Petunjuk Praktis
Penatalaksanaan Luka Bakar
Yefta Moenadjat
Asosiasi Luka Bakar Indonesia
2005
Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
Daftar isi
Halaman
Daftar isi i
Sambutan Ketua Harian Asosiasi Luka Bakar Indonesia ii
Pengantar iii
Daftar Kontributor iv
1 Pendahuluan 1
2 Penatalaksanaan Survai Luka Bakar 4
3 Penatalaksanaan Cedera Inhalasi 10
4 Penatalaksanaan Eskar Melingkar di dada 14
5 Resusitasi Cairan 16
6 Eskarotomi untuk memperbaiki sirkulasi 24
7 Perawatan 26
8 Perawatan di Ruang Intensif (ICU) 28
9 Penatalaksanaan Luka 31
10 Penggunaan Antibiotik 37
11 Flowsheet penatalaksanaan perawatan 46
12 Evaluasi dan Tatalaksana Gangguan Psikiatrik 49
13 Evaluasi dan Tatalaksana Nutrisi 51
14 Evaluasi dan Tatalaksana Rehabilitasi Medik 65
Addendum
1 Prosedur Intubasi Endotrakeal 71
2 Krikotiroidotomi 77
3 Regimen Resusitasi Cairan 81
4 Insersi Kateter Vena Sentral (CVP) 84
5 Indikasi Rawat di Ruang Perawatan Intensif (ICU) 89
6 Gangguan Keseimbangan Asam-Basa 91
7 Gangguan Elektrolit 98
8 Transfusi Darah 105
9 Hipotermia 108
10 Sistim Skoring Luka Bakar 111
11 Daftar Pustaka 117
Pengantar
Sebagaimana diketahui, Standar Prosedur Pelayanan (Standard of Procedure, SOP) merupakan acuan utama (gold standard) dalam pelayanan yang berdasarkan evidence based medicines level pertama. Namun karena komplekstitas permasalahan yang ada pada luka bakar demikian luas, penyusunan suatu standar pelayanan sangat sulit dilakukan, hal ini disebabkan karena minimnya data yang ditunjang oleh penelitian-penelitian luka bakar level pertama. Sementara, kebanyakan data yang ada ditunjang oleh penelitian-penelitian tingat kedua; karenanya standar yang disusun lebih merupakan suatu bentuk petunjuk praktis (guidelines).
Di sisi lain, tampaknya penyusunan petunjuk praktis ini lebih sesuai dengan kondisi pelayanan kesehatan di Indonesia yang sarat dengan keterbatasan dan demikian beragamnya pola pelayanan.
Berdasarkan hal tersebut, Asosiasi Luka Bakar Indonesia menyusun protokol penatalaksanaan kasus luka bakar dalam bentuk Petunjuk Praktis (Practice Guidelines).
Buku ini dilengkapi oleh buku lainnya, yaitu Resusitasi: Dasar-dasar Manajemen Luka Bakar fase akut dan Organisasi Manajemen Luka Bakar.
Semoga bermanfaat.
Jakarta, Februari 2005.
Penyusun
1
1 Pendahuluan
Paradigma penatalaksanaan luka bakar mengalami perubahan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran (iptekdok); khususnya bidang biomolekular dan traumatologi.
Setiap fase luka bakar diwarnai oleh permasalahan spesifik dan perubahan dimaksud dirasakan terasa demikian pesat sejak akhir tahun 1990 sejak berkembangnya konsep Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome dan (MODS,) serta traumatologi. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi memerlukan pendekatan beberapa disiplin ilmu (multidisipliner), yang mutlak secara terpadu bersama-sama mengupayakan penurunan mortalitas luka bakar.
Dilain pihak, dengan perkembangan iptekdok yang semakin pesat, dituntut pemikiran-pemikiran rasional dan dasar (alasan) yang kuat dalam melakukan tindakan; tidak hanya berdasarkan logika dan intuisi semata. Oleh karenanya, diperlukan suatu standar pelayanan yang memiliki dasar keilmuan, ditunjang oleh evidence-based medicine dan dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah. Standar pelayanan dimaksud adalah suatu standar prosedur pelayanan yang sebelumnya dikenal dengan sebutan Standard of Procedure (SOP).
Namun, luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan penyakit,
kelainan, bahkan trauma lain yang ada / diketahui di dunia kedokteran. Kompleksitas permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun suatu
bentuk standar pelayanan baku. Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini, maka penyusunan standar harus mengacu pada evidence-based medicines yang terdiri dari beberapa kategori; menghasilkan beberapa kelas rekomendasi.
Classes of evidence dan rekomendasi
Dikenal ada 3 (tiga) kategori evidence-based medicines, yaitu:
1. Class I evidence
2. Class II evidence
3. Class III evidence
Rekomendasi yang dihasilkan dari ketiga kategori ini ada beberapa tingkat, yaitu:
A. Standard
B. Guidelines
C. Options
Bahwa acuan pertama rekomendasi adalah Standard (Gold standard, rekomendasi: A),
merupakan protokol baku yang harus dilakukan atau diterapkan. Acuan kedua adalah
petunjuk praktis (Practice guidelines, rekomendasi: B) yang dijadikan acuan dalam
melakukan tindakan; meskipun memiliki beberapa celah yang masih diperdebatkan sehingga
menimbulkan pro & con. Sedangkan acuan ketiga adalah opsi (Options, rekomendasi: C)
yang dapat dipertimbangkan dalam melakukan tindakan.
Ada faktor lain yang dipertimbangkan atau mendasari penyusunan protokol, yaitu masalah
biaya (cost-effectiveness). Cost-effectiveness ini menjadi salah satu faktor penting dalam
penerapan iptekdok yang mengupayakan efisiensi setiap prosedur dalam bidang pelayanan
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
2
medik; yang sangat berarti di negara-negara berkembang, bahkan di negara-negara maju
sekalipun.
Tabel 1. Classes of evidence
1 Class I evidence
Suatu bentuk evidence-based medicine yang merupakan Gold standard : disusun berdasarkan suatu atau beberapa penelitian Randomized Controlled Trials (RCT) yang bersifat prospektif dengan penerapan desain dan metodologi yang baik.
2 Class II evidence
Suatu bentuk evidence-based medicine yang disusun berdasarkan suatu atau beberapa studi klinik yang bersifat prospektif maupun retrospektif berdasarkan data yang dapat dipercaya. Termasuk didalamnya adalah studi observasional, studi kohort, studi prevalensi dan studi kasus kelola.
3 Class III evidence
Suatu bentuk evidence-based medicine yang disusun berdasarkan suatu atau beberapa studi klinik seperti serial kasus, tinjauan kasus, laporan kasus dan pendapat ahli.
4
Asesmen teknologi
Tidak termasuk pada klasifikasi, namun dalam konteks penerapan teknologi, setiap tindakan (demikian pula halnya mengenai suatu alat medik) ditinjau dalam hal akurasi, tingkat kepercayaan, potensi
terapetik dan cost-effectiveness
Tabel 2. Tingkat rekomendasi
A Standard
Mencakup prinsip-prinsip yang dapat diterima, mencerminkan derajat kepastian
klinik tingkat tinggi. Biasanya berdasarkan pada Class I evidence; namun
dimungkinkan juga berdasarkan suatu Strong Class II evidence (sebaliknya,
suatu Weak Class I evidence belum tentu dapat dijadikan standard). Standard
merupakan suatu protokol baku yang harus diterapkan.
B Guidelines
Mencakup strategi (atau strategi-strategi) khusus yang mencerminkan derajat
kepastian klinik tingkat menegah (moderat). Biasanya berdasrkan Class II
evidence atau Strong Class I evidence. Guidelines merupakan panduan yang
dapat diterapkan pada kebanyakan kasus; namun harus disesuaikan dengan
keadaan / kondisi pasien.
C Options
Mencakup strategi yang didukung oleh dasar ilmiah yang kurang kuat, namun
direkomendasikan oleh panel. Biasanya berdasarkan Class III evidence,
umumnya bermanfaat untuk keperluan pendidikan dan sebagai acuan dalam
membuat desain penelitian, tetapi cukup beralasan dan dapat dijadikan strategi
dalam penatalaksanaan kasus.
Tampaknya dengan adanya beberapa tingkat rekomendasi ini banyak keuntungan diperoleh;
khususnya dalam hal pelayanan luka bakar dengan segala macam kompleksitas
permasalahannya yang dikaitkan dengan beragam jenis serta kategori sarana dan prasarana
pelayanan kesehatan (khususnya Rumah Sakit) di Indonesia (RS tipe A, B, C dan D); dan
terlebih dengan pertimbangan cost-effectiveness yang disebutkan di atas menjadikan
penerapan protokol lebih mudah, disesuaikan dengan suasana / iklim ekonomi di Indonesia
yang sarat dengan keterbatasan ini.
Untuk selanjutnya, protokol ini akan lebih tepat disebut sebagai Petunjuk praktis (Practice
Guidelines), karena lebih banyak memuat guidelines dan options; menggantikan suatu
Standard of Procedure (SOP) yang selama ini dianut.
3
Format
Format yang digunakan dalam publikasi ini bertujuan memudahkan para praktisi dalam
menerapkan protokol, secara berurutan diuraikan menurut:
- Rekomendasi
- Overview
- Proses
- Dasar ilmiah
- Kesimpulan
- Butir-butir yang perlu diteliti
- Tabel-tabel
- Daftar pustaka
Pada penelusuran lebih lanjut, ternyata protokol ini lebih banyak memuat guidelines dan
beberapa options; dikaitkan dengan kompleksitas permasalahan pada luka bakar
sebagaimana diuraikan pada paragraf pendahuluan, oleh karena itu mungkin lebih tepat
disebut sebagai suatu Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar dibandingkan suatu
Prosedur Pelayanan Standar (Standard of Procedure, SOP). Hal lain yang mendasari
pemilihan judul ini adalah karena dinamika dan pesatnya perkembangan iptekdok yang
menyebabkan kesulitan untuk membakukan suatu prosedur.
Daftar pustaka
1. Moenadjat Y. Luka bakar: pengetahuan klinis praktis. Edisi revisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
2. Moenadjat Y, dkk. Protokol penatalaksanaan luka bakar di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo Jakarta, 2001.
3. American Burn Association. Practice guidelines for burn care. Suppl. J Burn carerehab. 2001.
4. American Burn Association. Guidelines for operation of burn unit. Available in website:
http://www.ameriburn.org/guidelinesops.pdf
5. British Burn Association. Standards and strategies for burn care. Available in website:
http://www.baps.co.uk/documents/nbcr.pdf
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
4
2 Penatalaksanaan Survai Luka Bakar
Rekomendasi
Standard
Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu standard
Guidelines
Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu guidelines
Options
Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera, sehingga penatalaksanaannya
secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang diterapkan menurut
Advanced Trauma Life Support (ATLS), secara khusus menurut Advanced Burn Life
Support (ABLS); dijabarkan sebagai berikut.
Survai Primer
Penilaian jalan nafas (Airway)
Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan
adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap / sisa
pembakaran yang terhisap.
Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti dibawah ini:
1. Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup
2. Riwayat terpapar pada ledakan
3. Luka bakar mengenai muka
4. Bulu hidung dan alis terbakar
5. Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring
6. Sputum mengandung karbon.
Kasus dengan kecurigaan cedera inhalasi (memenuhi salah satu dari enam kriteria
diatas) masuk ke ruang resusitasi untuk memperoleh penanganan yang sesuai (lihat
penatalaksanaan cedera inhalasi, halaman 10)
Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)
Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena adanya
eskar melingkar di dinding dada dan atau adanya cedera toraks (misal pneumotoraks,
hematotoraks, fraktur tulang iga dsb)
Kasus dengan kecurigaan gangguan mekanisme bernafas masuk ke ruang resusitasi
untuk memperoleh penanganan yang sesuai (lihat penatalaksanaan gangguan
mekanisme bernafas, halaman 14)
Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok1 hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu: gangguan kesadaran,
pucat, takikardi, nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar yang tidak
1 Perdefinisi syok adalah gangguan perfusi dan oksigenasi jaringan
5
adekuat atau uji pengisian kapilar >2detik, suhu tubuh turun baik suhu sentral maupun
perifer).
