maka="maka" makanan="makanan" maksimal="maksimal" maltodekstrin="maltodekstrin" melalui="melalui" memungkinkan.="memungkinkan." memungkinkan="memungkinkan" mencapai="mencapai" menggunakan="menggunakan" menit="menit" menjadi="menjadi" menurut="menurut" metabolisme="metabolisme" mg="mg" mikronutrien="mikronutrien" mineral="mineral" minyak="minyak" mj="mj" ml="ml" mual="mual" mungkin="mungkin" muntah="muntah" nasogastric="nasogastric" nasogastrik="nasogastrik" nchs="nchs" nilai="nilai" nitrogen="nitrogen" nukleotida="nukleotida" nutrien:="nutrien:" nutrisi="nutrisi" o="o" obesitas="obesitas" omega-3:="omega-3:" omega-3="omega-3" omega-6="omega-6" on="on" oral="oral" pada="pada" panjang="panjang" pasang="pasang" pemberian:="pemberian:" pemberian="pemberian" pemeriksaan="pemeriksaan" penatalaksanaan="penatalaksanaan" penderita="penderita" penentuan="penentuan" pengaruh="pengaruh" penilaian="penilaian" peningkatan="peningkatan" penyakit="penyakit" perbandingan="perbandingan" perempuan="perempuan" perhitungan="perhitungan" perifer="perifer" perlahan-lahan="perlahan-lahan" pernapasan="pernapasan" persamaan="persamaan" persentase="persentase" petunjuk="petunjuk" pipa="pipa" praktis="praktis" protein:="protein:" protein="protein" r.s.="r.s." rantai="rantai" rebus="rebus" rendah="rendah" residual="residual" respiratory="respiratory" retensi="retensi" ringan="ringan" rs="rs" rumus="rumus" saluran="saluran" sama="sama" sampai="sampai" sdm="sdm" sebagai="sebagai" sebanyak="sebanyak" secara="secara" sedang="sedang" sederhana="sederhana" sedini="sedini" sekitar="sekitar" selama="selama" selanjutnya="selanjutnya" selenium="selenium" semula="semula" seperti="seperti" sesuai="sesuai" setelah="setelah" seterusnya="seterusnya" setiap="setiap" sewaktu="sewaktu" simpleks="simpleks" sindrom="sindrom" sisanya="sisanya" status="status" stres:="stres:" stres="stres" sumber:="sumber:" susu="susu" syndrome="syndrome" tabel="tabel" tablet="tablet" tahun="tahun" tak="tak" tanah="tanah" tb="tb" telah="telah" tempat="tempat" tentukan="tentukan" terbaik="terbaik" tercapai="tercapai" terdapat="terdapat" terdiri="terdiri" terhadap="terhadap" tersebut="tersebut" tetes="tetes" tetesan="tetesan" tidak="tidak" tidur="tidur" tinggi="tinggi" tirah="tirah" toleransi="toleransi" total.="total." total="total" traktus="traktus" trigliserid="trigliserid" tube="tube" u="u" ulang.="ulang." umur="umur" unit="unit" untuk="untuk" urea="urea" ureum="ureum" urin="urin" usia="usia" v.="v." vitamin="vitamin" volume="volume" wanita="wanita" weight="weight" x="x" yaitu="yaitu" yang="yang" zink="zink">40%) Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral 1. Pemberian Nutrisi Enteral (A) 􀂃 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 – 12 F 􀂃 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT 􀂃 Berikan formula komersial 􀂃 Pada awal pemberian: o Kepekatan 1 Kal/mL o Kecepatan tetesan 15 tetes/menit dengan pompa infus. Bila ditemukan kesulitan dalam pemberian tetesan, kepekatan formula dikurangi menjadi 0,7 Kal/mL (C) o Evaluasi setelah 1 jam 􀂃 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam. Selanjutnya dilakukan aspirasi: o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL, maka pemberian nutrisi dihentikan selama 2 jam. Setelah itu dilakukan aspirasi ulang. Bila cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL, pemberian nutrisi dilanjutkan kembali dengan tetesan seperti semula (C) o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL, maka nutrisi dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan 􀂃 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam ( B) 􀂃 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral, secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa, bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik. (C) 2. Pemberian Nutrisi Parenteral (B) 􀂃 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan, maka dilakukan pemberian secara parenteral. Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap, mengandung karbohidrat, lemak dan protein. 􀂃 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan flebitis. Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 58 VI. Monitoring dan Evaluasi (C) 􀂃 Keadaan umum 􀂃 Pemeriksaan fisik: tanda-tanda vital 􀂃 Penimbangan BB tiap 3 hari 􀂃 Pemeriksaan toleransi traktus gastrointestinal: o Produk pipa nasogastrik (kualitas dan kuantitas) o Keluhan subyektif (mual, diare, dsb) o Analisis asupan setiap hari: dilakukan oleh perawat ruangan dan dietisien 􀂃 Pemeriksaan laboratorium o Awal: - Albumin darah - Bila kadar albumin 2,5 g/dL, berikan infus Albumin - Gula darah sewaktu - Ureum dan kreatinin darah o Setiap hari: 􀂃 Gula darah (pada stres metabolisme, kadar gula darah dapat meningkat), tetapi bila kadar gula darah >150 mg/dL maka harus dilakukan: - Restriksi karbohidrat simpleks - Pemberian insulin drip untuk menjaga kadar gula darah 80 - 110 mg/dL dengan pemantauan ketat pemeriksaan gula darah setiap jam.(C) 􀂃 Trigliserida darah (pada stres metabolisme dapat mencapai <300 -1150.="-1150." -3="-3" -="-" .2001=".2001" .continuation=".continuation" 0.4="0.4" 0.5mm="0.5mm" 0.6mg="0.6mg" 1-26="1-26" 1-70="1-70" 1.="1." 10.="10." 100.="100." 100="100" 101.="101." 102.="102." 103.="103." 103:="103:" 104.="104." 105.="105." 106.="106." 107.="107." 108.="108." 109.="109." 10="10" 10f="10f" 10ml="10ml" 11.="11." 110.="110." 111.="111." 112.="112." 113.="113." 113="113" 114.="114." 115.="115." 116.="116." 11="11" 12.="12." 124:="124:" 1250="1250" 1285-93="1285-93" 12f="12f" 13.="13." 14.="14." 14="14" 14f="14f" 15.="15." 15="15" 16.="16." 17.="17." 174="174" 17:1146="17:1146" 18.="18." 19.="19." 1974="1974" 1984="1984" 1986="1986" 1987.="1987." 1987.p266-270.="1987.p266-270." 1987.p299-306.="1987.p299-306." 1989="1989" 1990="1990" 1991.="1991." 1991="1991" 1992="1992" 1993="1993" 1994="1994" 1995="1995" 1996.="1996." 1996="1996" 1997="1997" 1998="1998" 1999="1999" 19="19" 1="1" 1cm="1cm" 2.5mm="2.5mm" 2.="2." 20.="20." 2000.="2000." 2000="2000" 2000ml="2000ml" 2001="2001" 2002="2002" 2003.="2003." 2003="2003" 200="200" 207-39.="207-39." 20mg="20mg" 20o="20o" 21.="21." 213:177-183="213:177-183" 22.="22." 23.="23." 2334-7.="2334-7." 24.="24." 240-67.="240-67." 24="24" 25.="25." 2500="2500" 258.="258." 25:="25:" 26.="26." 27.="27." 28.="28." 29.="29." 297="297" 2="2" 3.5mm="3.5mm" 3.="3." 30.="30." 305="305" 309-46.="309-46." 31.="31." 312:869-71="312:869-71" 32.="32." 327:117-8="327:117-8" 33.="33." 34.="34." 341:785-92.="341:785-92." 35.="35." 35="35" 36.="36." 37.="37." 38.="38." 39.="39." 3="3" 3rd="3rd" 4.="4." 40.="40." 408="408" 41.="41." 42.="42." 43.="43." 434="434" 439.="439." 44.="44." 45.="45." 46.="46." 47.="47." 48.="48." 49.="49." 4ml="4ml" 5.5mm="5.5mm" 5.="5." 50.="50." 51.="51." 515-20.="515-20." 52.="52." 53.="53." 54.="54." 55.="55." 554-74.="554-74." 56.="56." 57.="57." 58.="58." 59.="59." 59:="59:" 59="59" 5="5" 6.="6." 60.="60." 60="60" 61.="61." 61="61" 62.="62." 62="62" 63.="63." 63="63" 64.="64." 64="64" 65.="65." 65="65" 66.="66." 66="66" 67.="67." 67="67" 68.="68." 68="68" 69.="69." 69="69" 7.="7." 70.="70." 70="70" 71.="71." 71="71" 72.="72." 72="72" 73.="73." 73="73" 74.="74." 74="74" 75.="75." 75="75" 76.="76." 76="76" 77.="77." 77="77" 78.="78." 78="78" 79.="79." 797-800.="797-800." 79="79" 7="7" 8.="8." 80.="80." 80="80" 81-6.="81-6." 81.="81." 81="81" 82.="82." 83.="83." 831-7="831-7" 84-5.="84-5." 84.="84." 85.="85." 86.="86." 87.="87." 870-5.="870-5." 88.="88." 89.="89." 8f="8f" 8mm="8mm" 9.="9." 90.="90." 90o="90o" 91.="91." 92.="92." 93-5.="93-5." 93.="93." 94.="94." 95-6.="95-6." 95.="95." 951-5.="951-5." 96-8.="96-8." 96.="96." 97.="97." 98.="98." 99.="99." 9mm="9mm" :526=":526" :78=":78" :834-40=":834-40" :=":" a.="a." a="a" ab="ab" abdominal="abdominal" abduksi="abduksi" access="access" accp="accp" acial="acial" acid="acid" acids="acids" acosta="acosta" acute="acute" acutely="acutely" ad-hoc="ad-hoc" ada="ada" adanya="adanya" adaptasi="adaptasi" addai="addai" addendum="addendum" administration.="administration." administration="administration" adult="adult" adults.="adults." advancement="advancement" advancements="advancements" after="after" afzal="afzal" ag="ag" agar="agar" aidoo="aidoo" air="air" airway="airway" akan="akan" akibat="akibat" akintorin="akintorin" aks="aks" aktif="aktif" aktifitas="aktifitas" akut="akut" al-tawil="al-tawil" al..="al.." al.="al." al:="al:" al="al" alat="alat" albumin="albumin" allison="allison" alpers="alpers" am.="am." am="am" aman="aman" ambalavanan="ambalavanan" ambulasi="ambulasi" american="american" ameta-analisys="ameta-analisys" amino="amino" an="an" anak-anak="anak-anak" anak="anak" analisis="analisis" analysis.="analysis." analysis="analysis" anamnesis="anamnesis" anatomical="anatomical" and="and" anderton="anderton" andes="andes" andoh="andoh" andrassy="andrassy" andrews="andrews" anestesi="anestesi" ang="ang" angkat="angkat" ann="ann" annals="annals" antara="antara" antenatal="antenatal" antikontraktur="antikontraktur" antioxidant="antioxidant" antisepsis="antisepsis" apj="apj" approach="approach" apr="apr" ar="ar" arahkan="arahkan" arch="arch" ardiac="ardiac" arly="arly" arnold="arnold" arrest="arrest" art="art" as="as" asing="asing" asistif="asistif" aspen="aspen" aspirasi="aspirasi" aspiration="aspiration" assessment="assessment" associated="associated" asystematic="asystematic" atas="atas" atau="atau" athlin="athlin" atlanto-osipital="atlanto-osipital" atropin="atropin" attaributed="attaributed" attrillh="attrillh" auskultasi="auskultasi" austin="austin" awal.="awal." awal="awal" b.="b." b="b" bab="bab" bacteria="bacteria" bacterial="bacterial" badan="badan" bag="bag" bagian="bagian" bahu="bahu" bak="bak" bakar:="bakar:" bakar="bakar" baker="baker" balasse="balasse" balon="balon" balut="balut" bantal="bantal" bantu="bantu" bantuan="bantuan" bar="bar" barrientos="barrientos" barry="barry" basal="basal" basics="basics" basin="basin" batasi="batasi" batients="batients" batista="batista" bawah="bawah" bayi="bayi" be="be" beale="beale" beberapa="beberapa" become="become" bed="bed" bedah="bedah" bedigian="bedigian" beier-holgersen="beier-holgersen" bekerjasama="bekerjasama" bellomo="bellomo" benang="benang" benar="benar" benda="benda" beneficial="beneficial" bengkokkan="bengkokkan" benitez="benitez" bennet="bennet" bensaid="bensaid" bentuk="bentuk" berada="berada" berat="berat" berbagai="berbagai" berbeda="berbeda" berdasarkan="berdasarkan" berger="berger" bergerak="bergerak" berhias="berhias" beri="beri" berikan="berikan" berisi="berisi" berkaitan="berkaitan" berkesinambungan="berkesinambungan" berne="berne" berpakaian="berpakaian" berseth="berseth" bertahap:="bertahap:" bertekanan="bertekanan" bertolini="bertolini" bertujuan="bertujuan" better="better" between="between" bevel="bevel" bg="bg" biarkan="biarkan" bibir="bibir" bier.="bier." bila="bila" billman="billman" bimbingan="bimbingan" binningen="binningen" biochemical="biochemical" bioresco="bioresco" birth="birth" bjm="bjm" blade="blade" blenderized="blenderized" blesa="blesa" blood="blood" blunt="blunt" bmj="bmj" board="board" bochetti="bochetti" body="body" bolus="bolus" bonelli="bonelli" bonten="bonten" booth="booth" boswick="boswick" bottle="bottle" bouchiers-="bouchiers-" boulos="boulos" br.="br." bradikardi="bradikardi" braga="braga" brain-injured="brain-injured" branstorm="branstorm" breathing="breathing" briassoulis="briassoulis" brilli="brilli" brower="brower" brown="brown" brundin="brundin" bryg="bryg" buka="buka" burn="burn" burned="burned" burns="burns" bury="bury" butir-butir="butir-butir" bw="bw" by="by" c-n="c-n" c.="c." c="c" ca.="ca." ca="ca" cabut="cabut" cairan="cairan" calder="calder" caloric="caloric" cancer.="cancer." cara="cara" cardiac="cardiac" care.="care." care="care" carlo="carlo" carlson="carlson" carr="carr" casadei="casadei" case="case" castro="castro" catatan:="catatan:" catch-up="catch-up" cause.="cause." cayeux="cayeux" cedera="cedera" cepat="cepat" cereal="cereal" cerra="cerra" cf.="cf." cg.="cg." cg="cg" ch-4102="ch-4102" chan="chan" chapman="chapman" chen="chen" chest="chest" chiarelli="chiarelli" chien="chien" child.="child." children.="children." children:="children:" children="children" chiol="chiol" chloride="chloride" choline="choline" chronic="chronic" ciocon="ciocon" circulation="circulation" circulatory="circulatory" cisapride="cisapride" cj.="cj." cj="cj" cl.="cl." cl="cl" clapping="clapping" clin="clin" clinical="clinical" cm="cm" co:="co:" co="co" coll="coll" college="college" colonization="colonization" commercial="commercial" company="company" compared="compared" comparing="comparing" comparison="comparison" complication="complication" complications.="complications." complications="complications" components="components" compred="compred" compromise.="compromise." conclusion="conclusion" consensus="consensus" consistency="consistency" consumption="consumption" contamination="contamination" continuous="continuous" controlled="controlled" coplin="coplin" coronary="coronary" cost="cost" coughing="coughing" courses.2nd="courses.2nd" cr.="cr." crit="crit" critical="critical" critically="critically" croce="croce" cuff="cuff" cultures.="cultures." current="current" cw="cw" czech="czech" d.="d." d="d" da.="da." dada="dada" daerah="daerah" daftar="daftar" dairrhoea="dairrhoea" dalam:="dalam:" dalam="dalam" dan="dan" dana="dana" dapat="dapat" darah="darah" dari:="dari:" dari="dari" darurat:="darurat:" darurat="darurat" dasar="dasar" data="data" davies="davies" dawson="dawson" db.="db." dba.="dba." de="de" death="death" dec="dec" dechicco="dechicco" decrease="decrease" decreases="decreases" decreasing="decreasing" defined="defined" definition.="definition." definition="definition" deformitas="deformitas" dehne="dehne" deitch="deitch" dekat="dekat" delaborde.="delaborde." delaborde="delaborde" delayed="delayed" delivery="delivery" dem="dem" demichele="demichele" dengan="dengan" depan="depan" depresi="depresi" derajat="derajat" detik="detik" detsky="detsky" development="development" devi="devi" device="device" dewasa="dewasa" df.="df." dh="dh" di="di" diagnosis="diagnosis" diantara="diantara" diarrhea="diarrhea" dibandingkan="dibandingkan" diberikan="diberikan" dibutuhkan="dibutuhkan" diet="diet" dietary="dietary" diets.="diets." diets:="diets:" diets="diets" diette="diette" diganjal="diganjal" digestive="digestive" dijumpai="dijumpai" dikenal="dikenal" dikerjakan="dikerjakan" dilakukan="dilakukan" dilanjutkan="dilanjutkan" dilator="dilator" dimulai="dimulai" dinas="dinas" dinding="dinding" dini="dini" diperlukan="diperlukan" direction.="direction." directors="directors" diri="diri" dis="dis" disability="disability" discussion="discussion" disesuaikan="disesuaikan" disisi="disisi" distres="distres" distress="distress" ditambahkan="ditambahkan" diteliti="diteliti" diuraikan="diuraikan" dj.="dj." dj="dj" dk="dk" dkk.="dkk." dl="dl" dogs.="dogs." dollbery="dollbery" dorong="dorong" dorsal="dorsal" dorsofleksi="dorsofleksi" drover="drover" drugs="drugs" dsb="dsb" dua="dua" dudrick="dudrick" duenas="duenas" duncan="duncan" duntuk="duntuk" duodenal="duodenal" dupont="dupont" during="during" dv="dv" dynamic="dynamic" e-lorenzo="e-lorenzo" e.="e." e461-70.="e461-70." e:="e:" e="e" ea:="ea:" ea="ea" early="early" eb="eb" ebbecke="ebbecke" ed.="ed." ed="ed" eddie="eddie" edema="edema" edes="edes" edited="edited" editor.