Kasus dengan syok masuk ke ruang resusitasi untuk memperoleh penanganan yang
sesuai (lihat penatalaksanaan resusitasi syok, halaman 16 dan addendum halaman 81)
Survai Sekunder
Pemeriksaan fisik
Menentukan adanya cedera dengan melakukan pemeriksaan dari ujung rambut sampai
ke ujung kaki, untuk menentukan cedera pada bagian tubuh termasuk adanya cedera
lain / penyerta (selain luka bakar)
Menentukan luas dan derajat (kedalaman) luka bakar berdasarkan Rule of Nines2
Menentukan berat badan dan panjang badan pasien
Baseline determinations for major burn
Pemeriksaan laboratorium darah terdiri dari:
o Darah perifer lengkap, elektrolit, analisis gas darah, protein total (albumin dan
globulin), glukosa darah, fungsi ginjal dan fungsi hati.
o Pada penilaian adanya asidosis, maupun melakukan koreksi; perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh. Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2, HCO3, Base excess, Na K dan cl, pH dan saturasi
oksigen (lihat addendum halaman 91).
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik lainnya), bila
diperlukan, dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah / gangguan jalan
nafas, mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Flowsheet
(Lihat flowsheet)
Masalah yang berhubungan dengan luka bakar melingkar pada ekstremitas dalam
memperbaiki sirkulasi ke distal.
- Perhiasan dilepaskan
- Penilaian sirkulasi di daerah distal (adanya sianosis, hambatan pengisian kapilar,
adanya gangguan neurologik yang bersifat progresif)
- Untuk eskar melingkar, lakukan eskarotomi; sementara fasiotomi diperlukan bila
terdapat cedera skeletal, crushed injury dan atau luka bakar yang disebabkan listrik
(lihat penatalaksanaan eskarotomi untuk memperbaiki sirkulasi, halaman 24).
Pemasangan Pipa nasogastrik
Pipa nasogastrik (ukuran 8-12F untuk dewasa, 8-10F untuk anak-anak) bertujuan untuk
melakukan penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung. Penilaian dilakukan dengan
cara memasukkan air melalui pipa nasogastrik 50ml yang dibiarkan selama 1 jam (pipa
2 Rule Nines dari Wallace menjelaskan cara menentukan persentasi luas luka bakar berdasarkan telapak tangan
penderita (1 telapak adalah 1%)
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
6
di klem 1 jam), selanjutnya lakukan aspirasi. Bila cairan aspirat (Gastric Residual
Volume)3:
- Kurang dari 200 ml, tidak ada gangguan pasase lambung.
- >200-400ml, ada gangguan ringan.
- 400ml, ada gangguan berat.
Pemberian analgetik, sedatif dan narkotik
- Pemberian narkotik sebagai analgetik, bila diperlukan, memiliki pedoman:
Harus menggunakan jalur intravena.
Harus diberikan secara kontiniu melalui infus (terbaik menggunakan infusion
pump).
- Hindari penggunaan analgetik yang bersifat nefrotoksik:
Golongan aspirin
Golongan NSAID: Tramadol
- Pemberian analgetik perlu diberikan sebelum melakukan prosedur (penggantian
balutan, posisi, fisioterapi, dsb)
Penatalaksanaan luka
(Lihat protokol penatalaksanaan luka, halaman 31)
Antibiotik
(Lihat protokol pemberian antibiotik, halaman 38)
Penatalaksanaan nutrisi
(lihat protokol penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar, halaman 51)
Perawatan rehabilitasi medik
(lihat protokol rehabilitasi medik, halaman 65)
Pelaksana
Tindakan survai primer, sekunder maupun penatalaksanaan awal di Instalasi Gawat
Darurat ( IGD ) dilaksanakan oleh dokter gawat darurat (ahli bedah / asisten bedah, ahli
anestesi / asisten anestesi, dokter umum) yang telah menjalani kursus Advanced
Trauma Life Support (ATLS) dan / atau Advanced Burn Life Support (ABLS)
Overview
Survai primer dikerjakan setelah triase pada kesempatan pertama, melakukan penilaian
terhadap kondisi-kondisi gawat darurat yang menyebabkan kematian dalam waktu
singkat. Dengan terselenggaranya penilaian yang tepat, dilanjutkan dengan tatalaksana
yang baik, pasien akan terhindar dari bahaya yang membawanya pada kematian dalam
waktu singkat.
Segera setelah melakukan penilaian dan tatalaksana survai primer, lakukan survai
sekunder untuk menetapkan diagnosis dan besaran masalah sebagai dasar untuk
3 Gastric Residual Volume (GRV) mencerminkan adanya gangguan sirkulasi splangnikus, bukan merupakan suatu
patokan mutlak untuk menentukan saat pemberian Nutrisi Enteral. Pada beberapa kepustakaan terakhir (2002-2003)
disebutkan patokan GRV yang aman adalah <200ml -="-" 20-25="20-25" 400ml.="400ml." 7="7" 8="8" adalah="adalah" adanya="adanya" agar="agar" akan="akan" akibat="akibat" aktifitas="aktifitas" anak="anak" antara="antara" atas="atas" atau="atau" autoregulasi="autoregulasi" bagian="bagian" bakar.="bakar." bakar="bakar" bawah="bawah" beberapa="beberapa" bentuk="bentuk" berdampak="berdampak" berdasarkan="berdasarkan" berfungsi="berfungsi" berikut.="berikut." berkurangnya="berkurangnya" berlanjut="berlanjut" bernafas="bernafas" bersifat="bersifat" berurutan="berurutan" besar="besar" bila="bila" cairan="cairan" cedera="cedera" cerna="cerna" compliance="compliance" control="control" dalam="dalam" damage="damage" dampak="dampak" dan="dan" dapat="dapat" dari="dari" dasar="dasar" daya="daya" degenerasi="degenerasi" dengan="dengan" dewasa="dewasa" di="di" diikuti="diikuti" dilakukan="dilakukan" dilanjutkan="dilanjutkan" dinding="dinding" diperlukan="diperlukan" disebabkan="disebabkan" disertai="disertai" disorientasi.="disorientasi." disrupsi="disrupsi" ditandai="ditandai" diuraikan="diuraikan" dsb="dsb" edema:="edema:" edema="edema" ekspansi="ekspansi" ekstrapasasi="ekstrapasasi" ensefalopati="ensefalopati" eskar="eskar" fraktur="fraktur" fungsi="fungsi" gangguan="gangguan" gas="gas" ginjal="ginjal" glia="glia" glotis="glotis" hati="hati" hematotoraks="hematotoraks" hipoksia="hipoksia" hipoperfusi="hipoperfusi" hipovolemik="hipovolemik" iga="iga" ilmiah="ilmiah" inadekuat="inadekuat" inhalasi="inhalasi" ini="ini" integumentum="integumentum" interstisiel="interstisiel" intravaskular="intravaskular" iskemianekrosis="iskemianekrosis" jalan="jalan" jantung="jantung" jaringan.="jaringan." jaringan="jaringan" kapilar="kapilar" karbon="karbon" kardial="kardial" karena="karena" ke="ke" kebocoran="kebocoran" kebutuhan="kebutuhan" kedua="kedua" kegelisahan="kegelisahan" kehilangan="kehilangan" kemampuan="kemampuan" kematian.="kematian." kematian="kematian" kepustakaan="kepustakaan" khusus.="khusus." khususnya="khususnya" kimiawi="kimiawi" klinik="klinik" klinis="klinis" kompensasi="kompensasi" kondisi="kondisi" lain="lain" langsung="langsung" laring="laring" luka="luka" maka="maka" manifestasi="manifestasi" mekanisme="mekanisme" melakukan="melakukan" melingkar="melingkar" membawa="membawa" memenuhi="memenuhi" memperberat="memperberat" memperoleh="memperoleh" mencapai="mencapai" mengadakan="mengadakan" mengalami="mengalami" meningkatkan="meningkatkan" menjadi="menjadi" menjalankan="menjalankan" menurunnya="menurunnya" menyebabkan="menyebabkan" menyebutkan="menyebutkan" menyelamatkan="menyelamatkan" menyelenggarakan="menyelenggarakan" merupakan="merupakan" metabolisme="metabolisme" misal="misal" misalnya="misalnya" mukosa="mukosa" muskulatur="muskulatur" nafas="nafas" nilai="nilai" normal.="normal." normal="normal" obstruksi="obstruksi" oksigen="oksigen" oksigenasi="oksigenasi" oleh="oleh" organ-organ="organ-organ" pada="pada" panas="panas" paparan="paparan" paradigma="paradigma" partikel-partikel="partikel-partikel" paru="paru" pasien="pasien" patologik="patologik" pembakaran="pembakaran" penatalaksanaan="penatalaksanaan" penurunan="penurunan" perfusi="perfusi" perhatian="perhatian" perifer="perifer" permeabilitas="permeabilitas" pernafasan="pernafasan" perubahan="perubahan" petunjuk="petunjuk" pneumonia="pneumonia" pneumotoraks="pneumotoraks" praktis="praktis" primer="primer" prioritas="prioritas" proses="proses" pulmonal="pulmonal" respirasi="respirasi" resusitasi="resusitasi" revolusioner="revolusioner" rongga="rongga" saluran="saluran" sebagai="sebagai" secara="secara" sehingga="sehingga" sekunder="sekunder" sel-sel="sel-sel" sel="sel" selular="selular" sementara="sementara" sempurna="sempurna" sendirinya="sendirinya" sentral="sentral" seorang="seorang" serebral.="serebral." serebral="serebral" singkat="singkat" sirkulasi="sirkulasi" sisa="sisa" sistim="sistim" splangnikus="splangnikus" suatu="suatu" suplai="suplai" survai="survai" syok.="syok." syok="syok" takikardia="takikardia" takipnu="takipnu" tepat.="tepat." terbatas="terbatas" terganggunya="terganggunya" terhadap="terhadap" terjadi="terjadi" terminologi="terminologi" termis="termis" tidak="tidak" timbul="timbul" timbulnya="timbulnya" tindakan="tindakan" toksik="toksik" topik="topik" toraks="toraks" trakeobronkitis="trakeobronkitis" transportasi="transportasi" tubuh="tubuh" tulang="tulang" untuk="untuk" vital="vital" volume="volume" waktu="waktu" yang="yang">4jam) yang menimbulkan
gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi, diare (enterokolitis), perdarahan
saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress ulcer, Curling’s ulcer), ileus dan
translokasi bakteri yang memicu sepsis. Tes Retensi atau penilaian kuantitas dan
kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai salah satu cara klinis dalam melakukan
penilaian adanya hipoperfusi splangnikus. Penilaian lain yang lebih baik adalah
dengan melakukan pengukuran keasaman (pH) submukosa dengan tonometer (sulit
diperoleh) dan melakukan penilaian mukosa melalui pemeriksaan endoskopi.
- Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal akibat
iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis, secara klinis ditandai
dengan oliguria sampai dengan anuria, gangguan sistim autoregulasi ginjal (produksi
renin-angiotensin), penurunan fungsi ginjal (peningkatan ureum/kreatinin darah,
gangguan keseimbangan asam-basa) dan berakhir dengan gagal ginjal yang
membawa pasien pada kondisi uremia dan kematian.
- Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide, NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator sepsis.
Kesimpulan
Gangguan ABC merupakan suatu kondisi membahayakan jiwa yang perlu dideteksi
seawal mungkin dan memerlukan tindakan yang tepat dan cepat dalam upaya
menyelamatkan jiwa pasien.
Butir-butir yang perlu diteliti
Beberapa topik yang perlu diteliti antara lain:
1. Cedera inhalasi:
a. Patologi saluran nafas pada cedera termis dan cedera kimiawi: pemeriksaan
bronkoskopik awal
b. Deteksi dan resusitasi awal: dampak pada mortalitas
2. Syok hipovolemia dan selular:
a. Waktu iskemik masing-masing organ, dikaitkan dengan SIRS dan MODS
b. Resusitasi cairan: pedoman untuk syok
Daftar pustaka
1. American Burn Association. Burn modules. Available in website: http://www.ameriburn.org
2. Demling RH. Burn modules. Available in website: http://www.burnsurgery.org, 2001.
3. Dimick AR. Burn and cold injury. In: Hardy’s textbook of surgery. Philadelphia: JB Lippincott company; 1983.
p:177-89.
9
4. Boswick JAJ Jr (editor). The art & science of burn care. Rockville-Maryland, Royal Tunbridge wells: An Aspen
publication; 1987.
5. Burn Research: Current and future directions. Asia Connection; 1996. Vol. 1 Issue 2; p.9.
6. Critical care of burns patients. Asia Connection, 1996Vol. 1 Issue 2; p.9.
7. Major advances in burns care announced at Asia Pacific conference. Asia Connection; 1996.Vol. 1 Issue 2;
p.4.
8. The University of Washington approach to burns managements. Asia Connection; 1996. Vol. 1 Issue 2; p.5.
9. Bakker, JJ. Complications of severe burns. Dalam: Proseeding book Burn Symposium and Workshop. Jakarta:
FKUI. 1997.