="editor." editorial.bmj="editorial.bmj" eds="eds" ee.="ee." ee="ee" eedle="eedle" efektif="efektif" effect="effect" effective.="effective." effectiveness="effectiveness" effects="effects" efficacy="efficacy" eicosapentaenoic="eicosapentaenoic" eilly="eilly" ek="ek" ekspansi="ekspansi" ekstensi="ekstensi" eksternal="eksternal" ekstremitas="ekstremitas" ekstubasi="ekstubasi" elderly.="elderly." electric="electric" elektif="elektif" elemental="elemental" elevasi="elevasi" emergency="emergency" emergensi="emergensi" emptying="emptying" endocrinol="endocrinol" endoscopic="endoscopic" endotrakea:="endotrakea:" endotrakea="endotrakea" endotrakeal="endotrakeal" energi="energi" energy="energy" engl="engl" enhance="enhance" enhancing="enhancing" entaral="entaral" enteral="enteral" enterocolitis="enterocolitis" eo.="eo." ep="ep" epiglotis="epiglotis" epithelium.="epithelium." equal="equal" equipment="equipment" er="er" eremin="eremin" ericson="ericson" erythromicyne="erythromicyne" erythromycine="erythromycine" espen="espen" espiratory="espiratory" esser="esser" et.="et." et.al..="et.al.." et.al.="et.al." et="et" eur="eur" evaluasi.="evaluasi." evaluasi="evaluasi" evaluation="evaluation" evidence.="evidence." exercise="exercise" expansion="expansion" expenditure="expenditure" experience.="experience." extrasplanchnic="extrasplanchnic" extremely="extremely" extubation="extubation" f.="f." f.the="f.the" f="f" fa="fa" fabien="fabien" fac="fac" face="face" facilitating="facilitating" factors="factors" fahnenstich="fahnenstich" failure.="failure." failure="failure" faintuch="faintuch" fallis="fallis" faring="faring" fase="fase" fast="fast" fat="fat" fatty="fatty" fb="fb" feb="feb" fed="fed" feed="feed" feeding.="feeding." feeding:="feeding:" feeding="feeding" feedings="feedings" feeds.="feeds." feliciano="feliciano" fernandex="fernandex" fibre.="fibre." fibre="fibre" fiksasi="fiksasi" fisik="fisik" fisioterapi="fisioterapi" flaherty="flaherty" flat="flat" fleksi="fleksi" flow.="flow." flow="flow" following="following" food="food" foods="foods" foot-board="foot-board" for="for" force.="force." formea="formea" formula.="formula." formula="formula" formulations="formulations" formulir="formulir" fortified="fortified" forward="forward" fp="fp" franz="franz" fraser="fraser" french="french" frequency="frequency" from="from" froomes="froomes" frost="frost" fullthickness="fullthickness" function.="function." function="function" fungsi="fungsi" fungsional="fungsional" fungsionalis="fungsionalis" furst="furst" future="future" g.="g." g="g" ga="ga" gad="gad" gadeg="gadeg" gaillard="gaillard" galindo-ciocon="galindo-ciocon" gamma="gamma" garc="garc" garcia="garcia" gas="gas" gastric="gastric" gastro="gastro" gastroenterol.="gastroenterol." gastroenterology="gastroenterology" gastroesophageal="gastroesophageal" gastrointestinal="gastrointestinal" gb="gb" gc="gc" ge="ge" gelas="gelas" gentilini="gentilini" genting="genting" gently="gently" george="george" gerak="gerak" gersbach="gersbach" gestation.="gestation." gianotti="gianotti" gibson="gibson" gigi-gigi="gigi-gigi" gigi="gigi" giuliano="giuliano" gj.="gj." gj="gj" global="global" glucocorticoids="glucocorticoids" glucose="glucose" glukosa="glukosa" glutaminenriched="glutaminenriched" gm="gm" goetzman="goetzman" gottschlich="gottschlich" gp.="gp." gr="gr" graft="graft" grams="grams" grau="grau" greecher="greecher" green="green" grids="grids" gross="gross" group="group" growth="growth" guenter="guenter" guidelines.="guidelines." guidelines="guidelines" gulungan="gulungan" gunakan="gunakan" gunting="gunting" gut.1983="gut.1983" gut="gut" gutteridge="gutteridge" h="h" hafstrom="hafstrom" hal.166-72.="hal.166-72." hal.="hal." hal="hal" hall:="hall:" hall="hall" hamaoui="hamaoui" hand-skill="hand-skill" handbook="handbook" handicap="handicap" handling="handling" handuk="handuk" hanya="hanya" hari="hari" hasil="hasil" hatzis="hatzis" hauptstrasse="hauptstrasse" have="have" hayes="hayes" hb="hb" health.="health." health="health" heitkemper="heitkemper" hemostat="hemostat" heyland="heyland" heys="heys" hg.="hg." hill="hill" hingga="hingga" hinthorn="hinthorn" hip="hip" hiperekstensi="hiperekstensi" hipoksik="hipoksik" hirsch="hirsch" hisap="hisap" hl.="hl." ho="ho" hobby="hobby" hold="hold" holder="holder" holmberg="holmberg" home="home" hormone="hormone" horton="horton" hosp="hosp" hospital="hospital" hospitals.="hospitals." houdijk="houdijk" hsieh="hsieh" hubungkan="hubungkan" hum="hum" human="human" humans.="humans." hus-lee="hus-lee" hutchins="hutchins" hy="hy" hypophosphatemia="hypophosphatemia" i.="i." i="i" iapichino="iapichino" ibanez="ibanez" ibu="ibu" icu="icu" identifikasi="identifikasi" idrisalman="idrisalman" ihari="ihari" ii.="ii." ii="ii" iii.="iii." iii="iii" ijev="ijev" ikat="ikat" ill="ill" illness="illness" ilmiah="ilmiah" immediate="immediate" immune-="immune-" immune-enhancing="immune-enhancing" immunonutrion="immunonutrion" immunonutrition.="immunonutrition." immunonutrition="immunonutrition" immunosuppressive="immunosuppressive" impairment="impairment" implementation="implementation" importance="importance" improved="improved" improves="improves" improving="improving" in:="in:" in="in" incidence="incidence" increased="increased" indikasi="indikasi" individu="individu" indones="indones" industry="industry" infant.="infant." infants.="infants." infants.pediatrics.="infants.pediatrics." infants:="infants:" infants="infants" infect="infect" infectious="infectious" infiltrasi="infiltrasi" influence="influence" informasi="informasi" infusion="infusion" ingestion="ingestion" inhalasi.="inhalasi." inhalasi="inhalasi" ini="ini" injak="injak" injury.="injury." insersi="insersi" insert="insert" insisi="insisi" inspirasi="inspirasi" institutes="institutes" intake="intake" intakes="intakes" intensive="intensive" interactions="interactions" interin="interin" intermiten="intermiten" intermittent="intermittent" internal="internal" interscapular="interscapular" intestinal="intestinal" intolerance="intolerance" intolerant="intolerant" intra-duodenal="intra-duodenal" intragastric="intragastric" intravenous="intravenous" introducing="introducing" intubasi="intubasi" intubated="intubated" inzet="inzet" irway="irway" is="is" isi="isi" isometrik="isometrik" iv.="iv." iv="iv" iw.bacterial="iw.bacterial" j-p="j-p" j.="j." j="j" ja.="ja." ja="ja" jacobs="jacobs" jahitkan="jahitkan" jain="jain" jalan="jalan" jama="jama" jambunathan="jambunathan" jan="jan" jangan="jangan" jansen="jansen" jari-jari="jari-jari" jari="jari" jaringan="jaringan" jarum="jarum" jc.="jc." jc="jc" jd="jd" je="je" jeejeebhoy="jeejeebhoy" jejonostomy="jejonostomy" jejunal="jejunal" jens="jens" jj.comparison="jj.comparison" jk="jk" jl.="jl." jl="jl" jo="jo" job="job" johnson="johnson" johnston="johnston" jones="jones" jonkers="jonkers" journal="journal" jp="jp" jpen="jpen" jr="jr" js.="js." judd="judd" july:28="july:28" jumlah="jumlah" jumlahnya="jumlahnya" jun="jun" jw="jw" jx="jx" k="k" ka="ka" kajian="kajian" kaki="kaki" kali="kali" kalium="kalium" kamat="kamat" kamitsuka="kamitsuka" kanan="kanan" kang="kang" kanul="kanul" kanula.="kanula." kardiovaskular="kardiovaskular" karena="karena" karlstad="karlstad" kartilago="kartilago" kasa="kasa" kasus="kasus" kd="kd" ke="ke" keadaan-keadaan="keadaan-keadaan" kebocoran="kebocoran" kebutuhan:="kebutuhan:" kebutuhan="kebutuhan" kecelakaan="kecelakaan" kecil="kecil" kecuali="kecuali" kedalaman="kedalaman" kedua="kedua" keempat="keempat" kegagalan="kegagalan" kehidupan="kehidupan" kekuatan="kekuatan" kelengkungan="kelengkungan" keluar="keluar" keluarga="keluarga" kemampuan="kemampuan" kembali="kembali" kembangkan="kembangkan" kempeskan="kempeskan" keohane="keohane" kepala="kepala" kerja="kerja" kesimpulan="kesimpulan" keterlambatan="keterlambatan" key="key" kg="kg" khusus="khusus" kimberlin="kimberlin" kimura="kimura" kinney="kinney" kiri="kiri" klein="klein" klem="klem" kling="kling" klinik:="klinik:" klinik="klinik" kn.="kn." knapp="knapp" kodsi="kodsi" kompan="kompan" kompensasi:="kompensasi:" komplikasi="komplikasi" kondisi-kondisi="kondisi-kondisi" kondisi="kondisi" konseling="konseling" kontraindikasi="kontraindikasi" kontraktur="kontraktur" kreatinin="kreatinin" kreativitas="kreativitas" krem="krem" krikotiroid="krikotiroid" krikotiroidotomi="krikotiroidotomi" krishnan="krishnan" kudsk="kudsk" kuhl="kuhl" kuints="kuints" kulit.="kulit." kulit="kulit" kurang="kurang" kurangi="kurangi" kuzma-o="kuzma-o" l.="l." l="l" labelling="labelling" lain="lain" lakukan="lakukan" lambung="lambung" lampunya="lampunya" lancet="lancet" landes="landes" landmark="landmark" langkah="langkah" laring="laring" laringoskop:="laringoskop:" laringoskop="laringoskop" larut="larut" late="late" lateral="lateral" latifi="latifi" latihan="latihan" lau="lau" le="le" leaf="leaf" lebih="lebih" lee="lee" lees="lees" leher="leher" leissure="leissure" lengan="lengan" lengkap="lengkap" lengkung="lengkung" lepaskan="lepaskan" less="less" level="level" lf="lf" lg="lg" lidah="lidah" liedermann="liedermann" life="life" lihat="lihat" lima="lima" lindgren="lindgren" ling="ling" lingkarkan="lingkarkan" lingkungan="lingkungan" lingkup="lingkup" linoleic="linoleic" liotta="liotta" lippincott="lippincott" literature="literature" liu="liu" lo="lo" locare="locare" lokal="lokal" lokalis="lokalis" lokasi="lokasi" london="london" long="long" lopez-martinez="lopez-martinez" lorch="lorch" love="love" low-volume="low-volume" low="low" lu="lu" luar="luar" luas="luas" lubrikan="lubrikan" lubrikasi="lubrikasi" luka="luka" lurus="lurus" lutut="lutut" lyons="lyons" m.="m." m="m" ma.="ma." ma="ma" macam="macam" macdonald="macdonald" maclaren="maclaren" macrophage="macrophage" made="made" maintain="maintain" maintenance="maintenance" major="major" makan="makan" malleable="malleable" malnourished="malnourished" man.="man." mana="mana" management="management" mandren="mandren" manifestasi="manifestasi" manual="manual" manuver="manuver" mar="mar" marian="marian" marik="marik" marse="marse" marteau="marteau" martinez="martinez" masing-masing="masing-masing" mask="mask" masukan="masukan" masukkan="masukkan" masuknya="masuknya" matarese="matarese" materi="materi" mattos="mattos" may="may" mc="mc" mcadams="mcadams" mccamish="mccamish" mcclave="mcclave" mccroskey="mccroskey" mcdonald="mcdonald" mclaughlin="mclaughlin" mcp="mcp" md="md" meal="meal" mechanical="mechanical" mechanically="mechanically" mechanism="mechanism" med.="med." med="med" medical="medical" medicine="medicine" medik="medik" medikamentosa="medikamentosa" meier="meier" melakukan="melakukan" melalui="melalui" melepas="melepas" meletakkan="meletakkan" melintasi="melintasi" memastikan="memastikan" memberi="memberi" memberikan="memberikan" membran="membran" memegang="memegang" memerlukan="memerlukan" memperbaiki="memperbaiki" memperbesar="memperbesar" mempercepat="mempercepat" mempermudah="mempermudah" memperoleh="memperoleh" memperpanjang="memperpanjang" mempertahankan="mempertahankan" memungkinkan="memungkinkan" menangkap="menangkap" mencapai="mencapai" mencapail="mencapail" mencegah="mencegah" mendelson="mendelson" menembus="menembus" menentukan="menentukan" mengadaptasi="mengadaptasi" mengangkat="mengangkat" mengeluarkan="mengeluarkan" mengembangkan="mengembangkan" mengembangkannya="mengembangkannya" mengenai="mengenai" mengendalikan="mengendalikan" mengetahui="mengetahui" menggunakan="menggunakan" menghadap="menghadap" menghalangi="menghalangi" menghubungkan="menghubungkan" mengurangi="mengurangi" meninggikan="meninggikan" meningkatkan="meningkatkan" menonjol="menonjol" mentec="mentec" menulis="menulis" menurunkan="menurunkan" menutup="menutup" menyebabkan="menyebabkan" mergency="mergency" merupakan="merupakan" meta-analysis.="meta-analysis." metab="metab" metabolic="metabolic" metabolism="metabolism" metabolisme="metabolisme" method.="method." methods="methods" metoclopramide="metoclopramide" metode:="metode:" metode="metode" meyer="meyer" mf.="mf." mg="mg" mh="mh" microbiological="microbiological" mihatsch="mihatsch" milk.="milk." milk="milk" miller="miller" minard="minard" minggu="minggu" minimal="minimal" minum="minum" mixed="mixed" mj="mj" mk.="mk." mk="mk" ml="ml" mm.="mm." mm="mm" modalitas="modalitas" moenadjat="moenadjat" monitor="monitor" monitoring="monitoring" montejo="montejo" monturo="monturo" moody="moody" moore="moore" morbiditas.="morbiditas." morbidity.="morbidity." morbidity="morbidity" mortalitas="mortalitas" mortality="mortality" mosquito="mosquito" motor="motor" motorik="motorik" mr="mr" ms="ms" muche="muche" mujsce="mujsce" multicenter="multicenter" multicentre="multicentre" multiple="multiple" mulut="refluks)." mungkin="mungkin" muskuloskeletal="muskuloskeletal" mutlak="mutlak" my="my" n="n" na="na" nafas="nafas" nasogastric="nasogastric" nasojejunal="nasojejunal" national="national" natrium="natrium" neapoli="neapoli" nec="nec" necessarily="necessarily" necrotizing="necrotizing" nelakukan="nelakukan" neoantus="neoantus" neonatal="neonatal" neonates="neonates" nephrol="nephrol" nespoli="nespoli" neurol="neurol" neurologik="neurologik" new="new" nielsen="nielsen" nightingale="nightingale" nine-year="nine-year" nitrogen="nitrogen" nj="nj" no="no" normal="normal" norwood="norwood" not="not" nov-dec="nov-dec" novak="novak" nr="nr" nurs="nurs" nutr.="nutr." nutr="nutr" nutrient="nutrient" nutrients="nutrients" nutrional="nutrional" nutrisi="nutrisi" nutritio.="nutritio." nutrition-related="nutrition-related" nutrition.="nutrition." nutrition:="nutrition:" nutrition="nutrition" nutritional="nutritional" ny="ny" nyeri="nyeri" nyulasi="nyulasi" o.="o." o2="o2" o="o" obaldia="obaldia" observasi="observasi" obstruksi="obstruksi" obturator="obturator" obturatornya="obturatornya" oetoro="oetoro" of="of" oksigen="oksigen" okupasi:="okupasi:" oligomeric="oligomeric" oliviera="oliviera" on="on" operasi.="operasi." optimal="optimal" optimalisasi="optimalisasi" options="options" oral="oral" organ="organ" orofaring="orofaring" osmolality="osmolality" otot="otot" ou="ou" outcome.="outcome." outcome="outcome" outcomes.="outcomes." overview="overview" oxygen="oxygen" oxygenation="oxygenation" p.="p." p="p" pa="pa" pada:="pada:" pada="pada" palpasi="palpasi" pancorbo-hidalgo="pancorbo-hidalgo" panggul="panggul" panjang="panjang" parce="parce" parental="parental" parenter="parenter" parenteral="parenteral" parisi="parisi" parker="parker" parsons="parsons" partial="partial" paru="paru" parut="parut" pasien="pasien" pasif="pasif" pastikan="pastikan" patchell="patchell" paterson="paterson" pathologi="pathologi" patient="patient" patients.="patients." patients:="patients:" patients="patients" patrick="patrick" paulo="paulo" pb.="pb." pb="pb" pc.="pc." pe="pe" pediatr.1988="pediatr.1988" pediatr.="pediatr." pediatr="pediatr" pediatri.="pediatri." pediatric="pediatric" pediatrics.="pediatrics." pediatrics="pediatrics" pegang="pegang" pegangan="pegangan" pej="pej" pekerjaan="pekerjaan" pemakaian="pemakaian" pemanfaataan="pemanfaataan" pemantauan="pemantauan" pemantaun="pemantaun" pemasangan="pemasangan" pembalutan="pembalutan" pemberian="pemberian" pemegang="pemegang" pemeriksaan="pemeriksaan" pemilihan="pemilihan" pemulihan.