10. Moenadjat Y. Faktor prognosis dan sistim skoring pada luka bakar. Indones J Surg 2001. XXIX(3). p12-8.
11. Moenadjat Y, Wifanto J. Faktor yang berperan pada prognosis kasus Luka bakar. Indones J Surg 2001.
XXIX(3). p12-8.
12. Muller et all. The Challenge of burns. Lancet 1:22 94, Vol 343. Issue 8891, p.216.
13. Leung PC. Burns: treatment & research. Singapore: World scientific; 1991.
14. Martyn JAJ. Acute management of the burned patient. Philadelphia: WB Saunders Company; 1990. p.12-65,
138.
15. Marik PE (editor). Handbook of evidence based critical care. New York: Springer; 2001. p:
13,75,101,109,241,421,457.
16. Vander Salm,TJ, Cutler BS, Wheeler HB. Atlas of bedside procedures. Boston: Little Brown and Co; 1979. p.
25-36,159-176
17. Settle JAD. General management. In: Settle JAD (editor). Principles and practice of burns management. New
York: Churchill Livingstone; 1996. p.223-41.
18. Alexander RH, Proctor HJ. Initial assessment and management. Advanced Trauma Life Support course for
physicians. Student manual book. Committee on Trauma American College of Surgeons, 1993. p.17-38.
19. Briggs SE. First aid and immediate care of acute thermal injury. In: Martyn JAJ. Acute management of the
burned patients. Philadelphia: WB Saunders. Co. 1990; p.1-24.
20. American Burn Association. Advanced Burn Life Support course. Provider’s manual. 2001.
21. Jeo WS, Moenadjat Y. Factors affecting severe burn mortality rate: a five year evaluation in Cipto
Mangunkusumo hospital burn unit. Indones J Surg 2000.
22. American College of Surgeons. Guidelines for the Operation of Burn Units. Reprinted from Resources for
Optimal Care of the Injured Patient, Chapter 14: Committee on Trauma, 1999. Available in website:
http://www.ameriburn.org/guidelinesops.pdf
23. Ali J, Adam RU, Gana TJ, Bedaysie H, Williams JI. Effect of the prehospital trauma life support program
(PHTLS) on prehospital trauma care. J Trauma 1997; 42(5):786-90
24. McManus WF, Pruitt BA Jr. Thermal Injuries. In: Feliciano DV, Moore EE, Mattox KL, editors. Trauma. 3rd ed.
Connecticut: Appleton & Lange, 1996; 937-50
25. Pruitt BA, Goodwin CW, Pruitt SK. Burns: including cold, chemical and electric injuries. In: Sabiston DC Jr,
Lyery HK, editors. Textbook of surgery; 15th ed. Philadelphia : WB Saunders Company; 1997; 221-52.
26. Polk HC, Gardner B, Stone HH. Burns. In: Polk HC, Gardner B, Stone HH, editors. Basic surgery; 5 th ed.
Missouri: Quality medical publishing Inc, 1995; 750-61
27. Walt AJ, editor. American College of Surgeons, Comitte on Trauma. Early care of the injured patient. 3rd ed.
Philadelphia: WB Saunders Company, 1982
28. McManus WF, Pruitt BA Jr. Thermal Injuries. In: Feliciano DV, Moore EE, Mattox KL, editors. Trauma. 3rd ed.
Connecticut: Appleton & Lange, 1996; 937-50
29. Saffle JR, Larson CM, Sullivan J, Shelby J. The continuing challenge of burn care in the elderly. Surgery 1990;
108(3):534-43.
30. McCance KL, Huether SE, editors. Pathophysiology : The biologic basis for disease in adults and children; 2nd
ed. St. Louis: Mosby Year Book, 1994; 1544-55
31. Moossa AR, Hart ME, Easter DW. Surgical complication. In: Sabiston DC Jr, Lyery HK, editors. Textbook of
surgery; 15th ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1997; 347
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
10
3 Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan / bukti klinis-obyektif adanya cedera inhalasi (seperti
edema muka sekitar hidung-mulut dan leher, bulu hidung terbakar dan edema mukosa
hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan.
Rekomendasi
Standard
Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu standard
Guidelines
Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu guidelines
Options
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam
pertama pasca kejadian, didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa
saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar, di atas glotis) biasanya terjadi
dalam kurun waktu tersebut; meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam
pertama (edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil). Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis.
Prosedur yang dilakukan, antara lain:
1. Intubasi dan atau krikotiroidotomi:
- Bila dijumpai distres pernafasan, kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan, kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot sebagai premedikasi, dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2. Pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui pipa endotrakea
3. Penghisapan sekret secara berkala
4. Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi selama 24 jam
5. Lavase bronko-alveolar (bronchial washing, pulmonary toilet) untuk melepaskan sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi.
6. Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi: 1 ampul diuapkan dalam nebulizer, 3 kali sehari; dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar kimia dan luka bakar listrik).
7. Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan:
Gejala subyektif :
- gelisah (akibat hipoksia)4, sesak nafas (dispnu)
4 Pada penderita yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia khususnya pada
sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan. Kemungkinan oleh sebab lain dipikirkan kemudian.
11
Gejala obyektif :
- Klinis: peningkatan frekuensi pernafasan (>30kali per menit), pernafasan dangkal, sianotik, stridor, aktivitas otot-otot pernafasan tambahan,
- Pemeriksaan bantuan: perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis
gas darah (yang terjadi pada masa akut / 8 jam pertama pasca
kejadian) sementara gambaran perselubungan / infiltrat pada paru
biasanya baru dijumpai >24jam s/d 4-5 hari (biasanya dikaitkan
dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome, ARDS)
Untuk pemantauan ini , maka dilakukan pemeriksaan
i. Analisis gas darah serial
1. Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2. Dalam 8jam pertama
3. Dalam 24jam pasca cedera
4. Selanjutnya sesuai kebutuhan
ii. Foto toraks/paru, 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca
cedera. Pemeriksaan radiologik (foto toraks/paru) dikerjakan
bila masalah pada jalan nafas, pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
8. Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9. Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10. Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik,
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing, pulmonary toilet). Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast, mucus plug) dengan gejala distres pernafasan;
dalam hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi /
krikotiroidotomi secara periodik.
11. Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk, pronasi), vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan
baik secara pasif maupun aktif, latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal.
Overview
(Lihat overview cedera inhalasi, bab 2 halaman 7)
Proses
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif), sampai terbukti tidak
ada distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien. Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas
akut, namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas. Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi, perawatan jalan nafas (penghisapan sekret, humidifikasi, lavase
bronko-alveolar, dsb) dapat dikerjakan secara optimal.
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat gawat
darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres pernafasan
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
12
yang membahayakan jiwa pasien. Yang terbaik adalah melakukan trakeostomi /
krikotoroidotomi.
Dasar ilmiah
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel glia/otak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik). Upaya memelihara
tersedianya suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi
saluran nafas (baik dengan intubasi maupun trakeostomi / krikotiroidotomi),
perawatan saluran nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala,
humidifikasi (menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental; serta
menyediakan suplai oksigen 2-4 liter per menit.
Dengan perawatan ini, proses inflamasi pada mukosa akan diredam, saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik.
Proses pembuktian (sekaligus perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan
menggunakan bronkoskop, sehingga diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan
lebih awal dan penatalaksanaan selanjutnya menjadi lebih tepat.
Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan perawatan secara agresif,
hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi semakin hebat dan
manifestasi distres pernafasan menjadi nyata, pertolongan (resusitasi) jarang
memberikan hasil baik.
Kesimpulan
Dengan adanya cedera inhalasi dengan atau tanpa distres pernafasan, tindakan
terbaik adalah melakukan intubasi atau trakeostomi / krikotiroidotomi dilanjutkan
penatalaksanaan perawatan saluran nafas yang tepat.
Butir-butir yang perlu diteliti
- Pemeriksaan bronkoskopik awal dengan penatalaksanaan saluran nafas
yang tepat menggunakan bronkoskop
- Intubasi vs. trakeostomi / krikotiroidotomi
- Intubasi dan trakeostomi awal pada bayi dan anak
Daftar pustaka
1. Beeley JM, Clark RJ. Respiratory problems in fire victims. In: Settle JAD (editor). Principles and practice of
burns management. New York: Churchill Livingstone; 1996. p.117-36.
2. Baret JP, Herndon DN. Color atlas of burn care. London: WB Saunders; 2001; p:47-68.
3. Demling RH. Burn modules. Available in website: http://www.burnsurgery.org, 2001.
4. Tredget EE, Shankowsky HA, Taerum TV, et al. The role of inhalation injury in burn trauma: a Canadian
experience. Ann. Surg. 212:720,1990.
5. Smith D. L, Cairns BA, Ramadan F, et al. Effect of inhalation injury, burn size, and age on mortality: a study of
1447 consecutive burn patients. J. Trauma 37:655,1994.
6. Sherwood, ER, Toliver-Kinksy, T, Lin C, Varma, T, Herndorn, DN. Smoke inhalation injury causes suppression
of systemic immune responses. S59.
7. Bone RC, Balk R, Slotman G, et al: Adult Respiratory Distress Syndrome, Sequence and importance of
development of multiple organ failure. Chest 1992; 101: 320-326.
8. Catotto, R, Andrew B. Cooper, John R. Esmond, Manuel Gomez, Joel S. Fish. Early clinical experience with
high-frequency oscillatory ventilation for ARDS in adult burn patients. J Burn Care Rehabil 2002; 22,5325-333
9. Working group on metabolism and nutrition. Workshop on ARDS, Jakarta 2002.
13
10. Respiratory Care: Educational symposia. Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn
Association. Vancouver: 2004.
11. Saffle JR, Stephen E. Morris, Linda Edelman. Early tracheostomy does not improve outcome in burn patients.
J Burn Care Rehabil 2002; 23:431-438
12. Neuman P. Lung dysfunction in early phase of sepsis. In: Baue AE, Berlot G, Gullo A (editors). Sepsis and
organ dysfunction: The challenges continuous. Milano: Springer Verlag; 2000. p.17-33.
13. Tomashefsky JF. Acute respiratory distress syndrome: Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome. Clin chest med 2000; vol 21 no.3. Available in website:
http://www.home.mdconsult.com/das/article/body/1/jorg
14. Steinberg KP, Hudson LD. Acute respiratory distress syndrome: Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome, the clinical syndrome. Clin chest med 2000; vol 21 no.3. Available in website:
http://www.home.mdconsult.com/das/article/body/1/jorg
15. Adianto S, Moenadjat Y. Trakeostomi pada luka baker dengan cedera inhalasi, studi retrospektif di unit luka
bakar RSUPN Cipto Mangunkusumo. Unpublished; 2001.
16. Mokhtar, Moenadjat Y. Trakeostomi pada luka bakar dengan cedera inhalasi: sebagai tindakan pencegahan
ARDS. Unpublished; 2002.
17. Herndon DN, Langer F, Thompson P, Linares HA, Stein M, Traber DL. Pulmonary injury in burned patients.
Surg Clin North Am 1987; 67:31-46.
18. Mathay MA, Geyser T, Matalon S. Oxydant-mediated lung injury in the adult respiratory distress syndrome. J:
Crit.Care Med. Vol 27 No 9, Sep.99, p:2028
19. Burke, AS, Cox, RA, Barrow, RE, Traber, D, Hawkins, HK. Ovine lung apoptosis after thermal burn and smoke
inhalation. Proceeding book of American Burn Association 34th annual meeting. S119.
20. Thompson PB, Herndon DN, Traber DL, Abston S. Effect on mortality of inhalation injury. J Trauma, 26 (2):
163-5, 1986
21. Stone HH, Martin JD Jr. Pulmonary injury assosiated with thermal burns. Surg Gynecol Obstet 1969;
129:1242-46.
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
14
4 Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan / bukti klinis-obyektif adanya cedera inhalasi seperti
edema muka sekitar hidung-mulut dan leher, bulu hidung terbakar dan edema mukosa
hidung; tanpa gejala dan tanda distres pernafasan
Rekomendasi
Standard
Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu standard
Guidelines
1. Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan:
1) Gejala subyektif :
- gelisah (akibat hipoksia), sesak nafas (dispnu)
2) Gejala obyektif :
- peningkatan frekuensi pernafasan (>30kali per menit), dangkal, disertai
tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan
sebelumnya.
2. Untuk pemantauan ini, dilakukan pemeriksaan sebagaimana dijelaskan pada bab 3
(penatalaksanaan cedera inhalasi).
3. Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat; dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10, 22 atau 24.
4. Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5. Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6. Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
sebagaimana dijelaskan pada penatalaksanaan luka (bab 9, halaman 31).
Overview
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian, didasari pemikiran:
Suplai oksigen yang adekuat harus terselenggara dalam memperbaiki perfusi
selular/jaringan untuk mencegah disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan
yang bersifat ireversibel. Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena
adanya gangguan jalan (saluran) nafas semata, namun juga karena adanya gangguan
mekanisme respirasi (ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar
di dinding rongga toraks. Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan
jeratan eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan
baik.
Proses
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas.
15
Dasar ilmiah
Compílance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding dada pada proses respirasi. Adanya
eskar khususnya melingkar akan menyebabkat limitasi gerakan dinding dada sehingga
menurunkan kapasitas pengembangan paru.
Kesimpulan
Prosedur eskarotomi dikerjakan dalam waktu relatif singkat, tidak memerlukan instrumen
khusus; mutlak diperlukan untuk mengembalikan gerakan ekspansi rongga toraks yang
akan memperbaiki compliance paru dan menjamin terselenggaranya suplai oksigen.
Butir-butir yang perlu diteliti
- Pemeriksaan fungsi respirasi (compliance paru) awal
Daftar pustaka
1. Beeley JM, Clark RJ. Respiratory problems in fire victims. In: Settle JAD (editor). Principles and practice of
burns management. New York: Churchill Livingstone; 1996. p.117-36.
2. Baret JP, Herndon DN. Color atlas of burn care. London: WB Saunders; 2001; p:47-68.
3. Demling RH. Burn modules. Available in website: http://www.burnsurgery.org, 2001.
4. Respiratory Care: Educational symposia. Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn
Association. Vancouver: 2004.
5. Saffle JR, Stephen E. Morris, Linda Edelman. Early tracheostomy does not improve outcome in burn patients.
J Burn Care Rehabil 2002; 23:431-438
6. Neuman P. Lung dysfunction in early phase of sepsis. In: Baue AE, Berlot G, Gullo A (editors). Sepsis and
organ dysfunction: The challenges continuous. Milano: Springer Verlag; 2000. p.17-33.
7. Tomashefsky JF. Acute respiratory distress syndrome: Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome. Clin chest med 2000; vol 21 no.3. Available in website:
http://www.home.mdconsult.com/das/article/body/1/jorg
8. Steinberg KP, Hudson LD. Acute respiratory distress syndrome: Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome, the clinical syndrome. Clin chest med 2000; vol 21 no.3. Available in website:
http://www.home.mdconsult.com/das/article/body/1/jorg
9. Adianto S, Moenadjat Y. Trakeostomi pada luka baker dengan cedera inhalasi, studi retrospektif di unit luka
bakar RSUPN Cipto Mangunkusumo. Unpublished; 2001.
10. Mokhtar, Moenadjat Y. Trakeostomi pada luka bakar dengan cedera inhalasi: sebagai tindakan pencegahan
ARDS. Unpublished; 2002.
11. Herndon DN, Langer F, Thompson P, Linares HA, Stein M, Traber DL. Pulmonary injury in burned patients.
Surg Clin North Am 1987; 67:31-46.
12. Mathay MA, Geyser T, Matalon S. Oxydant-mediated lung injury in the adult respiratory distress syndrome. J:
Crit.Care Med. Vol 27 No 9, Sep.99, p:2028
13. Burke, AS, Cox, RA, Barrow, RE, Traber, D, Hawkins, HK. Ovine lung apoptosis after thermal burn and smoke
inhalation. Proceeding book of American Burn Association 34th annual meeting. S119.
14. Thompson PB, Herndon DN, Traber DL, Abston S. Effect on mortality of inhalation injury. J Trauma, 26 (2):
163-5, 1986
15. Stone HH, Martin JD Jr. Pulmonary injury assosiated with thermal burns. Surg Gynecol Obstet 1969;
129:1242-46.
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
16
5 Resusitasi Cairan
Merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC penatalaksanaan kasus luka bakar akut
(setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan gangguan mekanisme bernafas), ditujukan
melakukan koreksi volume (syok hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan
elektrolit) ke jaringan interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi.
Rekomendasi
Standard
Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu standard
Guidelines
Penatalaksanaan dalam 24jam pertama
A. Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringer’s Lactate atau Ringer’s Acetate5
1. Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena. Bila dijumapi kesulitan
melakukan pemasangan jalur vena biasa, lakukan vena seksi pada beberapa
tempat. Catatan: a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena
terdapat hipoperfusi perifer dan banyaknya sistim klep pada vena-vena
ekstremitas bawah, b) hindari pemasangan pada daerah luka.
2. Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas >25-30% atau
dijumpai keterlambatan >2jam
Dalam waktu <4jam -="-" 0.5-1ml="0.5-1ml" 1-2="1-2" 1.250ml="1.250ml" 1.="1." 16jam="16jam" 17="17" 18="18" 1="1" 2.="2." 24="24" 25="25" 3-4ml="3-4ml" 3.750ml.="3.750ml." 3.="3." 30="30" 3="3" 4.="4." 4="4" 4ml="4ml" 500ml="500ml" 50="50" 5="5" 6-12cmh2o="6-12cmh2o" 6="6" 70="70" 81="81" 8jam="8jam" :=":" a.="a." adalah="adalah" addendum="addendum" agar="agar" anak="anak" arteri="arteri" atau="atau" awal="awal" b.="b." bakar="bakar" baxter="baxter" bayi="bayi" bb="bb" berdasarkan="berdasarkan" berikut:="berikut:" berikutnya.="berikutnya." berkisar="berkisar" bertujuan="bertujuan" bila="bila" bukanlah="bukanlah" cairan.="cairan." cairan="cairan" cedera="cedera" central="central" dalam="dalam" dan="dan" dapat="dapat" dari="dari" defisit="defisit" dengan="dengan" di="di" dibagi="dibagi" diberikan="diberikan" dibulatkan="dibulatkan" dihitung="dihitung" dijadikan="dijadikan" dijumpai="dijumpai" dikaitkan="dikaitkan" dilakukan="dilakukan" dilarutkan="dilarutkan" dipantau="dipantau" diperhatikan="diperhatikan" diperlukan="diperlukan" disesuaikan="disesuaikan" ditambah="ditambah" ditambahkan="ditambahkan" ditentukan="ditentukan" ditingkatkan="ditingkatkan" diupayakan="diupayakan" dobutamin="dobutamin" dosis="dosis" fasilitas="fasilitas" fisiologik="fisiologik" formula="formula" g="g" gambaran="gambaran" gejala="gejala" glukosa="glukosa" halaman="halaman" hari="hari" hilang="hilang" hipertermia="hipertermia" hipertonik.="hipertonik." i.="i." informasi="informasi" inhalasi="inhalasi" ini="ini" jam.="jam." jam="jam" jenis="jenis" jumlah="jumlah" kali="kali" karena="karena" kasar="kasar" kasus="kasus" kateter:="kateter:" kebutuhan.="kebutuhan." kebutuhan="kebutuhan" kehilangan="kehilangan" kekurangan="kekurangan" kelebihan="kelebihan" kerugian="kerugian" keterangan:="keterangan:" keterlambatan="keterlambatan" keuntungan="keuntungan" kg="kg" kgbb="kgbb" klinik="klinik" koloid="koloid" komplikasi="komplikasi" kontroversi:="kontroversi:" koreksi="koreksi" kristaloid="kristaloid" kurang="kurang" larutan="larutan" lebih="lebih" lihat="lihat" liter="liter" luas="luas" luaslb="luaslb" luka="luka" maka="maka" masih="masih" masing-masing="masing-masing" melakukan="melakukan" melalui="melalui" memenuhi="memenuhi" memiliki="memiliki" memperbaiki="memperbaiki" memperoleh="memperoleh" mengenai="mengenai" mengetahui="mengetahui" menggunakan="menggunakan" mengikuti="mengikuti" menilai="menilai" menimbulkan="menimbulkan" menjadi="menjadi" metode="metode" minimal="minimal" misal="misal" ml="ml" mungkin="mungkin" namun="namun" oleh="oleh" opamine="opamine" orang="orang" pada="pada" parkland.="parkland." pemantauan:="pemantauan:" pemantauan="pemantauan" pemberian="pemberian" pemberiannya="pemberiannya" pemilihan="pemilihan" penatalaksanaan="penatalaksanaan" penggunaan="penggunaan" pengukuran="pengukuran" penting="penting" perfusi="perfusi" perifer="perifer" pertama:="pertama:" pertama="pertama" petunjuk="petunjuk" praktis="praktis" pressure6="pressure6" prinsip="prinsip" produksi="produksi" pulmonalis.="pulmonalis." pulmonalis="pulmonalis" rata="rata" regimen="regimen" renal="renal" rendah="rendah" resiko="resiko" resusitasi="resusitasi" rumus="rumus" saat="saat" salah="salah" satu="satu" sebagai="sebagai" sebanyak:="sebanyak:" sebanyak="sebanyak" sebelumnya.="sebelumnya." secara="secara" sehari="sehari" sehubungan="sehubungan" selanjutnya="selanjutnya" sementara="sementara" semua="semua" sentral="sentral" sentralis="sentralis" sentrum="sentrum" separuh="separuh" sindroma="sindroma" sirkulasi="sirkulasi" sisanya="sisanya" syok="syok" syringe-pump="syringe-pump" tanpa="tanpa" tekanan="tekanan" terbaik="terbaik" terjadi="terjadi" tetap="tetap" tetesan="tetesan" tidak="tidak" titrasi="titrasi" total="total" tua="tua" tubuh="tubuh" ukuran="ukuran" untuk="untuk" urin="urin" vasoaktif="vasoaktif" vasodilator="vasodilator" vena="vena" venous="venous" volume="volume" yang="yang" zat="zat">1ml/kg/jam, maka jumlah cairan yang
diberikan dikurangi 25% dari jumlah yang diberikan pada
jam sebelumnya.
- Pemeriksaan laboratorium
a) Fungsi renal: Ureum dan Kreatinin
b) Berat jenis dan sedimen urin
ii Pemantauan sirkulasi splangnikus:
- Penilaian kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung
melalui pipa nasogastrik (lihat pemasangan pipa
nasogastrik, halaman 5-6)
- Penilaian fungsi hepar (fungsi enzimatik, fungsi sintetik
dan metabolik). Diperoleh melalui pemeriksaan
laboratorium.
c. Pemeriksaan darah perifer lengkap. Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia,
cairan yang diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan, atau
permeabilitas kapilar mulai kembali normal ditandai oleh meningkatnya
volume cairan). Nilai yang diperoleh dari hasil pemeriksaan ini harus
dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit; karena pada
umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah, yang
menyebabkan perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada
dinding vaskular.
Penatalaksanaan dalam 24jam kedua
1. Pada 24 jam kedua, cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa.
2. Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam.
3. Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua:
a. Glukosa 5% atau 10%, 1500-2000ml
b. Batasi / kurangi pemberian Ringer’s Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4. Pemantauan:
a. Pemantauan sirkulasi:
- Nilai CVP
o Bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat.
- Jumlah produksi urin: 1-2 ml/kgBB/jam
o Bila jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi, namun
produksi urin tidak sesuai (<1 -2ml="-2ml" 19="19" 3-6="3-6" 3="3" 5="5" acl="acl" akan="akan" apakah="apakah" atau="atau" belum="belum" bila="bila" cairan="cairan" cukup.="cukup." cvp="cvp" dan="dan" dapat="dapat" dengan="dengan" diberikan="diberikan" diinginkan="diinginkan" dinaikkan="dinaikkan" dolbutamine="dolbutamine" dosis="dosis" efek="efek" g="g" hipertonik="hipertonik" jam="jam" jangan="jangan" jumlah="jumlah" justru="justru" karena="karena" kembali="kembali" kg="kg" kgbb="kgbb" koloid="koloid" larutan="larutan" maka="maka" masih="masih" memberikan="memberikan" mencukupi="mencukupi" menggunakan="menggunakan" meningkat="meningkat" meningkatkan="meningkatkan" menyebabkan="menyebabkan" merubah="merubah" ml="ml" nilai="nilai" o="o" opamine="opamine" pemberian="pemberian" produksi="produksi" regimen="regimen" sampai="sampai" selanjutnya="selanjutnya" sesuai="sesuai" sudah="sudah" tindakan="tindakan" urin="urin" vasoaktif="vasoaktif" vasokonstriksi.="vasokonstriksi." yang="yang" zat="zat">12cmH20,
dapat diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid,
tambahkan kalium)
o Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen, berikan Mannitol
20% per infus 0.5gm/kg
b. Pemantauan perfusi:
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah, dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3, H2CO3, tekanan parsial oksigen (PaO2)
dan karbondioksida (PaCO2), nilai pH dan defisit basa (base excess/BE), serta
konsentrasi elektrolit. Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah (lihat addendum halaman 89
mengenai gangguan keseimbangan asam-basa).