="pemulihan." pemulihan="pemulihan" penafiel="penafiel" penahan="penahan" penanganan:="penanganan:" penarikan="penarikan" penatalaksanaan="penatalaksanaan" pencabutan="pencabutan" penegakkan="penegakkan" penentuan="penentuan" penerapan="penerapan" penetrating="penetrating" pengamanan="pengamanan" pengaturan="pengaturan" pengembangan="pengembangan" pengendalian="pengendalian" pengharapan="pengharapan" penghisapan="penghisapan" pengobatan="pengobatan" penguatan="penguatan" penilaian="penilaian" peningkatan="peningkatan" penolakan="penolakan" penting="penting" penyebab="penyebab" peralatan="peralatan" perawatan="perawatan" pergelangan="pergelangan" periksa="periksa" perinatol.1998="perinatol.1998" perineum="perineum" perlahan="perlahan" perlebar="perlebar" perlu="perlu" permeability="permeability" permukaan="permukaan" pernafasan="pernafasan" persiapan="persiapan" persiapkan="persiapkan" perspectives="perspectives" pertahankan="pertahankan" pertama="pertama" pertkiewics="pertkiewics" pertumbuhan="pertumbuhan" petermann="petermann" petro="petro" petunjuk="petunjuk" ph="ph" philadelphia="philadelphia" philippines.="philippines." physical="physical" physicians.="physicians." physiol="physiol" physiologic="physiologic" pildes="pildes" pilih="pilih" pingleton="pingleton" pinilla="pinilla" pipa="pipa" pipi="pipi" pisau="pisau" pita="pita" pl="pl" plast="plast" plath="plath" platon="platon" plester.="plester." plester="plester" pneumonia="pneumonia" pohlandt="pohlandt" polymeric="polymeric" polyunsaturated="polyunsaturated" poret="poret" posisi:="posisi:" posisi="posisi" positif="positif" position="position" positioning="positioning" positions.="positions." post-partum.="post-partum." postnatal="postnatal" postoperative="postoperative" postopetarive="postopetarive" postur="postur" potentially="potentially" pp="pp" pr="pr" pract="pract" practice.proc="practice.proc" practice="practice" practices="practices" prague="prague" praktis="praktis" prebiotics="prebiotics" prematur="prematur" premature="premature" premediaksi="premediaksi" preoperative="preoperative" preterm="preterm" prevention.="prevention." prevention="prevention" pria="pria" priming="priming" pro="pro" probiotics="probiotics" procedure="procedure" products="products" produktivitas="produktivitas" program="program" progresif="progresif" proksimal="proksimal" prologing="prologing" promotility="promotility" promotion="promotion" prosedur="prosedur" proses="proses" prosky="prosky" prospective="prospective" protein="protein" proteksi="proteksi" protocol="protocol" protocols="protocols" psikolog:="psikolog:" psikologik="psikologik" publications="publications" published="published" pump="pump" punggung="punggung" pure="pure" purposes.="purposes." pusat="pusat" pustaka="pustaka" pyati="pyati" quality="quality" r.="r." r.g.="r.g." r="r" ra="ra" radaelli="radaelli" radrizzani="radrizzani" ramirex-perez="ramirex-perez" randomise="randomise" randomised="randomised" randomized="randomized" randomizes="randomizes" rationales.="rationales." raurich="raurich" rayyis="rayyis" rb.="rb." rb="rb" rc.="rc." re="re" ready="ready" reaksi="reaksi" receiving="receiving" recommendation="recommendation" reconstituted="reconstituted" recumbent="recumbent" reduced="reduced" reduces="reduces" refeeding="refeeding" refluks="refluks" reflux="reflux" regangan="regangan" regimen="regimen" rehabilitasi="rehabilitasi" rehabilitatif="rehabilitatif" rehabilitation="rehabilitation" rehabiltasi="rehabiltasi" rehabiltatif="rehabiltatif" reigner="reigner" rekomendasi="rekomendasi" relaksasi="relaksasi" relation="relation" relationship="relationship" relax="relax" renal="renal" rendah="rendah" repetisi="repetisi" report="report" republic="republic" res.="res." reseach="reseach" resection.="resection." residual="residual" residuals="residuals" resistensi="resistensi" resp="resp" respirasi="respirasi" respiratory="respiratory" responses="responses" rest="rest" result="result" results="results" resusitasi="resusitasi" retraksi="retraksi" rev="rev" revelly="revelly" review.="review." review="review" rg:="rg:" rh="rh" rhoney="rhoney" ri="ri" ric="ric" ringan="ringan" rinsburger="rinsburger" risk="risk" riwayat="riwayat" rj.="rj." rj="rj" ro.="ro." ro="ro" rocker="rocker" rockville:="rockville:" rojahn="rojahn" rojo="rojo" rolandelli="rolandelli" role="role" rombeau="rombeau" rongga="rongga" ropharyngeal="ropharyngeal" roque="roque" rotasi="rotasi" routine="routine" rs="rs" ruang="ruang" ruiz-santana="ruiz-santana" ruokonen="ruokonen" ry="ry" s.="s." s49-50.="s49-50." s61-2.="s61-2." s="s" sa="sa" saat="saat" safe="safe" safety="safety" salis="salis" salisbury="salisbury" sama="sama" sampai="sampai" samphire="samphire" santos="santos" satu="satu" saunders="saunders" savety="savety" sayat="sayat" sayatan="sayatan" sb="sb" sc="sc" scale="scale" schanler="schanler" schedules="schedules" schloerb="schloerb" schoenaich="schoenaich" science="science" scolapio="scolapio" scott="scott" sd="sd" se="se" sebagai="sebagai" sebagaimana="sebagaimana" sebaiknya="sebaiknya" sebelum="sebelum" sebutan="sebutan" secara="secara" secretion="secretion" sedikit="sedikit" segera="segera" sehari-hari="sehari-hari" sehari="sehari" sejak="sejak" sekitar="sekitar" sekolah="sekolah" sekresi="sekresi" sekret="sekret" selalu="selalu" selama="selama" selection.="selection." semi="semi" semprit="semprit" sendi="sendi" sendirinya="sendirinya" sendok="sendok" sensorimotorik="sensorimotorik" sensory="sensory" sep="sep" seperti="seperti" sepsis.="sepsis." sept="sept" septic="septic" seriously="seriously" serpa="serpa" serta="serta" serum="serum" serupa="serupa" servikal="servikal" servikalis="servikalis" sesegera="sesegera" seseorang="seseorang" sesuai="sesuai" set="set" setelah="setelah" seterusnya.="seterusnya." setiap="setiap" setting:="setting:" severe="severe" sewell="sewell" sf="sf" sh="sh" sharp="sharp" shau="shau" should="should" shronts="shronts" shulman="shulman" side="side" significance="significance" siku="siku" silk="silk" simetris="simetris" singer="singer" single-blind="single-blind" sisi="sisi" sisihkan="sisihkan" sisir="sisir" sistim="sistim" sj.="sj." sj="sj" sk.="sk." skalpel="skalpel" skin="skin" slagle="slagle" slow="slow" sm.early="sm.early" sm="sm" small-bore="small-bore" small="small" smith="smith" snider="snider" sniffing="sniffing" sobotka="sobotka" soc="soc" society="society" soeters="soeters" soft="soft" sorreda-esguerra="sorreda-esguerra" sosial="sosial" sp="sp" spain="spain" spanish="spanish" speciallized="speciallized" spilker="spilker" splanchnic="splanchnic" splint:="splint:" splint="splint" splinting="splinting" staf="staf" standar="standar" standard="standard" standardized="standardized" stanga="stanga" starting="starting" statement.="statement." statement="statement" static="static" status.="status." status="status" steiger="steiger" stenson="stenson" steril="steril" sterilized="sterilized" stethoscope="stethoscope" stockhausen="stockhausen" strategies="strategies" stres="stres" stress="stress" stroud="stroud" study.="study." study.arch="study.arch" study="study" stylette="stylette" su="su" suara="suara" subjective="subjective" subsequent="subsequent" substrate="substrate" succinyl="succinyl" suchner="suchner" sudden="sudden" sullivan="sullivan" summit="summit" sungkup="sungkup" supinasi="supinasi" supine="supine" supp="supp" suppl="suppl" supplementation="supplementation" support="support" surg.="surg." surg="surg" surgery.="surgery." surgery:="surgery:" surgery="surgery" surgical="surgical" sweed="sweed" symptoms="symptoms" syndrome.="syndrome." syndrome="syndrome" syok="syok" systematic="systematic" systems="systems" t.="t." t="t" ta="ta" tahan="tahan" tahap="tahap" tahun="tahun" takala="takala" tambah="tambah" tambahkan="tambahkan" tangan="tangan" tanpa="tanpa" tappy="tappy" taraf="taraf" tarik="tarik" task="task" tatalaksana-rehabilitasi="tatalaksana-rehabilitasi" tatalaksana="tatalaksana" tatalaksananya="tatalaksananya" taylor="taylor" td.="td." te="te" tegak="tegak" tekanan="tekanan" teknik="teknik" telah="telah" tempat="tempat" temperature.="temperature." temperatures.="temperatures." ten="ten" tens="tens" tepi="tepi" terapi="terapi" terbukti="terbukti" terdengar="terdengar" terdiri="terdiri" terganggu.="terganggu." tergantung="tergantung" terhadap="terhadap" terjepit="terjepit" terkena="terkena" terkoordinasi="terkoordinasi" term="term" termasuk="termasuk" terpapar="terpapar" terutama="terutama" tes="tes" tetap="tetap" than="than" the="the" their="their" ther.="ther." therapeutics.="therapeutics." therapy.="therapy." thermal="thermal" thiessen="thiessen" thomson="thomson" tidak="tidak" tidur.="tidur." tidur="tidur" tiessen="tiessen" timbangan="timbangan" timbulnya="timbulnya" tindakan="tindakan" tinggi="tinggi" tingkat="tingkat" tiroid="tiroid" tn="tn" to.="to." to="to" tolerability="tolerability" tolerance="tolerance" tolley="tolley" toraks="toraks" total="total" tpn="tpn" tracheal="tracheal" tract="tract" training="training" trakea.="trakea." trakea="trakea" trakeostomi:="trakeostomi:" trakeostomi="trakeostomi" transplantation.="transplantation." transplantation="transplantation" transpyloric="transpyloric" transversal="transversal" trauma.="trauma." trauma="trauma" treated="treated" treatment.="treatment." treatment="treatment" trial.="trial." trial="trial" trials.="trials." tube-fed="tube-fed" tube-feeding="tube-feeding" tube="tube" tubes.="tubes." tubuh="tubuh" tugas="tugas" tujuan="tujuan" tungkai="tungkai" two="two" u.="u." uction="uction" udara.="udara." udara="udara" ujung="ujung" ukuran="ukuran" ulang="ulang" umum:="umum:" umum="umum" umumnya="umumnya" undergoing="undergoing" unger="unger" unit.="unit." unit="unit" units.="units." untuk="untuk" upaya="upaya" upayakan="upayakan" upper="upper" uptake="uptake" upward="upward" urea="urea" ureum="ureum" urin="urin" urrutia="urrutia" us="us" use="use" used="used" usia="usia" using="using" v.="v." v.feeding="v.feeding" v="v" vagovagal="vagovagal" ventilasi="ventilasi" ventilated="ventilated" ventilation="ventilation" versus="versus" vertebra="vertebra" very="very" vi.="vi." vi="vi" vii1-vii12.="vii1-vii12." viii="viii" ville="ville" vlbw="vlbw" vogt="vogt" vokasional.="vokasional." vokasional="vokasional" volume="volume" volumes="volumes" von="von" vs.="vs." w="w" wa.="wa." wa="wa" wahren="wahren" walk="walk" walker="walker" wanita="wanita" warnecke="warnecke" wb="wb" wd="wd" weaning="weaning" webster="webster" weeks="weeks" weight="weight" weiss="weiss" wesdorp="wesdorp" wg.="wg." what="what" whelan="whelan" when="when" whittaker="whittaker" whole-body="whole-body" whole="whole" wieman="wieman" wilkins="wilkins" williams="williams" wing="wing" with="with" within="within" witjaksono="witjaksono" wm.="wm." working="working" world="world" wright="wright" ws="ws" xy="xy" y="y" yang="yang" yap="yap" yen="yen" yh="yh" young="young" z.="z." z="z" zadak="zadak" zaloga="zaloga" zamora="zamora" zandstra="zandstra" zarazaga="zarazaga" zavras="zavras" ziegler="ziegler">30%, dijumpai keterlambatan penanganan Hari pertama 1. Hydroxy-ethyl Starch (HES) (B) 2. Packed Red Cell (B) 3. Albumin (B) Keterangan: 1. Resusitasi adekuat mengacu pada penggantian cairan yang dianggap ’hilang’ dari sirkulasi, yaitu: a. Kehilangan cairan minimal yang dapat menimbulkan gangguan sirkulasi (syok) secara bermakna adalah 25% dari cairan tubuh total. Sehingga pada seorang Ringer’s lactate : 3-4ml / kgBB / % LB Glukosa 5% : untuk maintenance, sesuai kebutuhan Ringer’s lactate : 3-4ml / kgBB / % LB Glukosa 5% : untuk maintenance, sesuai kebutuhan Ringer’s lactate : 3 X [25% (70% X kgBB)] dalam 1-2 jam Koloid : sebagai pengembang plasma LDD 0 8 Waktu pasca cedera (jam) 24 4 8 Waktu pasca cedera (jam) 24 Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 82 dengan berat badan 70kg (jumlah cairan total adalah 4.900ml), kehilangan 1.250ml cairan akan menimbulkan sindroma klinik syok. b. Untuk mengganti sejumlah cairan tersebut dengan larutan kristaloid dibutuhkan 3 kali jumlah cairan yang ’hilang’ atau 3.750ml. c. Sejumlah cairan ini diberikan dalam waktu singkat (1-2 jam) mengingat dan atau memperhitungkan waktu iskemik organ: i. Sel-sel glia (4 menit) ii. Mukosa saluran cerna (4jam) iii. Ginjal (8jam) iv. Otot polos (2jam) dan otot lurik (10jam) 2. Cairan yang digunakan harus dihangatkan sebelumnya 3. Vasodilator perifer (Dopamine®, Dolbutamin® dengan dosis renal / dosis rendah (Low Dose Dopamine, LDD) diberikan segera setelah pemberian suatu adequate volume replacement. 4. Setelah pemberian adequate volume replacement (3.750ml), pemberian cairan selanjutnya mengacu pada perhitungan cairan berdasarkan rumus Baxter dan mengikuti pedoman pemberian cairan menurut regimen Parkland. 5. Dalam hal dibutuhkan jumlah cairan yang lebih banyak dari jumlah yang diperhitungkan, kebutuhan cairan ini dipenuhi dengan memberikan cairan: a. Glukosa 5%, untuk maintenance / mempertahankan produksi urin dengan jumlah disesuaikan kebutuhan b. Larutan pengembang plasma (dalam hal ini adalah koloid terutama HES), ditujukan untuk: i. mengurangi kebutuhan kristaloid: 􀂃 pemberian 1L kristaloid menyebabkan peningkatan volume intravaskular 300mL 􀂃 pemberian 1L koloid meningkatkan volume intravaskular 1500mL artinya kekuatan koloid sebagai pengembang plasma 5kali kristaloid, dengan demikian pemberian koloid adalah 1/5jumlah kristaloid yang diperlukan untuk tujuan resusitasi, atau: untuk mengurang edema yang ditimbulkan kristaloid, kebutuhan kristaloid dikurangi dengan pemberian koloid (lihat butir c selanjutnya) ii. efek anti-inflamasi, memperbaiki permeabilitas kapilar c. Tidak memberikan larutan kristaloid lebih banyak karena hanya akan memperberat edema interstisiel. Hari kedua Glukosa 5% : untuk kebutuhan energi, 2000 ml Koloid : sebagai upaya mengembalikan keseimbangan tekanan onkotik 1. Albumin 2. Human Starch 3. Packed Red Cell 4. Fresh Frozen Plasma sedapat mungkin dihindari 83 Keterangan: 1. Pada hari kedua tidak (lagi) memberikan larutan kristaloid karena hanya akan memperberat edema interstisiel. 2. Cairan yang diberikan adalah glukosa 5% dan atau 10% untuk maintenance. 3. Larutan koloid diberikan untuk mempertahankan keseimbangan tekanan onkotik dan tekanan hidrostatik di ruang intravaskular, yang selanjutnya akan menjaga keseimbangan tekanan onkotik-hidrostatik antara ruang intra vaskular dengan ruang interstisiel; diikuti olewh penarikan cairan dari ruang interstisiel kembali ke ruang intravaskular. Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 84 4 Insersi Kateter Vena Sentral (CVP) Indikasi 1. Pengukuran tekanan vena sentral 2. Pemberian vasopresor 3. Hiperalimentasi 4. Jalur intravena pada keadaan darurat Materi 1. Desinfeksi: Povidon iodine, alkohol 2. Zat anestesi lokal: lidokain 1% 5ml, semprit 3ml dengan jarum ukuran 22G 3. Peralatan kanulasi: a. Semprit 3ml (non-Luer-Lok) b. Set kateter Subklavia-Jugular atau Intracath 14G ukuran 12 inci c. Larutan garam fisiologik 4. Benang 3.0 5. Kasa pembalut 6. Plester 7. Larutan infus, selang infus dan tiang penyangga Metode 1. Posisi supine - Trendelenburg 10-20o dan kepala menghadap ke sisi berlawanan dengan tempat insersi; bahu diganjal 2. Preparasi dan tindakan a - antisepsis daerah leher dan bahu 3. Identifikasi anatomical landmark 85 4. Infiltrasi anestesi, tusukkan jarum pada titik (sedikit) lateral dari pertengahan klavikula, 2-3cm ke kaudal, arahkan ke bawah klavikula 5. Masukkan jarum kanul (Intracath atau non-Luer-Lok) pada titik yang sama dengan tusukkan pertama. Bila pasien dalam ventilator, lepaskan hubungan dengan ventilator saat melakukan manuver ini. Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 86 6. Dorong jarum lebih dalam, aspirasi perlahan; saat darah venosa mengalir secara bebas, lepaskan semprit dan dorong kanula di sepanjang jarum ke dalam vena subklavia. a. Konfirmasi aliran vena secara bebas dengan memutar jarum 360o. b. Adanya pulsasi menandakan arteri subklavia. Dalam hal ini cabut jarum, ulangi langkah ke4. c. Hadapkan bevel jarum anteriokaudal saat insersi kanula. d. Lakukan sedikit penekanan dengan jari pada tempat tusukan untuk mencegah perdarahan atau masuknya udara saat insersi kanula. e. Saat mendorong / memasukkan kanula, arahkan kepala ke sisi ipsi-lateral. f. Pertahankan posisi Trendelenburg. g. Masukkan kanula ke vena kava superior (kurang lebih 15cm pada dewasa) h. Jangan mendorong / memasukkan kanula bila dirasa ada tahanan. 87 7. Cabut jarum, fiksasi kanula di tempat tusukan jarum 8. Aspirasi, lalu bilas (flush) kanula dengan semprit berisi larutan garam fisiologik 9. Jahitkan kanula ke kulit dan lakukan pembalutan 10. Mulai alirkan cairan infus 11. Kembalikan ke posisi normal 12. Nilai fungsi respirasi 13. Konfirmasi ujung kateter dengan melakukan pemeriksaan radiologi Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 88 Komplikasi 1. Pulmonar. Termasuk pneumotoraks, hematopneumotoraks, emboli udara dan khilotoraks. 2. Kardial. Termasuk tamponade jantung dan endokarditis. 3. Infeksi. Infeksi luka, tromboflebitis dan sepsis. 4. Emfisema subkutis, cedera pleksus brakial, hematom. 5. Embolisasi ujung kateter. 89 5 Indikasi Rawat di Ruang Perawatan Intensif (ICU) Secara umum indikasi perawatan di ICU berdasarkan prioritas Prioritas1 Pasien-pasien kritis, unstable, yang memerlukan monitoring dan perawatan intensif yang tidak dapat dilaksanakan di ruang perawatan biasa; misalnya pasien-pasien yang memerlukan bantuan ventilator, obat-obat vasoaktif (gagal pernafasan akut, gangguan hemodinamik yang memerlukan pengawasan pada terapi obat-obatan vasoaktif) Prioritas2 Pasien-pasien yang memerlukan monitoring dan perawatan intensif, dan memerlukan tindakan darurat intensif; misalnya pasien-pasien dengan penyakit-penyakit organ sistemik seperti paru, ginjal, susunan saraf pusat yang mengalami gangguan berat bersifat medik atau menjalani tindakan operatif besar; dan memerlukan pengamatan hemodinamik invasif Prioritas3 Pasien-pasien kritis, unstable, atau pasien-pasien dengan penyakit serius (baik akut maupun kronik) sebelumnya dalam fase perbaikan yang memerlukan monitoring dan perawatan intensif. Pasien-pasien ini mungkin memerlukan terapi intensif untuk mengatasi problem yang disebabkan kondisi akut dari penyakitnya, namun terapi intensif hanya diperlukan dalam waktu singkat misalnya intubasi dan resusitasi kardiopulmonar. Contoh kasus keganasan dengan komplikasi infeksi, tamponade jantung, obstruksi jalan nafas, penyakit jantung kongestif kronik (stadium akhir) dengan komplikasi. Prioritas4 Kasus yang sebetulnya tidak tepat untuk di rawat di ICU: i. Tidak memerlukan tindakan intensif atau hanya berdasarkan resiko ringan dari suatu tindakan yang dilakukan di ruang non intensif. Misalnya kasus bedah vaskular, ketoasidosis diabetikum dengan hemodinamik stabil, overdosis obat dengan kesadaran baik, penyakit jantung kongestif, dsb. ii. Kasus-kasus stadium terminal dan ireversibel yang menghadapi kematian, dengan kerusakan ireversibel jaringan otak, MODS ireversibel, keganasan yang tidak responsive terhadap kemoterapi, kematian batang otak, kondisi vegetatif, pasien dengan koma permanent. Indikasi fisiologik perawatan di ICU 1. Apical pulse <40 atau="atau">150 kali per menit (>130 kali per menit pada usia >60tahun) 2. Mean Aretrial Pressure (MAP) <60mmhg adekuat="adekuat" cairan="cairan" resusitasi="resusitasi" setelah="setelah">1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan MAP>60mmHg 3. Tekanan Darah Diastolik >110mmHg dengan Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 90 Edema paru Ensefalopati Iskemi miokardial Aneurisma aorta Eklampsia ata preeklampsia (diastolik >100mmHg) Perdarahan subarakhnoid 4. Respiratory rate >35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress 5. PaO2 <55mmhg dengan="dengan" fio2="fio2">0.4 (akut) 6. Natrium serum >6.5mEq/L (akut) 7. pHa <7 .2=".2" atau="atau"> 7.6 (pada ketoasidosis diabetikum <7 .0=".0" 8.="8." glukosa="glukosa" serum="serum">800mg/dl 9. Kalsium serum >15mg/dl 10. Temperature (core) <32oc -="-" 1.="1." 2.="2." 6="6" 7.35="7.35" 7.45.="7.45." 91="91" abel15="abel15" adalah="adalah" alkalosis="alkalosis" analisis="analisis" antara="antara" apakah="apakah" asam-basa="asam-basa" asidosis="asidosis" atau="atau" batas="batas" bila="bila" dalam="dalam" dan="dan" darah="darah" di="di" disebut="disebut" gangguan="gangguan" gas="gas" hco3="hco3" ke="ke" kedua.="kedua." kedua:="kedua:" keduanya="keduanya" keseimbangan="keseimbangan" langkah="langkah" luar="luar" maju="maju" menentukan="menentukan" nilai="nilai" normal="normal" paco2="paco2" penilaian="penilaian" perhatikan="perhatikan" pertama:="pertama:" ph.="ph." ph="ph" sedangkan="sedangkan" terjadi="terjadi" tersebut="tersebut" untuk="untuk">7.40 disebut alkalosis. 3. Langkah ketiga: apa jenis gangguan keseimbangan asam-basa? Dengan melakukan analisis pH, PaCO2 dan HCO3, tentukan jenis kelainan yang ada (Tabel 16): 4. Penurunan pH, pasien dalam keadaan asidosis, dapat berupa: a. Asidosis metabolik, ditandai oleh rendahnya nilai HCO3 b. Asidosis respiratorik, ditandai oleh peningkatan nilai PaCO2 5. Peningkatan pH, pasien dalam keadaan alkalosis, dapat berupa: a. Alkalosis metabolik, ditandai oleh peningkatan nilai HCO3 b. Alkalosis respiratorik, ditandai oleh rendahnya nilai PaCO2 Tabel 15 Nilai normal asam-basa Mean 1SD 2SD PaCO2 (mmHg) 40 38-42 35-45 pH 7.40 7.38-7.42 7.35-7.45 HCO3 24 23-25 22-26 Tabel 16 Terminologi asam-basa Terminologi klinik Kriteria Respiratory failure / respiratory acidosis PaCO2 >45 mmHg Alveolar hyperventilation (resp.alkalosis) PaCO2 <35 acute="acute" failure="failure" mmhg="mmhg" paco2="paco2" respiratory="respiratory">45 mmHg; pH < 7.35 Chronic Respiratory failure PaCO2 >45 mmHg; pH 7.36-7.44 Acute Respiratory alkalosis PaCO2 < 35 mmHg; pH > 7.45 Chronic Respiratory alkalosis PaCO2 < 35 mmHg; pH 7.36-7.44 Acidemia pH < 7.35 Alkalemia pH > 7.45 Acidosis HCO3 < 22mEq/L Alkalosis HCO3 > 26mEq/L 4. Langkah keempat Tentukan adanya mekanisme kompensasi Lihat Tabel 17 dan 18 5. Langkah kelima: Bagaimana mengetahui adanya gabungan gangguan keseimbangan asam-basa? Gangguan keseimbangan sam-basa dapat berupa dua atau tiga jenis kelainan yang terjadi secara bersamaan. Adalah mungkin terjadi suatu kasus gangguan keseimbangan Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 92 asam-basa dengan nilai pH, PaCO2 HCO3 dalam batas normal, dimana satu-satunya pertanda adanya gangguan keseimbangan adalah meningkatnya nilai perbedaan anion (anion gap, AG): a) Hitung nilai anion gap plasma; bila terjadi peningkatan > 5 mEq/L pasien dalam kondisi asidosis metabolik b) Bandingkan penurunan HCO3 (25 HCO3) dengan peningkatan AG, nilainya harus sama/sebanding. Bila terjadi perbedaan > 5 mEq/L, telah terjadi suatu gangguan - Peningkatan AG melebihi penurunan HCO3 menunjukan asidosis metabolik karena kehilangan HCO3 - Peningkatan AG lebih kecil dari penurunan HCO3 menunjukan adanya alkalosis metabolik pada saat bersamaan 6. Langkah keenam : Perhitungkan Osmolar Gap (pada kasus tanpa dapat dijelaskan penyebab AG Asidosis Metabolik ) Normal =290 mOsm/kg. H2O Normal < 10 Tabel 17 Definisi gangguan keseimbangan asam-basa tradisional pH PaCO2 HCO3 Base Excess Respiratory acidosis (perdefinisi peningkatan PaCO2) Uncompensated Partly Compensated Compensated N N N Respiratory alkalosis (perdefinisi penurunan PaCO2 ) Uncompensated Partly Compensated Compensated N N N Asidosis metabolik(perdefi nisi penurunan HCO3) Uncompensated Partly Compensated Compensated N N Metabolic alkalosis(perdefinisi: penurunan HCO3) Uncompensated Partly Compensated Compensated N N N AG = [Na] – [Cl] + [HCO3] ; Normal 12 + 2mEq/L Osmolar gap = osm (measured) – osm (calculated) Estimated serum osmolarity = 2 x Na + glucose / 18 + BUN / 2.8 93 Tabel 18 Kompensasi untuk gangguan keseimbangan asam-basa Jenis kelainan Perubahan primer Perubahan kompensatorik Perkiraan kompensatorik Asidosis metabolik HCO3 PaCO2 PaCO2 = 1.0 HCO3 Alkalosis metabolik HCO3 PaCO2 PaCO2 = 0.7 HCO3 Asidosis respiratorik PaCO2 HCO3 Akut HCO3 = 0.1 PaCO2 pH = PaCO2 X 0.01 Kronik HCO3 = 0.35 PaCO2 pH = PaCO2 X 0.003 Alkalosis respiratorik PaCO2 HCO3 Akut HCO3 = 0.2 PaCO2 pH = PaCO2 X 0.01 Kronik HCO3 = 0.5 PaCO2 pH = PaCO2 X 0.002 Tabel 19. Osmolar gap dan intoksikasi letal. Zat Berat Mol Level letal (mg/dl) Osm Gap pada level tersebut Ethanol 46 350 80 Isopropyl alcohol 60 340 60 Methanol 32 80 27 Aseton 58 55 10 Athylene glycol 62 21 4 ASIDOSIS METABOLIK Manifestasi asidosis metabolik sangat tergantung pada penyebab dan kecepatan proses berkembang. Suatu asidosis metabolik akut menyebabkan depresi miokardial disertai reduksi cardiac output, penurunan tekanan darah, penurunan aliran ke sirkulasi hepatik dan renal. Aritmia dan fibrillasi ventrikular mungkin terjadi. Metabolisme otak menurun secara progresif. Perhatikan gambar 1 sebagai sistim pendekatan menuju suatu diagnosis of asidosis metabolik. Asidosis metabolik pada kasus-kasus kritis merupakan pertanda dari kondisi serius yang memerlukan tindakan agresif untuk memperoleh diagnosis dan penatalaksanaan penyebab. Penatalaksanaan asidosis metabolik ditujukan terhadap penyebab; peran bikarbonat pada asidosis metabolik akut bersifat kontroversial tanpa didasari data yang rasional. Bagaimanapun, pada banyak kasus pemberian bikarbonat lebih banyak menunjukan bahaya dibandingkan keuntungannya. Kecuali pada kasus-kasus di halaman berikut, tidak ada data ilmiah penunjang pengobatan asidosis metabolik atau respiratorik menggunakan sodium bicarbonate. Lebih lanjut, pH intraselular memiliki nilai sangat penting dalam menentukan fungsi selular. Sistim buffer intraselular cukup effektif dalam mempertahankan pH ke nilai normal dibandingkan dengan sistim buffer ekstraselular. Sebagai konsekuensinya, Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 94 pasien dapat bertoleransi terhadap pH di bawah 7.0 selama fase hiperkapnia tanpa efek yang membahayakan. Pemberian infus bikarbonat menimbulkan problem pada pasien-pasien dengan asidosis, antara lain kelebihan pemberian cairan, alkalosis metabolik, dan hipernatremia. Lebih lanjut, baik penelitian yang dilakukan pada hewan maupun manusia menunjukan bahwa terapi alkali hanya menimbulkan efek sesaat (konsentrasi bikarbonat plasma meningkat sesaat). Hal ini tampaknya memiliki korelasi dengan CO2 yang dihasilkan pada pemberian bikarbonat sebagai ekses bufer pada ion hidrogen. CO2 ini secara normal dibuang melalui paru. Namun pada pasien-pasien kritis seringkali dijumpai penurunan sirkulasi ke pulmonary; sehingga PCO2 venosa terus meningkat melebihi nilai normal PaCO2 dan CO2 yang diproduksi tidak dapat dieliminasi. Meskipun bila minute ventilation ditingkatkan (pada pasien dengan ventilator), eliminasi CO2 tidak dapat ditingkatkan. 7. Indikasi terapi bikarbonat Tidak ada data mengenai penggunaan bikarbonat pada kasus asidosis laktat. Prognosis berhubungan dengan penyakit yang mendasari timbulnya asidosis tersebut. Pada kasus asidosis hiperkhloremik (ok diare berat), regenerasi endogen bikarbonat tidak dapat terjadi (oleh karena telah terjadi kehilangan bikarbonat, bukan merupakan aktifasi sistim buffer). 95 Keterangan: Ag Anion Gap; RTA Renal Tubular Acidosis; Tdk Tidak Pendekatan diagnostik Gangguan Keseimbangan asam-basa Karenanya, meskipun perjalanan asidosis bersifat reversibel, pemberian bikarbonat eksogen diperlukan bilamana pH <7 .2.=".2." anion="anion" asidosis="asidosis" dari="dari" demikian="demikian" diabetes="diabetes" diare="diare" gap="gap" hiperkhloremik="hiperkhloremik" ileostomi="ileostomi" kasus-kasus="kasus-kasus" kelebihan="kelebihan" nacl="nacl" rta="rta" terdiri="terdiri" yang="yang">16 Tdkk Tipe B1 Keganasan, gangguan hepatik, beri-beri, feokromositoma, ketoasidosis alkoholik, short bowel syndrome Tipe B2 Biguanid, streptomisin, fruktosa, sorbitol, nanitroprusid, terbutain, isoniazid, methanol, etilen glikol Tipe A Septic shock, cardiogenic shock, syok hipovolemi, hipoksemia, anemia, seizures, intoksikasi CO Hipoksi jaringan Laktat >2mmol/L Asidosis laktat Ya Keton Glukosa tinggi RENAL FAILURE Osmolar Gap > 12 Ketoasidosis diabetikum Ketosis starvasi Ketoasidosis alkoholik Etilen glikol, Methanol Etanol Aspirin, Paraldehid Penurunan AG Hipoproteinemia Myeloma Inc Ca, Mg Br (pseudohyper C) Peningkatan AG Alkemia Karbenisilin, dsb Tdkk Tdkk Tdkk Tdkk Tdkk Tdkk Tdkk Tdkk Ya Ya Ya Ya Ya Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 96 berat, fistula high-output atau renal tubular acidosis. Untuk mencegah timbulnya kelebihan natrium, maka diberikan 2 ampul NaHCO3 50ml (masing-masing mengandung 50mmol NaHCO3) ditambahkan ke dalam 1L dekstrose 5%, diberikan perinfus 100-200mL/jam. Bikarbonat juga diperlukan pada kasus-kasus asidosis metabolic dimana kemampuan melakukan kompensasi menurun, misalnya pada kasus chronic obstructive pulmonary disease dengan keterbatasan melakukan eliminasi CO2. Pada kasus ini, sejumlah kecil bikarbonat diperlukan untuk mencegah terjadinya respiratory failure dan mengurangi kebutuhan intubasi maupun pemanfaatan ventilator mekanik. ALKALOSIS METABOLIK Alkalosis Metabolik sering dijumpai di klinik dan ditandai oleh peningkatan pH serum (>7.45) sebagai akibat retensi bikarbonat (HCO3) plasma. Kondisi ini juga sering terjadi sebagai akibat intervensi terapetik. Drenase nasogastrik, deplesi volume cairan intravaskular karena prosedur pembuangan cairan menggunakan diuretikum, hipokalemia, dan penggunaan corticosteroids merupakan penyebab tersering. Penggunaan sitrat pada darah transfusi dimetabolisme menjadi bikarbonat, Yang menimbulkan alkalosis metabolik. Over ventilation pada kasus respiratory failure menimbulkan alkalosis posthypercapnic (Gambar-2). Pada kebanyakan kasus, alkalosis metabolik yang timbul biasanya luput dari diagnosis. Alkalosis metabolik memberikan dampak pada sistim kardiovaskular, pulmonar dan fungsi metabolik. Cardiac out put menurun, depresi ventilasi sentral, kurva saturasi oksihemoglobin bergeser ke kiri, hipokalemia dan hipophosphatemia yang terjadi semakin buruk, serta menurunkan kemampuan pasien menerima ventilasi mekanik. Pada penelitian yang dilakukan, peningkatan pH serum menunjukan korelasi dengan angka mortalitas. Koresi alkalosis metabolik bertjuan meningkatkan minute ventilation, meningkatkan tekanan oksigen arterial dan mixed venous oxygen tension, serta menurunkan konsumsi ooksgen. Karenanya, sangat penting menlakukan koreksi pada pasien-pasien kritis. Tindakan terapetik pertama pada pasien dengan alkalosis metabolik adalah melakukan koreksi cairan dan elektrolit. Penambahan kalium secara agresiv meningkatkan K+ >4.5 mEq/L. Bila tindakan ini tidak membawa perbaikan, berikan cairan mengandung ammonium khlorida, hydrochloric acid, atau arginine hydrochloride. Kerugian cara ini adalah sulit mendapatkan larutan dan kesulitan pemberian melalui jalur sentral. Asetazolamid merupakan suatu penghambat carbonic anhydrase yang memperbaiki ekskresi bikarbonat melaui ginjal yang sangat efektif dalam mengatasi alkalosis metabolik. Dosis tunggal 500 mg dianjurkan untuk mengatasi kondisi alkalosis metabolik. Onset of action dicapai dalam waktu 1.5 jam dengan lama kerja berkisar 24 jam. Dosis ini dapat diulang bilamana perlu. 