Jangan melakukan penilaian analisis gas darah dengan hanya memperhatikan
pH dan BE saja; dan berupaya melakukan koreksi BE dengan pemberian
bicarbonas natricus, karena hanya akan mengaburkan kondisi hipoksia yang
sebenarnya terjadi. Pemberian bicarbonas natricus untuk koreksi BE hanya
dilakukan bila BE melebihi minus 5, dimana pada nilai tersebut dianggap
kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas batas maksimal.
Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan gangguan /
hambatan perfusi; sehingga harus dinilai kembali:
Asupan oksigen yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak
ada edema paru, gerakan respirasi baik); dengan kata lain tidak dijumpai
distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung
Jumlah cairan resusitasi adekuat, sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena
Edema interstisiel yang masif
Nyeri hebat
Bila kadar glukosa darah melebihi >150-200mg/dl, berikan insulin 5unit
subkutan, dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump.
Pemberian insulin harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa
darah dan kadar elektrolit.
Pemantauan kadar elektrolit:
Bila pada pemantauan dijumpai abnormalitas kadar natrium dan kalium,
pemikiran pertama tertuju pada gangguan soudium-pump yang timbul
akibat gangguan perfusi selular, umumnya hiponatremia terjadi akibat
edema selular yang mendorong kalium keluar sel. Dalam hal ini koreksi
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
20
dilakukan dengan pemberian insulin sebagaimana dijelaskan
sebelumnya.
Penatalaksanaan setelah 48jam
1. Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance.
2. Pemantauan sirkulasi:
a. Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal,
cenderung menurun. Kadang dijumpai anemia relatif.
b. Jumlah produksi urin: 3-4ml/kgBB/jam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan
perfusi ke sirkulasi renal tidak baik. Dalam hal ini perlu dipikirkan
penyebabnya, yaitu keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
terganggu, demikian pula halnya dengan keseimbangan di jaringan
interstisiel. Perbandingan tekanan onkotik intravaskular dengan tekanan
onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang akibat gangguan permeabilitas
kapilar yang masih berlangsung; menyebabkan perfusi tidak terselenggara
termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan anuria. Dalam hal ini,
upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian keseimbangan
tekanan hidrostatik-onkotik; dengan pemberian koloid.
Pemberian koloid
Pemberian koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di
ruang intravaskular, melalui proses penarikan cairan dari jaringan
interstisiel
Protokol pemberian koloid:
Prioritas pemberian koloid:
- HES 10%
- Albumin
- Fresh frozen plasma
Resusitasi cairan menggunakan cara lain:
1. Larutan Nacl 0.9%
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia. Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya; sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini.
2. Larutan hipertonik (Nacl 3-6%)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok.
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus. Resusitasi
dilakukan dengan pemberian 500ml Nacl 3-6% dalam 24jam dengan
pemantauan produksi urin dalam 24jam pertama 1ml/kgBB/jam, dan
0.5ml/kgBB/jam untuk 24 jam kedua.
21
3. Koloid
- Pada formula Evans, dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml /
kgBB/%luas luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 0.9%)
1ml.kgBB/%luas luka bakar dengan pemantauan produksi urin
0.5ml/kgBB/jam. Selanjutnya, dalam 24 jam kedua, diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama; ditambah glukosa 5% dengan jumlah
yang sama.
- Pada formula Brooke, dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1.5ml /
kgBB/%luas luka bakar ditambah larutan RL 0.5ml.kgBB/%luas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 0.5ml/kgBB/jam. Selanjutnya, dalam 24
jam kedua, diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama; ditambah
glukosa 5% dengan jumlah yang sama.
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca
cedera), karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat
memperbaiki gangguan permeabilitas kapilar, disamping efek pengembang
plasma.
Overview
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan / kerusakan sel / jaringan / organ berlangsung
sesingkat mungkin / seminim mungkin.
Berdasarkan hal tersebut, resusitasi cairan mutlak diperlukan bila terjadi gangguan
sirkulasi, khususnya pada luka bakar dimana terdapat suatu keadaan hipovolemia. Yang
perlu digarisbawahi adalah resusitasi cairan merupakan upaya melakukan koreksi
volume cairan (khususnya intravaskular); namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi
yang diberikan (khususnya kristaloid) bukan merupakan suatu oxygen carrier.
Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya merupakan panduan untuk memberikan
sejumlah cairan yang diperlukan, bukan suatu hal yang mutlak; oleh karenanya dijumpai
beragam regimen yang sampai saat ini masih menimbulkan pro dan kon, dan karena
tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan guidelines.
Proses
Penatalaksanaan resusitasi cairan dilakukan setelah resusitasi saluran nafas dan
mekanisme bernafas. Prosedur pemberian cairan dilakukan melalui beberapa akses
intravena berdiameter besar.
Dasar ilmiah
(lihat gangguan sirkulasi, halaman 4)
Kesimpulan
Prosedur resusitasi cairan mengupayakan pengembalian perfusi selular; mutlak
diperlukan pada kasus luka bakar. Beberapa regimen pemberian cairan yang ada hanya
merupakan panduan dalam memperhitungkan jumlah cairan yang diperlukan.
Butir-butir yang perlu diteliti
- Gangguan perfusi selular
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
22
- Metode resusitasi cairan yang tepat
Tabel-tabel
Tabel 3. Pemeriksaan laboratorium untuk menilai sirkulasi
Fungsi organ Pemeriksaan
Darah Hepar SGOT, SGPT
Renal Ureum, kreatinin
Metabolisme Protein, A/G
Glukosa darah
Hematologi Hb, Ht, Lekosit, Trombosit
Urin Berat jenis urin Sedimen
Tabel 4. Kebutuhan koloid / plasma (lihat addendum, halaman 79):
% Luas
Luka Bakar
Kebutuhan Plasma ( ml )
Pada BB 70kg
20-40 0-500
40-60 500-1700
60-80 1000-3000
>80 1500-3500
Untuk berat badan 50kg diperlukan konversi.
Catatan:
Pemberian koloid / plasma, menyebabkan penarikan cairan dari jaringan interstisiel
ke intravaskular. Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya meningkat
(dipantau melalui peningkatan CVP, preload jantung meningkat), sehingga harus
diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik.
Daftar pustaka
1. Demling RH. Fluid replacement in burned patients. Surg Clin North Am 1987; 67(1):15-30.
2. Anderson RW, Vaslef SN. Shock. In: Sabiston DC Jr, Lyery HK, editors. Textbook of surgery; 15th ed.
Philadelphia: WB Saunders Company, 1997; 89.
3. Levick JR. An introduction to cardiovascular physiology. London: Butherworths; 1991. p117, 142.
4. Vincent JL. Circulation. In: Baue AE, Faist E, Fry DE (editor). Multiple organ failure, pathophysiology,
prevention, and therapy. New York: Springer; 2000. p.333-9.
5. Holm C et al. Haemodynamic and oxygen transport responses in survivors and non survivors following thermal
injury. Burns journal of international society for burn injuries. Vol 26 Number 1, Febr. 2000. p : 25
6. Waxman. Monitoring in shock: stomach or muscle. J: Crit.Care Med. Vol 27 No 9, Sep.99. p. 2028
7. Lindblom L, et al. Role of nitric oxyde in the control of burn perfusion. Burns journal of international society for
burn injuries. Vol 26 Number 1, Febr 2000. p. 19-29
8. Moncrief JA. Replacement therapy. In: Artz CP, Moncrief JA, Pruitt BA (editor). Burns, a team approach.
Philadelphia: WB Saunders & Co; 1979. p.169-92.
9. Baron, BJ, et al. Effects of traditional versus delayed resuscitation on serum lactate and base deficit. Burns
journal of international society for burn injuries. Vol 43 Number 1, 1999. p.39.
10. Aurora RN, Mihte, F, Carlon, G. Preventing renal failure in critically ill patient, J: Crit. Care Med. Vol 27 No 9,
Sep.99. p.2044-60
11. Jeng JC. Controversies in resusctitation. In: Soper NJ, Saffle JR. Problems in general surgery: burns. Vol 20
No 1, March 2003. Lippincott Williams and Wilkins.p.37-46.
12. Takala J. Splanchnic blood flow in shock and inflammatory states. Crit.Care and Shock (1998) 1: 40-45.
13. Kvetan V. The effect of pressors and inotopes on regulation of cytokine release in shock. Crit.Care and Shock
(1998) 1: 26-39
14. Yowler CJ, Frantianne RB. Current status of burn resuscitation. In: Luce EA (guest ed). Clinics in plastic
surgery, an international quarterly. Philadelphia: WB Saunder and Co., 2000; 27(1):p-10.
23
15. Endpoints of Resuscitations. Symposium in 36th Annual meeting of American Burn Association. Vancouver,
2004.
16. Cartotto RC, Innes MBA, Musgrave Melinda A, Gomez MB, Cooper A. How well does the Parkland formula
estimate actual fluid resuscitation volumes? J. Burn care and rehabilitation volume 23 No 4, July/August 2002,
258-269
17. Baxter CR. Fluid volume and electrocyte changes in the early postburn period. Clin. Plast. Surg. 1:693,1974.
18. Editorial: Monitoring the L-arginine-nitric oxide pathway in septic shock: choosing the proper point of attack. J
Crit. Care medicine 2001. 27: 2019-21
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
24
6 Eskarotomi untuk memperbaiki sirkulasi
Rekomendasi
Standard
Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu standard
Guidelines
1. Sayatan memanjang pada eskar (eskarotomi) dikerjakan menembus seluruh
ketebalan eskar sampai dijumpai jaringan sehat (berdarah), dimulai dari proksimal
sampai dengan bagian paling distal. Bila diperlukan, sayatan memanjang ini dapat
ditambah: dilakukan hal yang sama pada sisi medial lengan (atau tungkai).
2. Pemantauan: Capilary refilling test
3. Perawatan: kasa lembab, tidak menyebabkan penekanan yang mengganggu perfusi
ke bagian distal
Options
Disain sayatan
Overview
Eskar melingkar pada ekstremitas (lengan dan tungkai) menyebabkan jeratan yang
menimbulkan gangguan perfusi ke distal berlanjut dengan iskemia-nekrosis. Gangguan
sirkulasi ini menjadi salah satu penyebab kegagalan resusitasi cairan, oleh karenanya
perlu ditatalaksanai secara tepat.
Proses
- Sebagaimana melakukan eskarotomi pada dinding dada
Dasar ilmiah
Adanya eskar menyebabkan gangguan sirkulasi mikro di daerah luka. Dengan adanya
gangguan sirkulasi ini, timbul edema yang akan mengganggu sirkulasi sehingga
sirkulasi ke distal jaringan cedera terhambat / terganggu.
Kesimpulan
Seringkali dijumpai eskar melingkar pada ekstremitas yang menyebabkan gangguan
perfusi ke sisi distal. Dalam hal ini, untuk memperbaiki sirkulasi ke distal7 diperlukan
eskarotomi (atau, kadang-kadang: fasiotomi). Prosedur ini dikerjakan dengan cara
sebagaimana diuraikan di atas; saat melakukan resusitasi cairan.
Butir-butir yang perlu diteliti
- Pengukuran aliran ke distal
7 Dalam kepustakaan Jeng JC. Controversies in resuscitation. In Soper NJ, Saffle JR, Problems in General Surgery:
Burns. Vol 20 no 1, March 2003 (37-46) disebutkan bahwa eskar menjadi salah satu penyebab pitfall dalam
keberhasilan melaksanakan resusitasi cairan pada syok akibat luka bakar; karenanya adanya eskar ini harus
menjadi perhatian dan ditatalaksanai secara tepat.