97 Pendekatan diagnostik alkalosis metabolik Terapi Pertahankan K>4.0 mEq/L Volume replacement Asetazolamide 500 gram (single dose) HCO3>26mEq/L Kehilangan H+ Peningkatan HCO3 Hypokalemia Vomitus Dehidrasi Post Hypercapnic Hyperventilation Diuretikum kortikosteroid, 2nd hyperaldosteronism, diare, and Cohn’s, Cushing’ s, Bartter’s syndromes Alkali (mis.,antasid) Sitrat (mis., transfusi) Buffer (mis, HCO3) Obat-obatan (mis., penicillin) Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 98 7 Gangguan Elektrolit Ketentuan umum Peran natrium menentukan status volume cairan Keseimbangan cairan menentukan tonisitas melalui konsentrasi ion Na+ Overload cairan adalah peningkatan jumlah total natrium (tanpa memperhitungkan konsentrasi natrium serum) Euvolemia adalah jumlah total serum natrium (tanpa memperhitungkan konsentrasi natrium serum) Deplesi volume adalah penurunan jumlah total natrium (tanpa memperhitungkan konsentrasi natrium serum) Hiponatremia adalah kelebihan cairan relatif Hipernatremia adalah defisit natrium relatif Pada kasus dengan deplesi volume, volume harus dikoreksi dengan Nacl 0.9% sebelum dilakukan koreksi tonisitas cairan, atau dengan Ringer’s lactate tanpa memperhitungkan konsentrasi natrium serum Dehidrasi hiponatremik diberikan cairan Nacl 0.9% Dehidrasi hipertonik resusitasi dengan Nacl 0.9% atau Ringer’s lactate, kemudian ganti dengan Nacl 0,45% HIPONATREMIA Penilaian status hidrasi (overload, euvolemia atau dehidrasi) merupakan pusat perhatian pada evaluasi dan penatalaksanaan hiponatremia (gambar). Asimptomatik hiponatremia Terjadi pada kasus-kasus dimana dijumpai deplesi volume atau adanya restriksi cairan yang disebabkan efek negativ hormon antidiuretik (ADH). Nilai konsentrasi natrium biasanya di atas 120mEq/L. Pada keadaan ini tidak ada urgensi melakukan koreksi konsentrasi natrium, terapi dilakukan dalam beberapa hari dengan memberikan larutan garam isotonik Simptomatik atau adanya hiponatremia berat Konsentrasi natrium plasma <110meq -="-" 0.5="0.5" 0.6="0.6" 1.5="1.5" 100="100" 10="10" 120="120" 120meq="120meq" 12meq="12meq" 130="130" 24="24" 2="2" 2meq="2meq" 3-4="3-4" 500="500" 99="99" a="a" ada.="ada." adalah="adalah" adaptasi="adaptasi" adh="adh" agresiv="agresiv" akan="akan" akibat="akibat" akut.="akut." akut="akut" alasan="alasan" alhoholik="alhoholik" aman="aman" asimptomatik.="asimptomatik." asimptomatik="asimptomatik" atau="atau" badan="badan" bahkan="bahkan" bakar="bakar" berat="berat" berbahaya="berbahaya" bergantung="bergantung" bertahap="bertahap" berupa="berupa" bervariasi="bervariasi" cairan="cairan" cepat="cepat" chf="chf" dalam="dalam" dan="dan" dapat="dapat" defisit="defisit" demyelinisasi="demyelinisasi" demyelinosis.="demyelinosis." demyelinosis="demyelinosis" dengan="dengan" deplesi="deplesi" di="di" diagnostik="diagnostik" dibandingkan="dibandingkan" dibutuhkan="dibutuhkan" dihitung="dihitung" dikoreksi="dikoreksi" dilakukan="dilakukan" diperlukan="diperlukan" ditingkatkan="ditingkatkan" diubah="diubah" diusahakan="diusahakan" edema="edema" efektif.="efektif." efektif="efektif" failure="failure" formula:="formula:" garam="garam" gejala="gejala" halnya="halnya" hari="hari" harus="harus" hati-hati="hati-hati" hiperglikemia="hiperglikemia" hiperlipidemia="hiperlipidemia" hipertonik="hipertonik" hipervolemik="hipervolemik" hiponatremia.="hiponatremia." hiponatremia="hiponatremia" hipovolemia="hipovolemia" hipovolemik="hipovolemik" hyponatremia="hyponatremia" indikasi="indikasi" induksi="induksi" ini="ini" intravaskular="intravaskular" jam.="jam." jam="jam" jangan="jangan" jantung="jantung" jaringan="jaringan" jauh="jauh" jelas="jelas" jenis="jenis" jumlah="jumlah" kadang="kadang" kadar="kadar" karena="karena" karenanya="karenanya" kasus="kasus" kecepatan="kecepatan" kerusakan="kerusakan" kesalahan="kesalahan" ketat.="ketat." kg="kg" khususnya="khususnya" klinik:="klinik:" klinik="klinik" koloid="koloid" kondisi="kondisi" kongestif="kongestif" konsentrasi="konsentrasi" koreksi="koreksi" kronik.="kronik." kronik="kronik" lab="lab" lainnya="lainnya" larutan="larutan" lebih="lebih" liter="liter" liver="liver" luka="luka" maka="maka" maksimal="maksimal" manifestasi="manifestasi" melebihi="melebihi" memberikan="memberikan" mempengaruhi="mempengaruhi" memperoleh="memperoleh" mencapoai="mencapoai" mengalami="mengalami" mengandung="mengandung" menggunakan="menggunakan" menimbulkan="menimbulkan" meningkatkan="meningkatkan" menjadi="menjadi" menyebabkan="menyebabkan" meq="meq" meragukan="meragukan" merupakan="merupakan" monitor="monitor" mulanya="mulanya" mungkin="mungkin" na="na" nacl3="nacl3" natrium="natrium" neurologik="neurologik" normovolemik="normovolemik" oleh="oleh" optimal="optimal" osm="osm" otak.="otak." pada="pada" paraproteinemia="paraproteinemia" pelepasan="pelepasan" pemberian="pemberian" pemberiannya="pemberiannya" penatalaksanaan="penatalaksanaan" pendekatan="pendekatan" pengamatan="pengamatan" penimbunan="penimbunan" peningkatan="peningkatan" penyakit="penyakit" perannya="perannya" persisten="persisten" pertama="pertama" pertanda="pertanda" petunjuk="petunjuk" plasma="plasma" pontin="pontin" praktis="praktis" pressor="pressor" primer="primer" prognosis.="prognosis." proses="proses" pseudohiponatremia="pseudohiponatremia" rata-rata="rata-rata" rawan="rawan" renal="renal" resiko="resiko" respons="respons" sampai="sampai" sangat="sangat" saraf="saraf" sbb:="sbb:" sebagai="sebagai" sebagaimana="sebagaimana" secara="secara" sehingga="sehingga" seizures="seizures" selubung="selubung" sentra="sentra" sentral.="sentral." serebral="serebral" serebri="serebri" serum="serum" setelah="setelah" simptomatik="simptomatik" sirosis="sirosis" telah="telah" terjadi="terjadi" terlalu="terlalu" terpenting="terpenting" terutama="terutama" tetapi="tetapi" tidak="tidak" timbul="timbul" to="to" total="total" umumnya="umumnya" untuk="untuk" upaya="upaya" urin="urin" volume="volume" wanita="wanita" x="x" ya="ya" yaitu="yaitu" yang="yang"> osm serum > 300 Na>20mEq/L Osm urin < osm serum Urin Na>20 Urin Na<20 1-meq="1-meq" 100="100" 101="101" 10="10" 12="12" 1="1" 200-meq.="200-meq." 200="200" 20="20" 20meq="20meq" 2="2" 4-6jam="4-6jam" 4.0meq="4.0meq" 40="40" 5.0="5.0" 500="500" a="a" acidosis="acidosis" acl0.45="acl0.45" adalah="adalah" addison="addison" air="air" akibat="akibat" akurat.="akurat." akut="akut" angiotensinconverting="angiotensinconverting" anion="anion" antidepresan="antidepresan" antidiuretic="antidiuretic" arachnoid="arachnoid" asam-basa="asam-basa" atau="atau" awal="awal" bakar="bakar" barre="barre" berada="berada" berdasarkan="berdasarkan" berikut.="berikut." berlebihan="berlebihan" besar="besar" biasanya="biasanya" ca="ca" cairan="cairan" cells="cells" cepat="cepat" chf="chf" cns="cns" congestive="congestive" dalam="dalam" dan="dan" dapat="dapat" defisit="defisit" dehidrasi="dehidrasi" dengan="dengan" dg="dg" diagnostik="diagnostik" dianjurkan="dianjurkan" diare="diare" dietetics.="dietetics." dihitung="dihitung" dijumpai="dijumpai" dikoreksi="dikoreksi" dilakukan="dilakukan" dilanjutkan="dilanjutkan" dilihat="dilihat" disebabkan="disebabkan" diuresis="diuresis" diuretikum="diuretikum" durasi="durasi" edema="edema" ekses="ekses" ekstraselular.="ekstraselular." enzyme="enzyme" equilibration="equilibration" extra="extra" failure.="failure." failure="failure" faktor-faktor="faktor-faktor" for="for" formula:="formula:" fraksi="fraksi" fraktur="fraktur" gambar="gambar" gangguan="gangguan" gap="gap" gbs="gbs" gullain="gullain" hal="hal" hanya="hanya" hari="hari" haus="haus" heart="heart" hematom="hematom" hemrrhage="hemrrhage" hiperkalemia.="hiperkalemia." hiperkalemia="hiperkalemia" hipernatremia="hipernatremia" hipertonik="hipertonik" hipokalemia="hipokalemia" hiponatremia.="hiponatremia." hipoproteinemia="hipoproteinemia" hipotiroid="hipotiroid" hormone="hormone" inappropriate="inappropriate" inhibitor="inhibitor" ini="ini" intake="intake" intoksikasi="intoksikasi" intravena="intravena" jalur="jalur" jam="jam" jarang="jarang" juga="juga" jumlah="jumlah" k="k" karbamazepin="karbamazepin" karenanya="karenanya" kasus-kasus="kasus-kasus" kasus="kasus" kcl="kcl" kecepatan="kecepatan" kecil="kecil" keganasan="keganasan" kematian.="kematian." kerusakan="kerusakan" kesadaran="kesadaran" keseimbangan="keseimbangan" kesempatan="kesempatan" khlorpropamid="khlorpropamid" kondisi="kondisi" konsentrasi="konsentrasi" kontak="kontak" koreksi="koreksi" kronik="kronik" lamanya="lamanya" larutan="larutan" loss="loss" low="low" luka="luka" lung="lung" maksimum="maksimum" melalui="melalui" melebihi="melebihi" mempengaruhi="mempengaruhi" mempertahankan="mempertahankan" mencerminkan="mencerminkan" mendapat="mendapat" mengurangi="mengurangi" meningitis="meningitis" mental="mental" menyebabkan="menyebabkan" meq="meq" misal="misal" missal="missal" ml="ml" na="na" nacl0.9="nacl0.9" nefritis="nefritis" neurologik="neurologik" obat-obatan="obat-obatan" of="of" osmolar="osmolar" osmotik="osmotik" pada="pada" pancreatic="pancreatic" pemberian="pemberian" penatalaksanaan="penatalaksanaan" pendekatan="pendekatan" penurunan="penurunan" penyebab="penyebab" per="per" perifer="perifer" perlahan.="perlahan." permanent="permanent" peroral="peroral" pertama="pertama" plasma="plasma" pneumonia="pneumonia" positif="positif" potassium="potassium" rasa="rasa" renal="renal" resiko="resiko" resusitasi="resusitasi" rongga="rongga" rta="rta" s="s" sah="sah" sebanding="sebanding" secara="secara" secretion="secretion" seimbang="seimbang" seizures="seizures" sejumlah="sejumlah" selama="selama" sentral="sentral" seperti="seperti" serebral="serebral" serum.="serum." serum="serum" si="si" siadh="siadh" sickle="sickle" siklofosfamid="siklofosfamid" skull="skull" small="small" spacing="spacing" status="status" sub="sub" subdural="subdural" syndrome="syndrome" tb="tb" tekanan="tekanan" terapi="terapi" terganggu="terganggu" tergantung="tergantung" terjadi="terjadi" tidak="tidak" timbul="timbul" timbulnya="timbulnya" time="time" toksisitas="toksisitas" tonisitas="tonisitas" total="total" trisiklik="trisiklik" tuberkulosis.="tuberkulosis." tubular="tubular" umumnya="umumnya" untuk="untuk" ventil="ventil" vinblastin="vinblastin" vinkristin="vinkristin" volume="volume" vomitus="vomitus" ya="ya" yang="yang">7.5 mEq/L atau hiperkalemia dengan gangguan / perubahan gambaran elektrokardiogram (EKG) merupakan kondisi life-threatening, yang perlu segera diatasi. (Tabel 20) Gambaran klinik timbul bila konsentrasi K+>6.5 mEq/L; lemah, parestesia, ileus, paralisis, cardiac arrest Perubahan gambaran EKG: 􀂃 Peaked T waves 􀂃 Pendataran Defisit air = 0.5 x [Na+]/140)-1 (nilai konstanta 0.5 diubah menjadi 0.4 pada wanita) Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 102 􀂃 Pemanjangan ntervalPR i 􀂃 Pelebaran kompleks QRS 􀂃 Sine wave leading to vertricular fibrillation or asystole Tabel 20. Zat yang digunakan mengatasi hiperkalemia Zat Mekanisme kerja Dosis Onset of Action 10% Ca glukonat Antagonisme langsung 10-20 mL IV dalam 2-5 menit Segera Na Bikarbonat Redistribusi 50 mL IV lebih dari 2-5 min Beberapa menit Glukosa/insulin Redistribusi 2-3 g glukosa/U Regular insulin 50 mL 50% D/W+ 10 U insulin Beberapa menit Na polistiren Sulfonat (Kayexalate) Meningkatkan eliminasi 15-60 g po atau per rektal 2-12 jam 103 Pendekatan diagnostik hipokalemia Progresi perubahan EKG tidak dapat diprediksi, perubahan minor dapat diikuti dengan gangguan konduksi atau arithmia dalam beberapa menit. Perubahan EKG dieksaserbasi oleh adanya hiponatremia, hipokalsemia, hipermagnesemia dan asidosis. K Serum <3 .2meq=".2meq" high="high" hiperaldosteronism="hiperaldosteronism" hipertensi="hipertensi" l="l" low="low" meq="meq" primer="primer" sekunder="sekunder">20mEq/L Meningkat pH rendah Rendah pH meningkat Meningkat Cl Urin <20meq 104="104" atas="atas" bakar="bakar" bila="bila" carbenicillin="carbenicillin" cis-platinum="cis-platinum" diuretikum="diuretikum" gentamycin="gentamycin" git="git" hco3="hco3" k="k" konsentrasi="konsentrasi" koreksi="koreksi" lakukan="lakukan" luka="luka" nahco3="nahco3" penatalaksanaan="penatalaksanaan" penyebab="penyebab" petunjuk="petunjuk" praktis="praktis" serum="serum">5.5 mEq/L: sedangkan koreksi secara cepat (urgent treatment) diperlukan bila konsentrasi K+>7.5 mEq/L Tujuan utama terapi: - Proteksi jantung dari efek K+ dengan memberikan antagonis yang mempengaruhi efek konduksi jantung (kalsium) - Untuk memindahkan K+ dari ruang ekstraselular ke ruang intraselular - Menurunkan konsentrasi K+total Aritmia yang mengamcam dapat terjadi selama terapi; oleh karena itu pemantauan EKG harus tetap dilakukan Bila konsentrasi K+ serum >7.5mEq/L dan atau dijumpai perubahan EKG yang signifikan segera terapi menggunakan calcium gluconate, dilanjutkan dengan pemberian infus glukosa/insulin dan iron-exchange resin. 105 8 Transfusi Darah Patokan selama ini mengenai konsentrasi hemoglobin yang efektif mempertahankan perfusi adalah >10g/dl (hematokrit>30). Nilai 10 g/dl ditentukan berdasarkan teori yang menyatakan bahwa kandungan oksigen arterial harus melebihi kadar ekstraksi oksigen jaringan tertinggi, dalam hal ini diambil patokan kadar ekstraksi oksigen miokardium yang memiliki kadar 12 mL/dl. Postulat ini tidak ditunjang oleh penelitian klinik yang baik. Pemikiran yang sangat sederhana ini ditujukan hanya pada pengaturan fisiologik yang terlihat pada stres akut, meguutamakan transportasi oksigen yang adekuat dengan mengabaikan efek kerusakan yang ditimbulkan oleh transfusi darah. Tidak ada data autentik untuk mendefinisikan konsentrasi hemoglobin ideal pada kasuskasus trauma. Sejumlah studi tidak berhasil menunjukan adanya perbaikan menyeluruh dan organ specific oxygenation pada kadar hemoglobin <10 -="-" 1.="1." 10-="10-" 106="106" 12g="12g" 1="1" 2-4="2-4" 2.="2." 21.="21." 3.="3." 30="30" 4.="4." 5.="5." 6.="6." 7-8g="7-8g" 7-9="7-9" 7.5="7.5" 9-10="9-10" 9="9" akan="akan" akut="akut" alasan="alasan" artery="artery" atau="atau" bahwa="bahwa" bakar="bakar" berdasarkan="berdasarkan" bila="bila" canadian="canadian" care="care" cells="cells" coronary="coronary" critical="critical" dan="dan" dapat="dapat" darah.="darah." darah="darah" dari="dari" data="data" dekompensasi="dekompensasi" dengan="dengan" diberikan="diberikan" dihadapkan="dihadapkan" diingat="diingat" dilakukan="dilakukan" dimana="dimana" disease="disease" diterima.="diterima." ditingkatkan="ditingkatkan" ditransfusikan="ditransfusikan" diupayakan="diupayakan" dl="dl" dosis="dosis" failure="failure" fresh-frozen="fresh-frozen" g="g" gastrointestinal="gastrointestinal" group="group" gunakan="gunakan" hasil="hasil" hb="hb" hematokrit="hematokrit" hemoglobin="hemoglobin" independen="independen" indikasi="indikasi" insiden="insiden" invasif="invasif" ischemia="ischemia" jam="jam" jumlah="jumlah" kadar="kadar" kasus-kasus="kasus-kasus" kasus="kasus" kelompok="kelompok" kematian.="kematian." kemoterapi="kemoterapi" komplikasi="komplikasi" komponen="komponen" konservatif="konservatif" kontraindikasi="kontraindikasi" kordis="kordis" kronik="kronik" kuat.="kuat." lebih="lebih" liberal.="liberal." liberal="liberal" luka="luka" memiliki="memiliki" memperoleh="memperoleh" mencapai="mencapai" meningkatkan="meningkatkan" menjalani="menjalani" menunjukan="menunjukan" menyatakan="menyatakan" merupakan="merupakan" ml="ml" mortality="mortality" multi="multi" namun="namun" oleh="oleh" operasi="operasi" operatif.="operatif." organ="organ" pada="pada" pemberian="pemberian" penatalaksanaan="penatalaksanaan" pendapat="pendapat" penelitian="penelitian" penggunaan="penggunaan" perdarahan="perdarahan" perlu="perlu" petunjuk="petunjuk" plasma="plasma" praktis="praktis" prediktor="prediktor" prosedur="prosedur" purpura="purpura" random="random" rate="rate" red="red" rekomendasi="rekomendasi" resiko="resiko" sampai="sampai" sebetulnya="sebetulnya" secara="secara" setelah="setelah" silent="silent" system="system" tabel="tabel" terjadi="terjadi" ternyata="ternyata" tersebut="tersebut" thrombositopenik="thrombositopenik" tidak="tidak" timbulnya="timbulnya" tinggi="tinggi" transfusi="transfusi" trials="trials" trombosit="trombosit" trombositopenia="trombositopenia" trombositopenik="trombositopenik" u="u" untuk="untuk" waktu="waktu" yang="yang">50.000; 6 U biasanya cukup; atau1 U trombosit per 10 kg 30 menit Cryoprecipitate Jumlah yang diinginkan g/L= (0.2 x jumlah kantong)/volume plasma dalam liters; atau 1 kantong /5 kg IV bolsus atau 1000U/10 menit Packed red cells 1 meningkatkan hemoglobin 1.0-1.5 g/dl 2-3 jam Fresh-frozen Plasma Terapi untuk menggantikan factor pembekuan dimana prothrombin time (PT) dan/atau partial thromboplastin time(PTT) 1.5 x kontrol atau lebih, dan kasus dengan perdarahan yang menghadapi masalah dengan hemostasis Pengobatan pada Trombosit Trombositopenik Purpura Cryoprecipitate Fibrinogen <100mg 100="100" 107="107" 10u="10u" 1:1.000.000="1:1.000.000" 1:1.000="1:1.000" 1:100.000="1:100.000" 1:100="1:100" 1:12.000="1:12.000" 1:150.000="1:150.000" 1:200="1:200" 1:40.000="1:40.000" 1:5.000="1:5.000" 1:50="1:50" 1:="1:" 1u="1u" 22.="22." 24jam="24jam" 400="400" a="a" activity="activity" adalah="adalah" agglutinating="agglutinating" akut="akut" alkalosis="alkalosis" anafilaksis="anafilaksis" and="and" antibodies="antibodies" b-="b-" b="b" bacterial="bacterial" baik="baik" besar="besar" biasanya="biasanya" bikarbonat="bikarbonat" blood="blood" c="c" catatan="catatan" cells="cells" cold-insoluble="cold-insoluble" cryoprecipitate="cryoprecipitate" cute="cute" cytotoxic="cytotoxic" d="d" dalam="dalam" dan="dan" darah="darah" dari="dari" demam="demam" dengan="dengan" di="di" diatasi="diatasi" dijumpai="dijumpai" dilusional="dilusional" dimetabolisme="dimetabolisme" diperoleh="diperoleh" direkomendasikan.="direkomendasikan." direkomendasikan="direkomendasikan" disease="disease" dl="dl" donor="donor" efek="efek" factor="factor" faktor="faktor" fatal="fatal" febrile="febrile" ffp="ffp" fibrinogen.="fibrinogen." fibrinogen="fibrinogen" fresh-frozen="fresh-frozen" function="function" gangguan="gangguan" hemolitik="hemolitik" hemophilia="hemophilia" hepar="hepar" hepatitis="hepatitis" hiperkalemia="hiperkalemia" hipokalsemia.="hipokalsemia." hipotermia="hipotermia" hiv="hiv" immunoparesis="immunoparesis" impaired="impaired" imunologi="imunologi" infeksi="infeksi" ini="ini" injury="injury" insufisiensi="insufisiensi" jarang="jarang" jumlah="jumlah" kadar="kadar" kasus-kasus="kasus-kasus" kasus="kasus" kerusakan="kerusakan" klinik="klinik" koagulopati="koagulopati" komponen="komponen" kondisi="kondisi" konstituen="konstituen" labil.="labil." lain-lain="lain-lain" laktat="laktat" lambat="lambat" leucocyte="leucocyte" leukoagglutination="leukoagglutination" leukositosis="leukositosis" lung="lung" masif="masif" massif="massif" memberikan="memberikan" mencapai="mencapai" mendapatkan="mendapatkan" mengandung="mengandung" menggigil="menggigil" menjadi="menjadi" metabolic="metabolic" mg="mg" mikrokapilar="mikrokapilar" netrofilik="netrofilik" non="non" nonhemolytic="nonhemolytic" of="of" oklusi="oklusi" or="or" pada="pada" paru="paru" pasien="pasien" passive="passive" pembekuan="pembekuan" pemberian="pemberian" peningkatan="peningkatan" per="per" perdarahan="perdarahan" permilliliter="permilliliter" plasma.="plasma." plasma="plasma" precipitate="precipitate" procoagulant="procoagulant" pt="pt" ptt="ptt" pulmonary="pulmonary" rbc="rbc" reaction="reaction" reaksi="reaksi" recipient="recipient" resiko="resiko" s="s" satu="satu" screening="screening" sebelum="sebelum" sepsis="sepsis" sering="sering" serta="serta" sitomegalovirus="sitomegalovirus" sitrat="sitrat" stabil="stabil" syndrome="syndrome" t-cells="t-cells" tabel="tabel" terapeutik.="terapeutik." terdiri="terdiri" tergantung="tergantung" tidak="tidak" to="to" toksik="toksik" transfer="transfer" transfusi="transfusi" trombosit="trombosit" unit="unit" untuk="untuk" urtikaria="urtikaria" viii="viii" viskositas="viskositas" von="von" waktu="waktu" white="white" willebrand="willebrand" yang="yang" zat="zat">40U. Kalsium diberikan hanya pada kasus dengan konsentrasi kalsium <1mmol -="-" 1-2oc="1-2oc" 1.="1." 108="108" 109="109" 110="110" 1="1" 2.="2." 23.="23." 23="23" 28="28" 28oc="28oc" 2="2" 3-5menit="3-5menit" 3.="3." 32.1oc="32.1oc" 32.2="32.2" 35oc.="35oc." 35oc="35oc" 3="3" 40oc="40oc" 9="9" abdomen="abdomen" active="active" ada:="ada:" ada="ada" adalah="adalah" air="air" akan="akan" akibat="akibat" alkalosis="alkalosis" amnesia="amnesia" antara="antara" apathy="apathy" apnea="apnea" areflexia="areflexia" aritmia="aritmia" asam-basa.="asam-basa." asisdosis="asisdosis" asistol="asistol" atau="atau" ataxia="ataxia" atrial="atrial" bahkan="bahkan" bahwa="bahwa" bakar="bakar" beberapa="beberapa" berbagai="berbagai" bradikardi="bradikardi" bronkospasme="bronkospasme" bypass="bypass" cardiac="cardiac" cedera="cedera" cold="cold" coma="coma" confusion="confusion" core="core" dalam="dalam" dan="dan" darah="darah" dari="dari" dengan="dengan" denyut="denyut" depresi="depresi" derajat="derajat" dialaminya.="dialaminya." dialirkan="dialirkan" dihangatkan="dihangatkan" diingat="diingat" dikenal="dikenal" dilatasi="dilatasi" diletakkan="diletakkan" dimana="dimana" dinding="dinding" dingin="dingin" dipegaruhi="dipegaruhi" diperhatikan="diperhatikan" disusul="disusul" diuresis="diuresis" dysarthria="dysarthria" edem="edem" elektrolit="elektrolit" endokrinologik="endokrinologik" endotrakea="endotrakea" external="external" faktor="faktor" faktorfaktor="faktorfaktor" femoral="femoral" fibrilasi="fibrilasi" fisiologik="fisiologik" forced="forced" fungsi="fungsi" gagal="gagal" gangguan="gangguan" halusinasi="halusinasi" hangat="hangat" harus="harus" heated="heated" hemokonsentrasi="hemokonsentrasi" hepar="hepar" hiperamilasemia="hiperamilasemia" hiperglikemia="hiperglikemia" hiperkalemia="hiperkalemia" hiporefleksia="hiporefleksia" hipotermia:="hipotermia:" hipotermia="hipotermia" hipoventilasi="hipoventilasi" humidified="humidified" immersion="immersion" inadekuat="inadekuat" indikasi="indikasi" ini="ini" instabilitas="instabilitas" insufisiensi="insufisiensi" insulasi="insulasi" interval="interval" iritabilitas="iritabilitas" jam="jam" jangan="jangan" jwaves="jwaves" kaki="kaki" kalur="kalur" kardial="kardial" kardiopulmonar="kardiopulmonar" kardiovaskular="kardiovaskular" karena="karena" kateterisasi="kateterisasi" keadaan="keadaan" kehilangan="kehilangan" kesadaran="kesadaran" keseimbangan="keseimbangan" klasifikasi="klasifikasi" koagulopati="koagulopati" kombinasi="kombinasi" kompensasi="kompensasi" konduksi="konduksi" kulit="kulit" kurang="kurang" lactic="lactic" lain-lain="lain-lain" lain="lain" lainnya.="lainnya." lambat="lambat" langgsung="langgsung" larutan="larutan" lembab="lembab" lihat="lihat" luar="luar" luka="luka" masif.="masif." mekanisme="mekanisme" melalui="melalui" membungkus="membungkus" mempertahankan="mempertahankan" mencegah="mencegah" mengalirkan="mengalirkan" menghentikan="menghentikan" meningkatkan="meningkatkan" menurun="menurun" menurunkan="menurunkan" metabolic="metabolic" metode.="metode." metode="metode" mild="mild" moderate="moderate" nadi="nadi" normal="normal" obat-obatan="obat-obatan" oc="oc" okular="okular" oleh="oleh" oliguria="oliguria" output="output" pada="pada" panas.="panas." panas="panas" paparan="paparan" pasien="pasien" pelepasan="pelepasan" pemanasan="pemanasan" pemanjangan="pemanjangan" pembekuan="pembekuan" penatalaksanaan="penatalaksanaan" peningkatan="peningkatan" penting="penting" penurunan="penurunan" penyakit="penyakit" per="per" perfusi="perfusi" pergerakan="pergerakan" permukaan="permukaan" perubahan="perubahan" petunjuk="petunjuk" pipa="pipa" pr="pr" praktis="praktis" produksi="produksi" progresif="progresif" pulmonar="pulmonar" pupil="pupil" qrs="qrs" qt="qt" radiar="radiar" rate="rate" refleks="refleks" rewarming="rewarming" rhabdomyolisis="rhabdomyolisis" rigidity="rigidity" ritmik="ritmik" sangat="sangat" saraf="saraf" sebagai="sebagai" sehingga="sehingga" sekunder="sekunder" selimut="selimut" sentral.="sentral." setelah="setelah" severe="severe" shivering="shivering" sirkuit="sirkuit" sistemik.="sistemik." sistim="sistim" spontaneous="spontaneous" standar="standar" stimulasi="stimulasi" suatu="suatu" suhu="suhu" sumber="sumber" suplai="suplai" suportif="suportif" t="t" tabel="tabel" table="table" takikardia="takikardia" takipnea="takipnea" tangan="tangan" tanpa="tanpa" tekanan="tekanan" terapi="terapi" terbatas="terbatas" terjadi="terjadi" termasuk="termasuk" termoregulator="termoregulator" tetap="tetap" tidak="tidak" timbul="timbul" tonus="tonus" torak="torak" tranfusi="tranfusi" transaminase="transaminase" trauma="trauma" tubuh="tubuh" udara="udara" untuk="untuk" urin="urin" usia="usia" vasokonstriksi="vasokonstriksi" vasokonstriktor="vasokonstriktor" ventrikel="ventrikel" ya="ya" yag="yag" yang="yang">32oC Fasilitas Extracorporeal rewarming tersedia Passive rewarming Active rewarming saja atau disertai Active external rewarming untuk trunkus Rewarming s/d > 32oC Instabilitas kardiovaskular atau gagal dengan passive rewarming Ya Ya Ya Tidak Tidak 111 10 Sistim Skoring Luka Bakar Ada berbagai sistim skoring yang yang digunakan untuk tujuan memperoleh gambaran mengenai derajat keparahan dan prediksi atau prognosis kasus trauma, antara lain: 􀂃 Trauma Index 􀂃 Abbreviated Injury Scale (AIS, American Medical Association 1971, Baker dkk 1974 􀂃 Trauma Score 􀂃 Glassgow Coma Scale 􀂃 Injury severity Score ( Bull 1978) 􀂃 Revised Trauma Score 􀂃 APACHE (Acute Physiology and Chronic Health Evaluation, Knaus dkk 1981) 􀂃 APACHE II (Rhee dkk 1987) 􀂃 TRISS (Trauma Score and Injury Severity Score, 1981) Sistim-sistim tersebut dengan kelebihan dan kekurangan serta sudut pandangnya masingmasing diupayakan untuk menggambarkan derajat keparahan penderita, baik morbiditas maupun mortalitas dengan kemungkinan hidupnya; yang diterapkan pada kasus-kasus trauma termasuk luka bakar. Bila dkaji lebih lanjut, luka bakar yang merupakan suatu jenis seberat-beratnya trauma, memiliki kekhususan dalam penerapan sistim skoring yang disebutkan diatas. Beberapa sistim skoring yang dicoba untuk diterapkan pada kasus luka bakar seperti AIS, tidak mencerminkan berat ringannya luka bakar karena hanya mempersoalkan presentasi luas luka bakar (faktor eksternal), dan artinya suatu sentrum pelayanan yang menerapkan sistim ini mundur ke jaman sebelum Bull dan SquIre (sebelum tahun 1949) mengemukakan faktor-faktor yang berperan pada morbiditas dan mortalitas. Berbagai kekhususan yang dimaksud, artinya harus memperhitungkan faktor-faktor dijelaskan pada pendahuluan; berbagai penelitian dan sistim skoring diupayakan untuk memperoleh gambaran keparahan dan kemungkinan hidup penderita dengan luka bakar. Namun dalam kepustakaan, dari faktor-faktor yang memiliki nilai prognostik sebagaimana dijelaskan pada pendahuluan, hanya beberapa yang digunakan sebagai variabel dalam perhitungan probabilitas. Hal ini sejalan dengan perkembangan pengetahuan maupun teknologi, ditunjang oleh penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli. Variabel-variabel lain yang tidak digunakan berkisar pada variabel-variabel yang terdiri dari beberapa kemungkinan, tidak representatif (melalui penelitian-penelitian sebelumnya terbukti tidak bermakna secara statistik atau karena dianggap tidak mencerminkan keadaan sebenarnya, atau bahkan merupakan suatu variabel yang sulit diperhitungkan secara statistik. Variabel yang dianggap representatif adalah : Usia (Barnes 1957), Bull & Squire 1949, Roi 1981, Knauss 1981 Masalah gizi dibahas dalam pembicaraan mengenai permasalahan yang ada pada kasus luka bakar dan diterapkan dalam penelitian-penelitian, namun tidak diperhitungkan dalam sistim skoring. Kelainan paru premorbid dibahas oleh Zwacki 1979 dalam penelitiannya yang memperhitungkan peran variabel-variabel lain, seperti usia, presentasi luas, kedalaman, kadar oksigen arterial dan edema saluran pernafasan. Tetapi hasil penelitian ini tidak Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 112 menyinggung kepentingan menggunakan sistim skoring, atau memasukkan variabel yang dianggapnya penting ke dalam sistim. Kehamilan (Mathews 1982) Pengaruh faktor trauma dibicarakan secara luas oleh berbagai peneliti, dimana hampir semua peneliti membahas mengenai peran presentasi luas luka bakar Pengaruh luas luka bakar (sebelum 1949, AIS 1974) Derajat kerusakan jaringan (Barret dan Settle 1987) Kedalaman luka yang jelas berperan dalam menentukan derajat keparahan, sulit diperhitungkan ke dalam sistim skoring. Barret 1991 mencoba memberi skor pada variabel ini: 􀂃 Burn Score (BS) - pada kerusakan / kehilangan jaringan parsial adalah 1 - pada kerusakan / kehilangan jaringan total (full thickness loss) adalah 2. - Nilai skor ini tidak memiliki makna dalam perhitungan mortality probability. Bull’s Mortality Probability Grid yang menggunakan variabel usia dan presentasi luas luka bakar. Peneliti lain yang membahas peran kedalaman luka bakar adalah Bull dalam Bull’s Burn Score 1949-1971, Burn Injury Severity Score 1978 dan Shakespeare dkk 1980 Cedera inhalasi, Syok dan Septikemi dibahas dan diperhitungkan dalam sistim skoring, antara lain 􀂃 Mortality Probability Chart, (Bull, 1971-1975) 􀂃 Moores dkk 1975 menyempurnakan BMPGrid agar lebih akurat dengan menambahkan faktor seks dan adanya ‘pyo-prone’. Pyo-prone adalah konsep yang diajukan oleh Moores, istilah untuk menjelaskan luka bakar yang terdapat di daerah antara umbilikus dengan paha bagian medial, lebih menekankan sukseptibilitas sepsis akibat luka di daerah perineum. 113 􀂃 Bull’s Mortality Probability Grid yang menggunakan variabel usia dan presentasi luas luka bakar dengan memperhitungkan ada dan tidaknya cedera inhalasi. 􀂃 Clarks 1986 menekankan kepentingan cedera inhalasi dan membubuhkan skor 0-7 untuk beberapa kriteria; dimana skor 2 menunjukan adanya cedera inhalasi, sedangkan skor >2 menunjukan prognosis buruk 1 Riwayat terperangkap dalam ruangan tertutup 2 Produksi sputum mengandung karbon 3 Luka bakar di daerah oro-fasial 4 Penurunan tingkat kesadaran 5 Gejala distres pernafasan 6 Tanda distres pernafasan 7 Suara parau atau hilang 􀂃 Nomograph of Mortality Risk (Roi et all, 1981) 􀂃 Acute Physiology & Chronic Health Evaluation (APACHE) dan APACHE II (1985) 􀂃 Fluid Retention Index (Carlson 1987) Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 114 􀂃 Nomograph dari Roi dkk yang menggunakan variabel usia dan presentasi luas luka bakar, grafik di sisi kiri menggambarkan perbedaan skor yang ditimbulkan oleh adanya cedera inhalasi, kanan disesuaikan dengan adanya konsep pyo prone (cedera daerah perineum). 