25
Daftar pustaka
1. Jeng JC. Controversies in resuscitation. In Soper NJ, Saffle JR, Problems in General Surgery: Burns. Vol 20
no 1, March 2003 (37-46)
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
26
7 Perawatan
Rekomendasi
Standard
Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu standard
Guidelines
Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu guidelines
Options
1. Indikasi rawat8
a. Kasus LB derajat II >15% pada dewasa, >10% pada anak-anak
b. Kasus LB derajat II pada muka, tangan dan kaki, perineum, sendi
c. Kasus LB derajat III >2% pada dewasa, setiap derajat III pada anak-anak
d. Kasus LB disebabkan listrik, disertai cedera jalan nafas atau komplikasi
lain
2. Ruang perawatan
a. Intensive Care Unit (ICU)
b. Unit luka bakar (perawatan semi intensif)
c. Ruang rawat luka bakar (burn ward)
d. Ruang rawat bedah (surgical ward)
3. Lama perawatan
a. ICU
Selama memerlukan perawatan intensif dikaitkan dengan penggunaan
ventilator dan monitoring ketat
b. Unit luka bakar
Selama fase syok dan fase setelah syok, 21 hari pertama
c. Ruang rawat luka bakar (burn ward)
- Indikasi rawat di unit luka bakar tidak lagi ada
- Perawatan luka, baik secara konservatif maupun operatif >21hari
d. Ruang rawat bedah
Perawatan penyulit seperti kontraktur, keloid, dsb
Overview
Perawatan dimaksudkan dalam konteks care, di rumah sakit (inhospital); bertujuan:
1. Melanjutkan resusitasi dalam mengupayakan kembalinya fungsi organ vital
2. Mengatasi masalah yang berkenaan dengan kehilangan kulit dan jaringan
yang rusak setelah kontak dengan sumber panas
3. Memberikan bimbingan pada pasien dan atau orang tua pasien cara
melakukan perawatan pada masa lepas perawatan rumah sakit
4. Tindakan rehabilitasi
5. Evaluasi dan tatalaksana psikiatrik
8 Berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh American Burn Association tahun 2002
27
Proses
- Melanjutkan resusitasi yang awalnya dikerjakan di ruang resusitasi / instalasi gawat
darurat, saat status respirasi dan hemodinamik stabil atau memerlukan sarana dan
prasarana perawatan intensif; perawatan dilanjutkan di ruangan.
- Mengatasi masalah yang berkenaan dengan kehilangan kulit dan jaringan yang rusak
dengan melakukan débridement (eksisi tangensial) dan penutupan menggunakan
skin graft
- Tindakan rehabilitasi medik dan tindakan yang merupakan bimbingan pada pasien
dan atau orang tua / keluarga pasien cara melakukan perawatan pada masa lepas
perawatan rumah sakit
- Evaluasi dan tatalaksana psikiatrik, agar pasien terhindar dari gangguan psikiatrik
yang dialaminya, serta siap ke lingkungannya dengan kecacatan akibat luka bakar
Dasar ilmiah
Diuraikan pada masing-masing bab
Kesimpulan
Prosedur perawatan merupakan rangkaian proses panjang dalam mengupayakan
penyelamatan jiwa (life saving), limb saving serta mengupayakan proses
penyembuhan dan rehabilitatif (baik rehabiltasi medik maupun sosial).
Butir-butir yang perlu diteliti
- Dijabarkan dalam masing-masing bab
Daftar pustaka
1. Saffle JR, Davis B, Williams P. Recent outcomes in the treatment of burn injury in the United States: a report
from the American Burn Association Patient Registry. J. Burn Care Rehabil. 16:219,1995
2. Infection control today - 11/2002: Immunocompromised Patients.
www.infectioncontroltoday.com/articles/2b1feat1.html
3. Mangram AJ, Horan TC, Pearson ML, et al: Guideline for prevention of surgical site infection, 1999. Infect
Control Hosp Epidemiol 1999;20:250-80.
4. Garner JS, Favero MS: Guideline for handwashing and hospital environmental control, 1985. Am J Infect
Control 1986;14:110-29.
5. Doebbeling BN, Pfaller MA, Houston AK, et al: Removal of nosocomial pathogens form the contaminated
glove: Implications for glove reuse and handwashing. Ann Intern Med 1988;109:394-8.
6. Pelke S, Ching D, Easa D, et al: Gowning does not affect colonization or infection rates in a neonatal
intensive care unit. Arch Pediatr Adolesc Med 1994;148:1016-20.
7. Classen DC, Evans RS, Pestotnik SL, et al: The timing of prophylactic administration of antibiotics and the
risk of surgical-wound infection. N Engl J Med 1992;326:281-6.
8. Cremer R, Ainaud P, Le-Bever H, Fabre M, Carsin H. Experimental Study of Pseudomonas aeruginosa
Infection in Burn Rats. Nosocomial infection in a burns unit. www.pearl.sums.ac.ir/AIM/9924/lari9924.html
9. Haley RW, Culver DH, White JW, et al: The efficacy of infection surveillance and control programs in
preventing nosocomial infections in US hospitals. Am J Epidemiol 1985;121:182-205.
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
28
8 Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Rekomendasi
Standard
Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu standard
Guidelines
Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu guidelines
Options
Penatalaksanaan perawatan intensif:
Perawatan dilakukan berdasarkan indikasi fisiologik, dikaitkan dengan probability
of survival, sesuai standar pelayanan ICU
Perawatan dilakukan di ruang intensif (ICU) khusus luka bakar (isolasi) dengan
sarana dan prasarana penunjang yang menjadi standar pelayanan ICU
Prosedur perawatan mengikuti ketentuan yang berlaku di ruang perawatan intensif
dan perawatan luka bakar
Overview
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk mengatasi
masalah yang berkenaan dengan:
1. Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau
pengambil-alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2. Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Proses
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel; bukan pada fase terminal.
Terbaik, bila ruang perawatan intensif (ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka
Bakar, atau di dalam ICU tersedia ruangan khusus (isolasi) untuk luka bakar.
Dasar ilmiah
Indikasi fisiologik perawatan intensif:
1. Apical pulse <40 atau="atau">150 kali per menit (>130 kali per menit pada usia
>60tahun)
2. Mean Aretrial Pressure (MAP) <60mmhg adekuat="adekuat" cairan="cairan" resusitasi="resusitasi" setelah="setelah">1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAP>60mmHg
3. Tekanan Darah Diastolik >110mmHg dengan
Edema paru
Ensefalopati
Iskemi miokardial
Aneurisma aorta
29
Eklampsia ata preeklampsia (diastolik >100mmHg)
Perdarahan subarakhnoid
4. Frekuensi pernafasan >35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5. PaO2 <55mmhg dengan="dengan" fio2="fio2">0.4 (akut)
6. Kalium serum >6.5mEq/L (akut)
7. pHa <7 .2=".2" atau="atau"> 7.6 (pada ketoasidosis diabetikum <7 .0=".0" 8.="8." glukosa="glukosa" serum="serum">800mg/dl
9. Kalsium serum >15mg/dl
10. Temperatur (core) <32oc -="-" 1.1.1.="1.1.1." 1.1.2.="1.1.2." 1.1.3.="1.1.3." 1.1.4.1.="1.1.4.1." 1.1.4.2.="1.1.4.2." 1.1.4.3.="1.1.4.3." 1.1.4.="1.1.4." 1.1.="1.1." 1.="1." 10.="10." 11.="11." 12.="12." 13.="13." 13:39-47="13:39-47" 14.="14." 15.="15." 150.="150." 16.="16." 17.="17." 18.="18." 1986="1986" 1991="1991" 1992="1992" 1999="1999" 2.="2." 2000.="2000." 2000="2000" 2002.p.120-169.="2002.p.120-169." 2003.="2003." 20="20" 23-28.="23-28." 2nd="2nd" 3.="3." 30="30" 31="31" 32:686="32:686" 350.="350." 353-364.="353-364." 3="3" 4.="4." 5.="5." 52:334="52:334" 54:1001="54:1001" 6.="6." 7.="7." 724-726.="724-726." 8.="8." 864-874.="864-874." 8:496="8:496" 9.="9." 9="9" :=":" a.="a." a="a" ad="ad" adherence="adherence" ae.="ae." ae="ae" ahrenholz="ahrenholz" air="air" akut="akut" al.="al." american="american" an="an" and="and" antiinflammatory="antiinflammatory" anus="anus" ards="ards" arnold="arnold" arrest="arrest" as="as" atau="atau" av.="av." available="available" awal="awal" ba="ba" bagi="bagi" bakar.="bakar." bakar:="bakar:" bakar="bakar" balai="balai" bandung="bandung" baue="baue" bayi="bayi" bedah="bedah" berbagai="berbagai" berlanjut="berlanjut" berlot="berlot" bernafas="bernafas" bersifat="bersifat" bila="bila" billiar="billiar" borgstrom="borgstrom" bridement="bridement" burn="burn" burns.="burns." butir-butir="butir-butir" c="c" cairan="cairan" cara="cara" cardiac="cardiac" care.="care." care="care" cedera="cedera" chemotaxis="chemotaxis" chest="chest" cipto="cipto" clin.="clin." clin="clin" college="college" complex="complex" complexities="complexities" conference:="conference:" consensus="consensus" control="control" crit="crit" critical="critical" cytokines="cytokines" d="d" daftar="daftar" dalam:="dalam:" dalam="dalam" dan="dan" dapat="dapat" data="data" de.="de." definitions="definitions" degradasi="degradasi" dellinger="dellinger" demeules="demeules" dengan="dengan" dh="dh" di="di" dicuci="dicuci" dikaitkan="dikaitkan" dikerjakan="dikerjakan" dilakukan="dilakukan" dilusi="dilusi" disampaikan="disampaikan" disfungsi="disfungsi" ditambah="ditambah" diteliti="diteliti" diupayakan="diupayakan" dn.="dn." dn="dn" dokter="dokter" dr="dr" dysfunction.="dysfunction." dysfunction:="dysfunction:" e="e" ed.="ed." edgar="edgar" edisi="edisi" editor="editor" editorial:="editorial:" editors="editors" edward="edward" emerging="emerging" epidemiology="epidemiology" epitelisasi="epitelisasi" erapi="erapi" et="et" evaluation="evaluation" evidence="evidence" fa="fa" factor="factor" failure.="failure." failure="failure" faist="faist" fase="fase" fkui="fkui" following="following" for="for" frekuensi="frekuensi" fry="fry" function.="function." fungsi="fungsi" g="g" galin4anes="galin4anes" gangguan="gangguan" gd="gd" guidelines="guidelines" gullo="gullo" guntoro="guntoro" hal="hal" hangat="hangat" hasslen="hasslen" hawkins="hawkins" heggers="heggers" herndorn="herndorn" higgs="higgs" hinshaw="hinshaw" http:="http:" human="human" iii="iii" ilmiah="ilmiah" immunology="immunology" in:="in:" in="in" indikasi="indikasi" indikator="indikator" indonesia="indonesia" infection="infection" inflamasi="inflamasi" inhalasi="inhalasi" inhibition="inhibition" ini="ini" injured="injured" injury.="injury." injury="injury" innovative="innovative" insidens="insidens" insufisiensi="insufisiensi" intensif="intensif" invest.="invest." iodine="iodine" ireversibel.="ireversibel." ischemic="ischemic" iv="iv" j.="j." jakarta:="jakarta:" jalan="jalan" je.="je." je="je" jenis="jenis" jg="jg" jp="jp" jr.="jr." jr="jr" kali="kali" kapilar="kapilar" kasus="kasus" keadaan="keadaan" kerusakan="kerusakan" kesimpulan="kesimpulan" klinis="klinis" kondusif="kondusif" kritis="kritis" l-arginine-nitric="l-arginine-nitric" l-arginine="l-arginine" lb="lb" lee="lee" leukocyte-endothelial="leukocyte-endothelial" leukocyte="leukocyte" liang="liang" lightfoot="lightfoot" ll="ll" london:="london:" loss="loss" luka.="luka." luka:="luka:" luka="luka" lung.="lung." m.="m." m="m" mandi="mandi" mangunkusumo.="mangunkusumo." mason="mason" mc.="mc." mechanisms="mechanisms" med="med" medicine="medicine" mekanisme="mekanisme" melakukan="melakukan" mempertimbangkan="mempertimbangkan" mencegah="mencegah" mendukung="mendukung" mengalir="mengalir" mengandung="mengandung" menggunakan="menggunakan" mengupayakan="mengupayakan" menit="menit" merupakan="merupakan" microcirculatory="microcirculatory" milano:="milano:" mileski="mileski" minter="minter" mods.