􀂃 Sepsis Index (Ritzman 1973, Daniel dkk 1974,Cooper and Ward, 1979, Ogle 1981, Carvajal 1981, Elebute and Stoner 1983, Stevens 1983, Moody 1985) 􀂃 Fungsi ginjal yang terganggu pada luka bakar (Raab 1972, Boyd 1976 dan Schentag 1978, Shakespeare 1981, Yu dkk 1983) dengan parameter proteinuria yang mencerminkan fungsi tubulus. Alpha-1 microglobulin (α1m) memenuhi kriteria digunakan sebagai parameter, sementara protein total dan albumin tidak mencerminkan permeabilitas glomerulus. Natrium, kalium dan kreatinin serta Blood urea nitrogen merupakan indikator lain dari fungsi ginjal yang perlu diperhitungkan. Fungsi hati yang dicerminkan oleh serum bilirubin, alkalin fosfatase dan aspartat transaminase. Parameter fungsi tubulus menggunakan α1m kemudian digunakan dalam sistim skoring oleh Barret 1991. 􀂃 Reaksi imunosupresi pada luka bakar dibahas oleh Nineman 1981, Dominioni dkk 1983, Stratta dkk 1986 􀂃 Penatalaksanaan di negara-negara maju, sebagaimana penatalaksanaan trauma pada umumnya sudah demikian baiknya, sehingga syok terutama delayed atau syok ireversibel jarang dijumpai dan tidak lagi merupakan pokok bahasan di dalam kepustakaan. 115 􀂃 Efek terapi topikal diteliti oleh Peterson dkk 1985, khususnya mengenai pengaruh silver sulphadiazine, mafenide, silver nitrat dan cerium nitrit; namun tidak membahas sistim skoring. 􀂃 Efek pembalutan lebih banyak dibahas oleh peneliti-peneliti yang berhubungan dengan proses metabolisme dan gizi; juga tidak membahas sistim skoring. 􀂃 Variabel yang sejak tahun 1991 digunakan (dalam sistim skoring yang digunakan oleh Barret) antara lain: 􀂃 Usia 􀂃 Presentasi luas luka 􀂃 Cedera inhalasi 􀂃 Protein total serum 􀂃 Alpha 1 microglobulin (α1m) 􀂃 Denyut nadi 􀂃 Suhu tertinggi Burn Illness Score Dihitung berdasarkan ekuasi faktor-faktor yang menjadi variabel dengan suatu konstanta dalam tabel. BIS yang diperoleh kemudian diperhitungkan dalam analisis probit berdasarkan rumus Rumus Analisis Probit misal : Perhitungan pada hari ke 3-4 usia penderita dikalikan 0.08 = ………… presentasi luka dikalikan 0.10 = ………… cedera inhalasi dikalikan 1.84 = ………… Jumlah skor ( s ) = ………… Catatan : bila tidak dijumpai cedera inhalasi, maka jumlah keseluruhan skor dikurangi 1.84 e = konstanta s = Burn Illness Score yang diperoleh dari perhitungan Tabel 24. Konstanta ( e ) untuk menghitung Mortality Probability Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 116 Dengan demikian, diperoleh hasil perhitungan yang merupakan suatu Mortality Probability. Nilai skor ini dihitung setiap hari selama 32 (tiga puluh dua) hari sejak terjadinya trauma. Diambil nilai 32 ini dengan alasan setelah 32 hari kematian sangat jarang dan tidak lagi merupakan suatu hal yang perlu diamati secara statistik. Semakin besar nilai MP, semakin buruk prognosisnya dan Bull menetapkan nilai Vital Point adalah 1.0. Namun lebih lanjut Bull menambahkan bahwa bila seseorang penderita dengan MP 1.0 bukan berarti kehilangan kemungkinan untuk hidup; karena luka bakar sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk respons penderita terhadap trauma dan penatalaksanaan. Alternatif lain, penilaian dapat dilakukan secara mudah dengan melakukan evaluasi melalui nomograf sebagaimana terlihat pada tabel 24 dihalaman sebelumnya. 117 11 Daftar Pustaka Umum 1. American Burn Association. Burn modules. Available in website: http://www.ameriburn.org 2. Demling RH. Burn modules. Available in website: http://www.burnsurgery.org, 2001. 3. Dimick AR. Burn and cold injury. In: Hardy’s textbook of surgery. Philadelphia: JB Lippincott company; 1983. p:177-89. 4. Boswick JAJ Jr (editor). The art & science of burn care. Rockville-Maryland, Royal Tunbridge wells: An Aspen publication; 1987. 5. Burn Research: Current and future directions. Asia Connection; 1996. Vol. 1 Issue 2; p.9. 6. Critical care of burns patients. Asia Connection, 1996Vol. 1 Issue 2; p.9. 7. Major advances in burns care announced at Asia Pacific conference. Asia Connection; 1996.Vol. 1 Issue 2; p.4. 8. The University of Washington approach to burns managements. Asia Connection; 1996. Vol. 1 Issue 2; p.5. 9. Bakker, JJ. Complications of severe burns. Dalam: Proseeding book Burn Symposium and Workshop. Jakarta: FKUI. 1997. 10. Moenadjat Y, Luka bakar: Pengetahuan klinik praktis. Jakarta: Farmedia; 2000. 11. Moenadjat Y. Faktor prognosis dan sistim skoring pada luka bakar. Indones J Surg 2001. XXIX(3). p12-8. 12. Moenadjat Y, Wifanto J. Faktor yang berperan pada prognosis kasus Luka bakar. Indones J Surg 2001. XXIX(3). p12-8. 13. Muller et all. The Challenge of burns. Lancet 1:22 94, Vol 343. Issue 8891, p.216. 14. Leung PC. Burns: treatment & research. Singapore: World scientific; 1991. 15. Martyn JAJ. Acute management of the burned patient. Philadelphia: WB Saunders Company; 1990. p.12-65, 138. 16. Marik PE (editor). Handbook of evidence based critical care. New York: Springer; 2001. p: 13,75,101,109,241,421,457. 17. Vander Salm,TJ, Cutler BS, Wheeler HB. Atlas of bedside procedures. Boston: Little Brown and Co; 1979. p. 25-36,159-176 18. Settle JAD. General management. In: Settle JAD (editor). Principles and practice of burns management. New York: Churchill Livingstone; 1996. p.223-41. 19. Alexander RH, Proctor HJ. Initial assessment and management. Advanced Trauma Life Support course for physicians. Student manual book. Committee on Trauma American College of Surgeons, 1993. p.17-38. 20. Briggs SE. First aid and immediate care of acute thermal injury. In: Martyn JAJ. Acute management of the burned patients. Philadelphia: WB Saunders. Co. 1990; p.1-24. 21. American Burn Association. Advanced Burn Life Support course. Provider’s manual. 2001. 22. Jeo WS, Moenadjat Y. Factors affecting severe burn mortality rate: a five year evaluation in Cipto Mangunkusumo hospital burn unit. Indones J Surg 2000. 23. American College of Surgeons. Guidelines for the Operation of Burn Units. Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient, Chapter 14: Committee on Trauma, 1999. Available in website: http://www.ameriburn.org/guidelinesops.pdf 24. Ali J, Adam RU, Gana TJ, Bedaysie H, Williams JI. Effect of the prehospital trauma life support program (PHTLS) on prehospital trauma care. J Trauma 1997; 42(5):786-90 25. McManus WF, Pruitt BA Jr. Thermal Injuries. In: Feliciano DV, Moore EE, Mattox KL, editors. Trauma. 3rd ed. Connecticut: Appleton & Lange, 1996; 937-50 26. Pruitt BA, Goodwin CW, Pruitt SK. Burns: including cold, chemical and electric injuries. In: Sabiston DC Jr, Lyery HK, editors. Textbook of surgery; 15th ed. Philadelphia : WB Saunders Company; 1997; 221-52. 27. Polk HC, Gardner B, Stone HH. Burns. In: Polk HC, Gardner B, Stone HH, editors. Basic surgery; 5 th ed. Missouri: Quality medical publishing Inc, 1995; 750-61 28. Walt AJ, editor. American College of Surgeons, Comitte on Trauma. Early care of the injured patient. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1982 29. McManus WF, Pruitt BA Jr. Thermal Injuries. In: Feliciano DV, Moore EE, Mattox KL, editors. Trauma. 3rd ed. Connecticut: Appleton & Lange, 1996; 937-50 30. Saffle JR, Larson CM, Sullivan J, Shelby J. The continuing challenge of burn care in the elderly. Surgery 1990; 108(3):534-43. 31. McCance KL, Huether SE, editors. Pathophysiology : The biologic basis for disease in adults and children; 2nd ed. St. Louis: Mosby Year Book, 1994; 1544-55 Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 118 32. Moossa AR, Hart ME, Easter DW. Surgical complication. In: Sabiston DC Jr, Lyery HK, editors. Textbook of surgery; 15th ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1997; 347 Resusitasi jalan nafas dan problem pernafasan 33. Beeley JM, Clark RJ. Respiratory problems in fire victims. In: Settle JAD (editor). Principles and practice of burns management. New York: Churchill Livingstone; 1996. p.117-36. 34. Baret JP, Herndon DN. Color atlas of burn care. London: WB Saunders; 2001; p:47-68. 35. Demling RH. Burn modules. Available in website: http://www.burnsurgery.org, 2001. 36. Tredget EE, Shankowsky HA, Taerum TV, et al. The role of inhalation injury in burn trauma: a Canadian experience. Ann. Surg. 212:720,1990. 37. Smith D. L, Cairns BA, Ramadan F, et al. Effect of inhalation injury, burn size, and age on mortality: a study of 1447 consecutive burn patients. J. Trauma 37:655,1994. 38. Sherwood, ER, Toliver-Kinksy, T, Lin C, Varma, T, Herndorn, DN. Smoke inhalation injury causes suppression of systemic immune responses. S59. 39. Bone RC, Balk R, Slotman G, et al: Adult Respiratory Distress Syndrome, Sequence and importance of development of multiple organ failure. Chest 1992; 101: 320-326. 40. Catotto, R, Andrew B. Cooper, John R. Esmond, Manuel Gomez, Joel S. Fish. Early clinical experience with high-frequency oscillatory ventilation for ARDS in adult burn patients. J Burn Care Rehabil 2002; 22,5325-333 41. Working group on metabolism and nutrition. Workshop on ARDS, Jakarta 2002. 42. Respiratory Care: Educational symposia. Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association. Vancouver: 2004. 43. Saffle JR, Stephen E. Morris, Linda Edelman. Early tracheostomy does not improve outcome in burn patients. J Burn Care Rehabil 2002; 23:431-438 44. Neuman P. Lung dysfunction in early phase of sepsis. In: Baue AE, Berlot G, Gullo A (editors). Sepsis and organ dysfunction: The challenges continuous. Milano: Springer Verlag; 2000. p.17-33. 45. Tomashefsky JF. Acute respiratory distress syndrome: Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome. Clin chest med 2000; vol 21 no.3. Available in website: http://www.home.mdconsult.com/das/article/body/1/jorg 46. Steinberg KP, Hudson LD. Acute respiratory distress syndrome: Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome, the clinical syndrome. Clin chest med 2000; vol 21 no.3. Available in website: http://www.home.mdconsult.com/das/article/body/1/jorg 47. Adianto S, Moenadjat Y. Trakeostomi pada luka baker dengan cedera inhalasi, studi retrospektif di unit luka bakar RSUPN Cipto Mangunkusumo. Unpublished; 2001. 48. Mokhtar, Moenadjat Y. Trakeostomi pada luka bakar dengan cedera inhalasi: sebagai tindakan pencegahan ARDS. Unpublished; 2002. 49. Herndon DN, Langer F, Thompson P, Linares HA, Stein M, Traber DL. Pulmonary injury in burned patients. Surg Clin North Am 1987; 67:31-46. 50. Mathay MA, Geyser T, Matalon S. Oxydant-mediated lung injury in the adult respiratory distress syndrome. J: Crit.Care Med. Vol 27 No 9, Sep.99, p:2028 51. Burke, AS, Cox, RA, Barrow, RE, Traber, D, Hawkins, HK. Ovine lung apoptosis after thermal burn and smoke inhalation. Proceeding book of American Burn Association 34th annual meeting. S119. 52. Thompson PB, Herndon DN, Traber DL, Abston S. Effect on mortality of inhalation injury. J Trauma, 26 (2): 163-5, 1986 53. Stone HH, Martin JD Jr. Pulmonary injury assosiated with thermal burns. Surg Gynecol Obstet 1969; 129:1242-46. Resusitasi cairan 54. Demling RH. Fluid replacement in burned patients. Surg Clin North Am 1987; 67(1):15-30. 55. Anderson RW, Vaslef SN. Shock. In: Sabiston DC Jr, Lyery HK, editors. Textbook of surgery; 15th ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1997; 89. 56. Levick JR. An introduction to cardiovascular physiology. London: Butherworths; 1991. p117, 142. 57. Vincent JL. Circulation. In: Baue AE, Faist E, Fry DE (editor). Multiple organ failure, pathophysiology, prevention, and therapy. New York: Springer; 2000. p.333-9. 58. Holm C et al. Haemodynamic and oxygen transport responses in survivors and non survivors following thermal injury. Burns journal of international society for burn injuries. Vol 26 Number 1, Febr. 2000. p : 25 59. Waxman. Monitoring in shock: stomach or muscle. J: Crit.Care Med. Vol 27 No 9, Sep.99. p. 2028 60. Lindblom L, et al. Role of nitric oxyde in the control of burn perfusion. Burns journal of international society for burn injuries. Vol 26 Number 1, Febr 2000. p. 19-29 119 61. Moncrief JA. Replacement therapy. In: Artz CP, Moncrief JA, Pruitt BA (editor). Burns, a team approach. Philadelphia: WB Saunders & Co; 1979. p.169-92. 62. Baron, BJ, et al. Effects of traditional versus delayed resuscitation on serum lactate and base deficit. Burns journal of international society for burn injuries. Vol 43 Number 1, 1999. p.39. 63. Aurora RN, Mihte, F, Carlon, G. Preventing renal failure in critically ill patient, J: Crit. Care Med. Vol 27 No 9, Sep.99. p.2044-60 64. Jeng JC. Controversies in resusctitation. In: Soper NJ, Saffle JR. Problems in general surgery: burns. Vol 20 No 1, March 2003. Lippincott Williams and Wilkins.p.37-46. 65. Takala J. Splanchnic blood flow in shock and inflammatory states. Crit.Care and Shock (1998) 1: 40-45. 66. Kvetan V. The effect of pressors and inotopes on regulation of cytokine release in shock. Crit.Care and Shock (1998) 1: 26-39 67. Yowler CJ, Frantianne RB. Current status of burn resuscitation. In: Luce EA (guest ed). Clinics in plastic surgery, an international quarterly. Philadelphia: WB Saunder and Co., 2000; 27(1):p-10. 68. Endpoints of Resuscitations. Symposium in 36th Annual meeting of American Burn Association. Vancouver, 2004. 69. Cartotto RC, Innes MBA, Musgrave Melinda A, Gomez MB, Cooper A. How well does the Parkland formula estimate actual fluid resuscitation volumes? J. Burn care and rehabilitation volume 23 No 4, July/August 2002, 258-269 70. Baxter CR. Fluid volume and electrocyte changes in the early postburn period. Clin. Plast. Surg. 1:693,1974. 71. Editorial: Monitoring the L-arginine-nitric oxide pathway in septic shock: choosing the proper point of attack. J Crit. Care medicine 2001. 27: 2019-21 Resusitasi saluran cerna 72. Hoopes JE, Im MJ. Energy metabolism in healing skin wounds. J Surg Resp 1970; 10:459-64. 73. Wilmore DW, Aulick LH. Metabolic changes in burned patients. Surg Clin North Am 1978; 58(6):1173-87. 74. Harjodisastro D. Tukak stres pada penderita strok. Desertasi gelar doktor pada program pascasarjana FKUI. Unpublished. 1995 75. Harjodisastro D. Tukak stres. Dalam: Proceeding book simposium tukak peptik. Jakarta. 1993 76. Deitch EA, Rutan R, Waymack JP, et al. Trauma, shock, and gut translocation. New Horiz. 4:289,1996. 77. Baue, AE. Gut: importance of bacterial translocation, permeability and other factors. In: Baue, AE, Faist, E, Fry, DE. Multiple organ failure, pathophysiology, prevention, and therapy. New York: Springer, 2000. p.86-91. 78. Moenadjat Y, Benny P. Penatalaksanaan stress ulcer di unit pelayanan khusus luka bakar (UPKLB) RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Disampaikan pada pertemuan ilmiah tahunan Perhimpunan spesialis bedah Indonesia (Ikabi). Yogyakarta, 2001. 79. Prasetyono TOH. Peran pemberian nutrisi enteral dini pada perkembangan sindrom respons peradangan sistemik dan sindrom disfungsi organ multipel pada kasus luka bakar. Unpublished. 2000. 80. Matarese LE, Gottschlich MM. Contemporary nutrition support practice: A clinical guide. Philadelphia: WB Saunders Company; 1998. p.590-98. 81. Rombeau JL, Cadwell MD. Enteral & tube feeding. Clinical nutrition. Vol.1. Philadelphia: WB Saunders Co; 1984. p.412-8. 