="mods." mods="mods" modulator="modulator" moenadjat="moenadjat" moldawer="moldawer" moncada="moncada" more="more" mueller="mueller" multi-system="multi-system" multipel="multipel" multiple="multiple" mulut="mulut" myocard.="myocard." nadi="nadi" nafas="nafas" necrosis="necrosis" nejm:339:2002-2012="nejm:339:2002-2012" nekrotomi="nekrotomi" nelson="nelson" neutrophil="neutrophil" new="new" nitric="nitric" ociety="ociety" of="of" operasi="operasi" organ="organ" oxide="oxide" p.170-187.="p.170-187." p.23-31.="p.23-31." p.4="p.4" p.92-100.="p.92-100." p:="p:" p="p" pa="pa" pada="pada" parameter="parameter" pathogenesis="pathogenesis" pathophysiology="pathophysiology" pathway.="pathway." pathway="pathway" patients.="patients." pdf="pdf" pembersihan="pembersihan" pemulihan="pemulihan" penatalaksanaan="penatalaksanaan" pencucian="pencucian" penerapan="penerapan" penerbit="penerbit" pengetahuan="pengetahuan" penggunaan="penggunaan" penutupan="penutupan" penyembuhan="penyembuhan" penyusunan="penyusunan" perawatan="perawatan" perfusi="perfusi" perhimpunan="perhimpunan" perlu="perlu" permeabilitas="permeabilitas" pernafasan="pernafasan" peroksid="peroksid" pertemuan="pertemuan" petunjuk="petunjuk" physicians="physicians" pigula="pigula" plas="plas" plastik="plastik" pollock="pollock" povidon="povidon" practice.="practice." praktis="praktis" prevention="prevention" proinflammatory="proinflammatory" prosedur="prosedur" proses="proses" pruitt="pruitt" pryor="pryor" pustaka="pustaka" rangkaian="rangkaian" rd="rd" re-oxygenation="re-oxygenation" rectenwald="rectenwald" rehabil.="rehabil." rekomendasi="rekomendasi" res.="res." respons="respons" response.="response." resusitasi="resusitasi" revisi.="revisi." rm="rm" robson="robson" role="role" rp.="rp." rsupn="rsupn" ruang="ruang" rw="rw" s="s" sabun="sabun" salyapongse="salyapongse" saunders="saunders" scoring="scoring" sebagai="sebagai" segera="segera" semua="semua" sepsis.="sepsis." sepsis="sepsis" serta="serta" setelah="setelah" sindroma="sindroma" sirkulasi="sirkulasi" sirs="sirs" sistemik="sistemik" sistim="sistim" skoring="skoring" soda="soda" spesialis="spesialis" springer="springer" sr="sr" stabil="stabil" standard="standard" suasana="suasana" suatu="suatu" suhu="suhu" surg.="surg." surg="surg" surgical="surgical" systems="systems" tahunan="tahunan" telinga="telinga" terganggu="terganggu" terselenggaranya="terselenggaranya" the="the" theory="theory" therapies="therapies" therapy.="therapy." therapy="therapy" thermal="thermal" thermally="thermally" tidak="tidak" tindakan="tindakan" total="total" tr.="tr." trauma="trauma" treatment="treatment" tubuh="tubuh" tujuan="tujuan" tumor="tumor" unpublished.="unpublished." untuk="untuk" upk="upk" use="use" vagina="vagina" vasoaktif="vasoaktif" ventilator="ventilator" verlag="verlag" villareal="villareal" vitro="vitro" w="w" warden="warden" websites:="websites:" www.cs.portlandpress.com="www.cs.portlandpress.com" y.="y." yang="yang" york:="york:" zat="zat" zhang="zhang">37oC (suhu rektal)
1.1.4.4. Tidak ada tanda / bukti adanya asidosis
1.1.5. Sebaliknya tindakan ini tidak dapat dikerjakan / ditunda sampai dengan
sirkulasi dalam keadaan stabil:
1.1.5.1. Frekuensi nadi >120kali/menit
1.1.5.2. Frekuensi pernafasan >30kali/menit
1.1.5.3. Suhu tubuh <36 atau="atau" oc="oc">38oC (suhu rektal)
1.1.5.4. Ada tanda-tanda asidosis bermakna
1.2. Tindakan nekrotomi / dan débridement
1.2.1. Nekrotomi secara agresif dilakukan dengan mempertimbangkan
beberapa hal:
1.2.1.1. Nekrotomi agresif akan menyebabkan kehilangan jaringan
yang mengakibatkan penguapan berlebihan dan
kehilangan energi; dengan sendirinya meningkatkankan
beban tubuh akibat gangguan metabolisme yang sudah
ada / terjadi.
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
32
1.2.1.2. Nekrotomi agresif diperlukan dalam mencegah
berkembangnya respons inflamasi sistemik yang dapat
menyebabkan kegagalan fungsi muti organ yang berakhir
dengan kematian.
1.2.1.3. Tindakan yang dikerjakan adalah eksisi tangensial.
1.2.1.4. Untuk mencegah berkembangnya proses inflamasi
sebagaimana disebutkan dalam butir 1.2.1.2, maka
tindakan dikerjakan seawal mungkin (eksisi dini), yaitu
dalam waktu:
- Untuk LB derajat dua dangkal, atau luas <40 -="-" atau="atau" dalam="dalam" dapat="dapat" derajat="derajat" dikerjakan="dikerjakan" dini="dini" dua="dua" eksisi="eksisi" hari="hari" keempat="keempat" ketiga="ketiga" lb="lb" luas="luas" pada="pada" untuk="untuk">40% eksisi
dini dapat dikerjakan pada hari kelima sampai ketujuh
pasca cedera
1.2.1.4.1. Indikasi kontra melakukan tindakan eksisi dini antara lain:
- Sirkulasi belum stabil
- Kadar hemoglobin darah dibawah 10g/dl
- Kelainan waktu perdarahan dan pembekuan darah,
khususnya bila dijumpai tanda-tanda Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC)
1.2.1.5. Tindakan eksisi dalam prakteknya banyak menyebabkan
perdarahan, sehingga dapat dikerjakan maksimal 15%
dari luas permukaan tubuh; untuk hal tersebut eksisi
dikerjakan seawal mungkin sebelum hari kelima dimana
proses angiogenesis sudah dimulai.
1.2.2. Bila tindakan débridement, nekrotomi dan pencucian luka diyakini
bersih, dilakukan perawatan luka sebagaimana tercantum pada butir 2
dan 3 penatalaksanaan luka di bawah.
1.2.3. Bila tindakan débridement, nekrotomi dan pencucian luka dirasakan
tidak / belum maksimal, maka tindakan tersebut dapat diulangi dalam
waktu sesegera mungkin
1.3. Bulae:
1.3.1. Bila ukurannya relatif kecil, tidak dilakukan tindakan, luka dirawat
secara konservatif
1.3.2. Bila ukurannya relatif besar (>5cm) dan diperkirakan dapat
menyebabkan gangguan keseimbangan cairan maka bulae dipecahkan
tanpa membuang lapis epidermis diatasnya (dipertahankan sebagai
biological dressing )
1.4. Eskar:
1.4.1. Bila melingkar dan menyebabkan gangguan aliran / dan perfusi,
dilakukan tindakan eskarotomi pada kesempatan awal (saat melakukan
resusitasi)
1.4.2. Bila tidak melingkar, dilakukan eskarektomi dengan
mempertimbangkan butir 1 tujuan perawatan luka.
33
1.4.3. Bila belum dimungkinkan melakukan eskarektomi, lakukan beberapa
sayatan eskarotomi dengan jarak sedekat mungkin (sampai menembus
ketebalan eskar) untuk prosedur dilusi jaringan sub eskar (prosedur
klisis)
2. Bilamana nekrotomi dalam narkose tidak atau belum dimungkinkan oleh karena satu
dan lain hal, maka pencucian luka di ruang perawatan dilakukan dengan
memandikan pasien (dengan air mengalir/hangat), luka dicuci dengan sabun mandi
bayi.
3. Pencucian luka ideal menggunakan Hubart Tank
4. Luka dibalut menggunakan kasa lembab steril dengan atau tanpa aplikasi krim
pelembab:
- Prinsip dasar perawatan luka adalah mencegah degradasi luka.
- Perawatan luka (basah karena eksudasi) dirawat dengan kondisi basah
(lembab); gunakan bahan krim yang memiliki bahan dasar air (water base,
yaitu krim) dan hindari penggunaan zat yang memiliki bahan dasar petroleum
(oil base, yaitu salep dan ointment).
5. Perawatan luka tertutup menggunakan occlusive dressing; sebagai upaya
mencegah penguapan berlebihan; menggunakan kasa gulung (roll gauze).
6. Penilaian balutan dilakukan dalam waktu 24-48jam
6.1. Bila balutan jenuh, diganti sesuai kebutuhan ( misal 2-3kali dalam sehari )
6.1.1. Balutan lembab menjadi basah (jenuh) karena proses eksudasi
berlebihan
6.1.2. Suhu tubuh >38oC
6.1.3. Kontaminasi urin / feses
7. Penilaian luka dalam waktu 7-10 hari :
7.1. Bila diperkirakan epitelisasi (= penutupan luka) dimungkinkan terjadi dalam
waktu 10 hari (pada luka bakar derajat 2 dangkal), maka selanjutnya dilakukan
tindakan perawatan luka secara konservatif
7.2. Bila diperkirakan epitelisasi (= penutupan luka) tidak mungkin terjadi dalam
waktu 3 minggu (pada luka bakar derajat 2 dalam dan derajat 3), maka
selanjutnya dilakukan tindakan penutupan luka menggunakan split thickness
skin graft
8. Penggunaan tulle dan krim antibiotika
8.1. Tulle kadang diperlukan, berfungsi sebagai a) sarana ’penutup’ luka yang
memberikan fasilitas drenase yang baik dan b) sebagai matriks untuk
berlangsungnya epitelisasi.
8.2. Krim antibiotika diperlukan untuk mengatasi infeksi luka
8.2.1. Bila dijumpai infeksi luka yang umumnya terjadi setelah hari kelima
pasca cedera, krim Silver sulfadiazin dapat diberikan bila dijumpai
eskar. Krim ini dioleskan tipis-tipis setiap penggantian balutan.
8.2.2. Krim antibiotik lain, sesuai dengan pola kuman, pada luka tanpa eskar.
9. Pada perawatan luka, perhatian khusus ditujukan pada hal-hal yang berhubungan
dengan fungsi bagian tubuh tertentu; seperti posisi tangan, lengan, aksila, sendi lutut
dan tungkai.
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
34
9.1. Bila diperlukan imobilisasi bagian tubuh tertentu dalam waktu lama,
diupayakan pada posisi fungsionil.
9.1.1. Penggunaan bidai (splinting) pada posisi fungsionil
9.1.2. Dalam hal luka mengenai persendian, balutan dipisahkan dengan
bagian tubuh lainnya sehingga daerah sendi dapat dilakukan tindakan
rehabilitatif
9.1.3. Imobilisasi sendi tertentu tidak lebih dari 3 minggu pada dewasa, 2
minggu pada anak-anak. Bila waktu penyembuhan lebih lama dari
waktu tersebut, maka prioritas perawatan jatuh pada fungsi persendian
dimaksud.
9.1.4. Bila pada luka dilakukan tindakan skin grafting untuk penutupan raw
surface, setelah 2 minggu dilakukan tindakan perawatan rehabilitatif
dengan positioning, pergerakan sendi atau pemasangan bidai pada
posisi tertentu.
10. Tindakan rehabilitatif
Tindakan rehabilitatif diperlukan untuk memperoleh fungsi anggota tubuh
tertentu se-optimal mungkin, sehingga terhindar dari kekakuan (kontraktur)
yang mengganggu fungsi organ bersangkutan. Tindakan rehabilitatif
dimaksud terdiri dari:
10.1. Tindakan rehabilitatif dengan gerakan pasif
- Terdiri dari latihan isometrik otot-otot rangka dan pergerakan pasif
sendi-sendi
- Dimulai sedini mungkin, bersamaan dengan tindakan rehabilitatif
jalan nafas
- Bila latihan menimbulkan rangsang nyeri, diperlukan pemberian
analgetik dan atau penghilang spasme 60-30 menit sebelum latihan
10.2. Tindakan rehabilitatif dengan gerakan aktif
- Dimulai pada minggu kedua, mendekati waktu maksimal imobilisasi
sendi (3 minggu)
- Bila latihan menimbulkan rangsang nyeri, diperlukan pemberian
analgetik atau penghilang spasme 60-30 menit sebelum latihan
- Bila bagian tubuh tertentu memerlukan tindakan skin grafting maka
latihan aktif ditunda sampai dengan 2 (dua) minggu pada daerah
bersangkutan, memberi kesempatan pada graft untuk take dan
survived
Overview
Perawatan luka pada kasus luka bakar bertujuan:
1. Mengatasi masalah yang berkenaan dengan:
- hilangnya fungsi kulit sebagai organ yang berperan dalam mengatur
penguapan
- hilangnya fungsi kulit sebagai organ yang berperan sebagai sawar terhadap
infeksi
- jaringan nekrosis yang merupakan fokus reaksi inflamasi sistemik
- proses penyembuhan (yaitu penutupan luka, re-epitelisasi) yang lama (>21
hari); dapat menimbulkan penyulit dikemudian hari (parut hipertrofik dan
35
kontraktur, sebagai akibat dari proses inflamasi berkepanjangan yang
menyebabkan kerapuhan jaringan; maupun imobilisasi bagian tubuh tertentu
dalam waktu lama).