82. McDonald WC, Sharp CW, Deitch EA. Immediate enteral feeding in burn patients: Is safe and effective. Ann of Surg, Feb.1999, p:177 83. Mjaaland M. Nutritional support of surgical patients. In: Proceeding book of IPRAS meeting. Bali; 1995. 84. Oetoro S. Peran pemberian nutrisi enteral dini terhadap stres metabolisme penderita luka bakar. Tesis pada program magister ilmu gizi klinik FKUI. Unpublished. 2000. 85. Wilmore DW, Nutrition and metabolic strategies for supporting the gut and preventing intestinal failure. In: Tienboon P, Chuntrasakul C (editor). Nutrition and metabolic support in clinical practice. Bangkok: National library of Thailand cataloging in publication data; 1998. p.17-38. 86. Peck MD. Nutritional monitoring and management. In: Soper NJ, Saffle JR. Problems in general surgery: burns. Vol 20 No 1, March 2003. Lippincott Williams and Wilkins.p.55-69. 87. Oetoro S, Permadhi I, Witjaksono F. Perubahan metabolisme pada luka bakar. Dalam: Moenadjat, Y. Luka Bakar. Pengetahuan klinik praktis, edisi revisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. halaman 40-43 88. Pasulka PS, and Wachtel TL. Nutritional considerations for the burned patient. Surg. Clin. North Am. 67:109,1987 89. Sunatrio S. Sistim energi ganda pada nutrisi parenteral. Presentasi pada temu ilmiah IKABI Jaya, Jakarta. 1999. 90. Moenadjat Y. Immune compromise in the critically illness. Disampaikan pada symposium perioperatif I. 2003 91. Moenadjat Y. Pro and Con of Arginine. Disampaikan pada symposium Nutri Indonesia 2004. Jakarta. Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 120 92. Wilmore DW. Nutrition and metabolic strategies for supporting the gut and preventing intestinal failure. In: Tienboon P, Chuntrasakul C, Siltham S, Yamwong P, Chockvivatanavanit RN, eds. Nutrition and metabolic support in clinical practice, 1st ed. Bangkong: Ruen Koew Press, 1998; 175-96. 93. Smith MK, Lowry SF. The hypercatabolic state. In: Shils ME, Olson JA, Shike M, Ross AC, eds. Modern nutrition in health and disease. 9th ed. Baltimore, Williams & Wilkins, 1999; 1555-68. 94. Mayes T, Gottschlich MM. Burns. In: Matarese LE, Gottschlich MM, eds. Contemporary nutrition support practice, a clinical guide. 1st ed. Philadelphia: WB Saunders Co, 1998; 590-607. 95. Cerra FB. Metabolic and nutrition support. In: Feliciano DV, Moore EE, Matlox KL, eds. Trauma. 3rd ed. Stanford: Appleton & Lange, 1996; 1155-76. 96. McDonald WS, Sharp CW, Deith EA. Immediate enteral feeding in burn patients is safe and effective. Ann surg 1991; 213(2): 177-83. 97. Chuntrasakul C. Nutrition support in immunocompromised patients, enteral nutrition severely burned patients. In: Tienboon P, Chuntrasakul C, Siltham S, Yamwong P, Chockvivatanavanit S, editors. Nutrition and Metabolic Support Clinical Practice. 1st ed. Bangkok: Ruen Kaew Press; 1998.p.115-22. 98. Alexander JW, Mac Millan BG, Stinnett JP, et al. Beneficial effects of aggressive protein feeding in severely burned children. Ann Surg 1980; 192: 505-17. 99. Bessey PQ. Parenteral nutrition and trauma. In: Rombeau JL, Caldwell MD,eds. Parenteral nutrition 1st ed. Philadelphia: WB Saunders Co, 1980; 471-88. 100. Heimburger DC, Wainser RL. Critical illness. In: Heimburger DC, Weinser RL. Handbook of clinical nutrition. 3rd ed. St. Louis: Mosby, 1997; 445-57. 101. Harun SR, Rahajoe NN, Putra ST, Wiharta AS, Chair I. Uji klinis. In: Sastroasmoro S, Ismael S, eds. Dasardasar metodologi penelitian klinis 1st ed. Jakarta: Bina Rupa Aksara, 1995; 109-25. 102. Roongpisusthipong C, Pornvoranunt A, Songchitsomboon S, krasaesup S. Serial serum prealbumin levels (Palb) predict survival in nutritional support patients. In: Tienboon P, Chuntrasakul C, Siltham S, Yamwong P, Chockvivatanavanit S, eds. Nutrition and metabolic support in clinical practice. 1st ed. Bangkok: Ruen Kaew Press, 1998; 59-67. 103. Spiekerman AM. Protein used in nutritional assessment. Clinics in laboratory medicine 1993; 13 (2): 353-366. 104. Gottschlich MM. Early and perioperative nutrition support. In: Motarese LE, Gottschlich MM, eds. Contemporary nutrition support practice, a clinical guide. 1st ed, Philadelphia: WB Saunders Co, 1998; 279-92. 105. Chiarelli A, Enzi G, Casadei A, Baggio B, Valenio A, Mazzoleni F. Very early nutrition supplementation in burned patients. Am J Clin Nutr 1990; 51: 1035-9. 106. Gianotti L, Nelson JL, Alexander JW, Chalk CL, Pyles T. Post injury hipermetabolic response and magnitude of translocation: preventing by early enteral nutrition. Nutrition 1994; 10: 225-31. 107. Moore FA. The effective use of enteral and parenteral nutrition. J Crit Care Nutr 1998;5:14-22. 108. Kenler AS, Blackburn GL, Babineau TJ. Total parenteral nutrition: priorities and practice. In: Ayriss M, Grenvick A, Holbrook PR, Shoemaker WC, eds. Textbook of clinical care. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Co, 1995; 1106-14. 109. Moore FA, Feliciano DV, Andrassy RJ, McArdle AH, Mc Booth FV, Morgenstein-Wagner TB, et al. Early enteral feeding, compared with parenteral reduces postoperative septic complications. Ann Surg 1992; 216(2): 172-83. 110. Tumbelaka AR, Riono P, Sastroasmoro S, Wirjodiarjo M, Pudjiastuti P, Firman K. Pemilihan uji hipotesis. In: Sastroasmoro S, Ismael S, eds. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis, 1st ed. Jakarta: Binarupa Aksara, 1995; 173-86. 111. Sastroasmoro S. Pemilihan subyek penelitian. In: Sastroasmoro S, Ismael S, eds. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis, 1st ed. Jakarta: Binarupa Aksara, 1995; 42-51. SIRS 112. Dellinger RP. Lung. In: Baue, AE, Faist, E, Fry, DE. Multiple organ failure, pathophysiology, prevention and therapy. Springer, 2000; p: 353-364. 113. Moenadjat Y. Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS), sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dan sepsis pada kasus luka bakar. Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi). Bandung 1999; Dalam: Moenadjat Y. Luka Bakar: Pengetahuan klinis praktis, edisi revisi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. p.4, 23-28. 114. Guntoro, Moenadjat Y. Insidens SIRS di UPK LB RSUPN dr Cipto Mangunkusumo. Unpublished. 2000 115. Fry DE. Microcirculatory arrest theory of SIRS and MODS. In: Baue, AE, Faist, E, Fry, DE. Multiple organ failure, pathophysiology, prevention, and therapy. New York: Springer, 2000. p.92-100. 116. Editorial: Definitions for sepsis and organ failure. Crit Care Med 1992; 20 (6): 724-726. 121 117. Baue AE. The complexities of sepsis and organ dysfunction. In: Baue AE, Berlot G, Gullo A (editors). Sepsis and organ dysfunction: Epidemiology and scoring systems, pathophysiology and therapy. Milano: Springer Verlag; 2000. p.23-31. 118. American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine Consensus Conference: Definitions for sepsis and organ failure and guidelines for the use of innovative therapies in sepsis. Crit Care Med 1992; 20 (6): 864-874. 119. Moncada S, Higgs A. The L-arginine-nitric oxide pathway. NEJM:339:2002-2012 120. Zhang, JG, Galin4anes, M. Role of the L-arginine/nitric oxide pathway in ischemic/re-oxygenation injury of the human myocard. Available in websites: http://www.cs.portlandpress.com/099/0497/0990497.pdf 121. Salyapongse AN, Billiar TR. Nitric oxide as a modulator of sepsis. In: Baue, AE, Faist, E, Fry, DE. Multiple organ failure, pathophysiology, prevention, and therapy. New York: Springer, 2000. p.170-187. 122. Warden GD, Jr, Mason AD, Pruitt BA, Jr. Evaluation of leukocyte chemotaxis in vitro in thermally injured patients. J. Clin. Invest. 54:1001,1974. 123. Nelson RD, Hasslen SR, Ahrenholz DH, et al. Mechanisms of loss of human neutrophil chemotaxis following thermal injury. J. Burn Care Rehabil. 8:496,1987. 124. Mileski W, Borgstrom D, Lightfoot E, et al. Inhibition of leukocyte-endothelial adherence following thermal injury. J. Surg. Res. 52:334,1992. 125. DeMeules JE, Pigula FA, Mueller M, et al. Tumor necrosis factor and cardiac function. J. Trauma 32:686,1992. 126. Hinshaw LB, Lee PA, Pryor RW, Pathogenesis and therapy of the multi-system organ failure. In Pollock AV. Immunology in surgical practice. London: Edward Arnold, 1991; 350. 127. Heggers JP, Hal Hawkins, Edgar P, Villareal C, Herndorn DN. Treatment of infection in burns. In: Herndorn DN (editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders; 2002.p.120-169. 128. Heggers JP, Robson MC. Infection control in burn patients. Clin Plas Surg 1986; 13:39-47 129. Moldawer, LL, Minter, RM, Rectenwald III, JE. Emerging evidence of a more complex role for proinflammatory and antiinflammatory cytokines in the sepsis response. In: Baue, AE, Faist, E, Fry, DE. Multiple organ failure, pathophysiology, prevention and therapy. Springer, 2000; p: 150. Manajemen luka 130. Clinical Focus: Key role played by nutrition in wound healing. Asia Connection; 1996.Vol. 1 Issue 2; p.10. 131. Philips-Duphar Nederland BV. Brandwonden, klinische aspekten Huisarts eerste hulp en preventie. Amsterdam: Philips-Duphar Nederland BV; 1979. p.19. 132. Wolfe RR. Desai MH, Herndon DN. Metabolic response to excision therapy In: Boswick JAJ Jr (editor). The art & science of burn care. Rockville-Maryland, Royal Tunbridge wells: An Aspen publication; 1987. p.145-51. 133. Holmes IV JH, Honari S, Gibran NS. Excision and grafting in the large burn wound. In: Soper NJ, Saffle JR. Problems in general surgery: burns. Vol 20 No 1, March 2003. Lippincott Williams and Wilkins.p.47-54. 134. Moenadjat Y. Burn Infection. Disampaikan pada Kursus penyegar dan penambah ilmu kedokteran (KPPIK) FKUI. Februari 2004. 135. Moenadjat Y. The irrational use of antibiotics in burn: an obsession that could be fatal. Indonesian J Plast recon surg. 3;2004 136. Monaffo WW, Bessey PQ. Wound care. In: Herndorn DN (editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders; 2002. p.109-119. 137. Arturson G. Pathophysiology of the burn wound and pharmacological treatment: Burns 1996; 21 (4): 255-274. 138. Luterman A, Dacso CC, Curreri PW. Infections in burn patients. Am J Med 1986;81:45-52. 139. Sauer EW, Surgical treatment of burn wounds. Oral presentation in burn symposium and workshop. Jakarta, 1997. 140. Janzekovic Z. A new concept in the early excision and immediate grafting of burns. J Trauma 1970:10 1103-8 141. Janzekovic Z. The burn wound from the surgical point of view. J Trauma 1975:15 42-61 142. Klasen HJ. Early care of the burn patient. Oral presentation in burn symposium and workshop. 143. Herndon DN, Barrow RE, Rutan RL, et all : Comparison of conservative versus early excision. Ann Surg 1989; 209:547553 144. Still Jr. Joseph M, Edward J. Decreasing length of hospital stay by early excision and grafting of burns. Southern Medical Journal, Jun 96 Vol 89 Issue6, p578 145. Wood F. Early burn excision. Oral presentation at the Indonesian surgeon association congress. Bali, Indonesia, July 1996. 146. Wolfe RR, Desai MH, Herndon DN. Metabolic response to excision therapy, The art and science of burn care, Ch.19, p:145 Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar 122 147. Pape SA. Dunn KW. Burn depth assessment by Lase Doppler Imaging (MoorLDI™). Moor Instrument 1st ed. 2002. 148. Hunter S, Heimbach DM, Honari SE, Eisenberg J, Engrav LH, Klein MB, et al. Current O.R. techniques: tangential excision of burns with the versajet hydrosurgery system. Available in the proceeding book of 36th American Burn Association annual meeting, Vancouver: 2004; S175. 149. Mitchell, C. Blood flow in normal skin and scar skin: comparing the different anatomical regions after burn injury. Shriners burn hospital, Galveston, TX. Available in the proceeding book of 36th American Burn Association annual meeting, Vancouver: 2004; S175. 150. Perdanakusuma DS, Sudjatmiko G. Immediate atau delayed skin grafting? Bagian ilmu bedah FKUI / RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Jakata, 1995. 151. Tamba RP, Moenadjat Y. Skin grafting pada kasus trauma: evaluasi selama lima tahun. Bagian Ilmu Bedah FKUI / RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Jakata, 1998 152. Kao CC, Garner WL. Acute Burns. J Plast and Reconst Surg 2000;105:2482-2493 153. Saffle JR, Davis B, Williams P. Recent outcomes in the treatment of burn injury in the United States: a report from the American Burn Association Patient Registry. J. Burn Care Rehabil. 16:219,1995 154. Infection control today - 11/2002: Immunocompromised Patients. www.infectioncontroltoday.com/articles/2b1feat1.html 155. Mangram AJ, Horan TC, Pearson ML, et al: Guideline for prevention of surgical site infection, 1999. Infect Control Hosp Epidemiol 1999;20:250-80. 156. Garner JS, Favero MS: Guideline for handwashing and hospital environmental control, 1985. Am J Infect Control 1986;14:110-29. 157. Doebbeling BN, Pfaller MA, Houston AK, et al: Removal of nosocomial pathogens form the contaminated glove: Implications for glove reuse and handwashing. Ann Intern Med 1988;109:394-8. 158. Pelke S, Ching D, Easa D, et al: Gowning does not affect colonization or infection rates in a neonatal intensive care unit. Arch Pediatr Adolesc Med 1994;148:1016-20. 159. Classen DC, Evans RS, Pestotnik SL, et al: The timing of prophylactic administration of antibiotics and the risk of surgical-wound infection. N Engl J Med 1992;326:281-6. 160. Cremer R, Ainaud P, Le-Bever H, Fabre M, Carsin H. Experimental Study of Pseudomonas aeruginosa Infection in Burn Rats. Nosocomial infection in a burns unit. www.pearl.sums.ac.ir/AIM/9924/lari9924.html 161. Haley RW, Culver DH, White JW, et al: The efficacy of infection surveillance and control programs in preventing nosocomial infections in US hospitals. Am J Epidemiol 1985;121:182-205. 162. Garner WL, Rittenberg T, Ehrlich HP, et al. Hypertrophic scar fibroblasts accelerate collagen gel contraction. Wound Repair Regen. 3:185,1995. 163. Ringold DJ, Santell JP, Schneider PJ. ASHP national survey of pharmacy practice in acute care settings: dispensing and administration--1999. Am J Health Syst Pharm. 2000 Oct 1;57(19):1759-75. 164. What are the Biologic Properties of Silver related to wound infection control and healing http://www.burnsurgery.org 165. Heggers JP, Hawkins H, Edgar P, Villarreal C, Herndorn DN. Treatment of infection in burns. In: Herndorn DN (editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders; 2002. p.11,120-169. 166. Monafo WW, Bessey PQ. Wound care. In: Herndorn DN (editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders; 2002. p.109-169. 167. Drosou A, Falabella A, Kirsner RD. Antiseptics on wounds: An wrea of controversy. Wounds. Nov. 2003. Available in website: http://www.woundsresearch.com 168. Edington HD. Wound healing. In: Simmons RL, Steed DL (editors). Basic science for surgeons. Philadelphia: WB Saunders; 1992. p.41-55. 169. Hunt TK. Control switchboard in wound healing - macrophages as operator, International symposium of tissue repair. Pattaya, Thailand: 1990. 170. Thomas S, Barrow RE, Herndorn DN. History of the treatment of burns. In: Herndorn DN (editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders; 2002. p. 1-5. Last Update: April 10, 2005 45a 45b Sisipan 1 Tabel National Center for Health Statistic Tabel Berat dan Tinggi Badan Rata-rata Kurva Berat Badan anak usia 1-5 tahun untuk keperluan lapangan berdasarkan Baku Harvard (P50) 60a Tabel Berat Badan menurut Tinggi Badan 60b 60c 60d 60e