2. Rehabilitasi pasien
- Sehubungan dengan fungsi organ / bagian tubuh tertentu
- Rehabilitasi sosial
Proses
- Tindakan perawatan luka dikerjakan oleh ahli bedah / asisten yang bertugas di
Unit Luka Bakar, dibantu dengan perawat Unit Luka Bakar:
- Pembersihan luka / pencucian luka di Ruang Cuci LB (Hubart Tank)
- Nekrotomi dan dèbridement di Ruang Operasi Luka Bakar
- Penggantian balutan lanjutan di ruang perawatan
- Tindakan perawatan luka yang berkenaan dengan fungsi rehabilitatif dikerjakan
oleh tim rehabilitasi di Unit Luka Bakar, bersama ahli (atau asisten) bedah dibantu
oleh perawat Unit Luka Bakar
Dasar ilmiah
Perawatan luka mengacu pada:
2. Upaya mencegah timbul / berkembangnya Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS).
Jaringan nekrosis / eskar yang lisis menjadi pemicu dilepaskannya mediatormediator
pro-inflamasi yang berlanjut sebagai respons sistemik yang bersifat
eksageratif. Oleh karenanya, nekrotomi (debridement, eksisi tangensial) harus
dikerjakan seawal mungkin (eksisi dini), yaitu pada hari ketiga-keempat pasca
cedera.
3. Mempersingkat masa inflamasi, dengan memfasilitasi berlangsungnya proses
penyembuhan berjalan sesuai dengan waktunya; sehingga memperkecil derajat
kerusakan / kerapuhan jaringan yang akan menimbulkan kontraktur di kemudian
hari.
Kesimpulan
Prosedur perawatan intensif merupakan rangkaian proses perawatan kritis di fase
akut (fase awal) mengupayakan pemulihan fungsi organ sistemik yang terganggu,
mencegah kerusakan berlanjut dan bersifat ireversibel.
Butir-butir yang perlu diteliti
- Indikasi perawatan luka terbuka dan tertutup
- Penggunaan berbagai antiseptikum pada proses degradasi luka
- Kebutuhan penggunaan antiseptikum pada perawatan luka
Daftar pustaka
1. Clinical Focus: Key role played by nutrition in wound healing. Asia Connection; 1996.Vol. 1 Issue 2; p.10.
2. Philips-Duphar Nederland BV. Brandwonden, klinische aspekten Huisarts eerste hulp en preventie.
Amsterdam: Philips-Duphar Nederland BV; 1979. p.19.
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
36
3. Wolfe RR. Desai MH, Herndon DN. Metabolic response to excision therapy In: Boswick JAJ Jr (editor). The art
& science of burn care. Rockville-Maryland, Royal Tunbridge wells: An Aspen publication; 1987. p.145-51.
4. Holmes IV JH, Honari S, Gibran NS. Excision and grafting in the large burn wound. In: Soper NJ, Saffle JR.
Problems in general surgery: burns. Vol 20 No 1, March 2003. Lippincott Williams and Wilkins.p.47-54.
5. Moenadjat Y. Burn Infection. Disampaikan pada Kursus penyegar dan penambah ilmu kedokteran (KPPIK)
FKUI. Februari 2004.
6. Moenadjat Y. The irrational use of antibiotics in burn: an obsession that could be fatal. Indonesian J Plast
recon surg. 3;2004
7. Monaffo WW, Bessey PQ. Wound care. In: Herndorn DN (editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders;
2002. p.109-119.
8. Arturson G. Pathophysiology of the burn wound and pharmacological treatment: Burns 1996; 21 (4): 255-274.
9. Luterman A, Dacso CC, Curreri PW. Infections in burn patients. Am J Med 1986;81:45-52.
10. Sauer EW, Surgical treatment of burn wounds. Oral presentation in burn symposium and workshop. Jakarta,
1997.
11. Janzekovic Z. A new concept in the early excision and immediate grafting of burns. J Trauma 1970:10 1103-8
12. Janzekovic Z. The burn wound from the surgical point of view. J Trauma 1975:15 42-61
13. Klasen HJ. Early care of the burn patient. Oral presentation in burn symposium and workshop.
14. Herndon DN, Barrow RE, Rutan RL, et all : Comparison of conservative versus early excision. Ann Surg 1989;
209:547553
15. Still Jr. Joseph M, Edward J. Decreasing length of hospital stay by early excision and grafting of burns.
Southern Medical Journal, Jun 96 Vol 89 Issue6, p578
16. Wood F. Early burn excision. Oral presentation at the Indonesian surgeon association congress. Bali,
Indonesia, July 1996.
17. Wolfe RR, Desai MH, Herndon DN. Metabolic response to excision therapy, The art and science of burn care,
Ch.19, p:145
18. Pape SA. Dunn KW. Burn depth assessment by Lase Doppler Imaging (MoorLDI™). Moor Instrument 1st ed.
2002.
19. Hunter S, Heimbach DM, Honari SE, Eisenberg J, Engrav LH, Klein MB, et al. Current O.R. techniques:
tangential excision of burns with the versajet hydrosurgery system. Available in the proceeding book of 36th
American Burn Association annual meeting, Vancouver: 2004; S175.
20. Mitchell, C. Blood flow in normal skin and scar skin: comparing the different anatomical regions after burn
injury. Shriners burn hospital, Galveston, TX. Available in the proceeding book of 36th American Burn
Association annual meeting, Vancouver: 2004; S175.
21. Perdanakusuma DS, Sudjatmiko G. Immediate atau delayed skin grafting? Bagian ilmu bedah FKUI / RSUPN
Dr Cipto Mangunkusumo, Jakata, 1995.
22. Tamba RP, Moenadjat Y. Skin grafting pada kasus trauma: evaluasi selama lima tahun. Bagian Ilmu Bedah
FKUI / RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Jakata, 1998
23. Kao CC, Garner WL. Acute Burns. J Plast and Reconst Surg 2000;105:2482-2493
24. Saffle JR, Davis B, Williams P. Recent outcomes in the treatment of burn injury in the United States: a report
from the American Burn Association Patient Registry. J. Burn Care Rehabil. 16:219,1995
25. Infection control today - 11/2002: Immunocompromised Patients.
www.infectioncontroltoday.com/articles/2b1feat1.html
26. Mangram AJ, Horan TC, Pearson ML, et al: Guideline for prevention of surgical site infection, 1999. Infect
Control Hosp Epidemiol 1999;20:250-80.
27. Garner JS, Favero MS: Guideline for handwashing and hospital environmental control, 1985. Am J Infect
Control 1986;14:110-29.
28. Doebbeling BN, Pfaller MA, Houston AK, et al: Removal of nosocomial pathogens form the contaminated
glove: Implications for glove reuse and handwashing. Ann Intern Med 1988;109:394-8.
29. Pelke S, Ching D, Easa D, et al: Gowning does not affect colonization or infection rates in a neonatal intensive
care unit. Arch Pediatr Adolesc Med 1994;148:1016-20.
30. Classen DC, Evans RS, Pestotnik SL, et al: The timing of prophylactic administration of antibiotics and the risk
of surgical-wound infection. N Engl J Med 1992;326:281-6.
31. Cremer R, Ainaud P, Le-Bever H, Fabre M, Carsin H. Experimental Study of Pseudomonas aeruginosa
Infection in Burn Rats. Nosocomial infection in a burns unit. www.pearl.sums.ac.ir/AIM/9924/lari9924.html
32. Haley RW, Culver DH, White JW, et al: The efficacy of infection surveillance and control programs in
preventing nosocomial infections in US hospitals. Am J Epidemiol 1985;121:182-205.
33. Garner WL, Rittenberg T, Ehrlich HP, et al. Hypertrophic scar fibroblasts accelerate collagen gel contraction.
Wound Repair Regen. 3:185,1995.
37
34. Ringold DJ, Santell JP, Schneider PJ. ASHP national survey of pharmacy practice in acute care settings:
dispensing and administration--1999. Am J Health Syst Pharm. 2000 Oct 1;57(19):1759-75.
35. What are the Biologic Properties of Silver related to wound infection control and healing
http://www.burnsurgery.org
36. Heggers JP, Hawkins H, Edgar P, Villarreal C, Herndorn DN. Treatment of infection in burns. In: Herndorn DN
(editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders; 2002. p.11,120-169.
37. Monafo WW, Bessey PQ. Wound care. In: Herndorn DN (editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders;
2002. p.109-169.
38. Drosou A, Falabella A, Kirsner RD. Antiseptics on wounds: An wrea of controversy. Wounds. Nov. 2003.
Available in website: http://www.woundsresearch.com
39. Edington HD. Wound healing. In: Simmons RL, Steed DL (editors). Basic science for surgeons. Philadelphia:
WB Saunders; 1992. p.41-55.
40. Hunt TK. Control switchboard in wound healing - macrophages as operator, International symposium of tissue
repair. Pattaya, Thailand: 1990.
41. Thomas S, Barrow RE, Herndorn DN. History of the treatment of burns. In: Herndorn DN (editor). Total burn
care. 2nd ed. London: Saunders; 2002. p. 1-5.
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
38
10 Penggunaan Antibiotik
Rekomendasi
Standard
Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu standard
Guidelines
Jenis antibiotik yang diberikan berpedoman pada:
1. hasil pemeriksaan kultur dan resistensi
- pemeriksaan spesimen yang diambil dari pasien
- pengambilan sampel untuk tujuan survailens nosokomial ditetapkan pada hari
ketiga pasca tindakan pemasangan iv line, kateter, pipa endotrakeal dan
instrumen lainnya
- pengambilan sampel jaringan luka (biopsi), untuk menghitung populasi kuman.
2. pola kuman
- kondisi yang disebutkan dalam alinea kedua diatas, sebelum hasil
pemeriksaan kultur dan resistensi diperoleh
- pola kuman ini dikeluarkan secara periodik (tiap 3 bulan) oleh PPIRS (Panitia
Pengendalian Infeksi-nosokomial Rumah Sakit )
3. tidak bersifat nefrotoksik, tidak bersifat hepatotoksik.
4. hal-hal lain yang berlaku umum untuk pemberian obat-obatan (reaksi hipersensitif,
murah, mudah dicapai)
Penatalaksanaan
1. Pemberian antibiotik sebagai profilaksis tindakan bedah
- Pada tindakan débridement, nekrotomi dan pencucian luka maupun skin
grafting, diberikan antibiotik profilaksis dosis tunggal melalui jalur intravena 30
menit pra bedah.
2. Untuk memperkecil kemungkinan infeksi yang berasal dari saluran cerna, daerah
anus, vagina dan semua liang dicuci dengan peroksida 3%.
3. Pemberian antibiotik sistemik baik per oral maupun per enteral, menunggu hasil
pemeriksaan kultur dan resistensi. Seringkali dirasakan perlu memberikan
antibiotik, sebelum ada hasil kultur dan resistensi; dalam hal ini pemberian
mengacu pada pedoman pemberian pola kuman, untuk kemudian disesuaikan
dengan hasil pemeriksaan.
4. Pemberian antibiotik topikal dalam perawatan luka
a. Bila dijumpai eskar, dapat diberikan:
i. deposisi cairan/dilusi mengandung antibiotik di daerah subeskar
dengan melakukan eskarotomi sebelumnya atau tanpa
melakukan eskarotomi (klisis)
ii. silver sulfadiazin, dioleskan tipis merata.
39
b. Bila tidak dijumpai eskar, diberikan antibiotik jenis lain, kadang diperlukan
anti-jamur (Nebacetin dan Amphotericin B); menggunakan metode moist
dressing
Overview
Dalam pemberian antibiotik, harus diperhatikan pedoman dan petunjuk pemberian yang
rasional, apakah untuk tujuan profilaksis atau terapetik. Sebagai profilaksis, beberapa
jenis bakteri yang terdiri dari bakteri gram positif maupun negatif yang umum dijumpai
pada luka dapat dijadikan pedoman. Pemberian untuk tujuan terapetik pada wound
sepsis didasari atas kultur yang diambil dari biopsi luka untuk membuktikan adanya
wound sepsis sekaligus mengetahui derajat invasi bakterial, bukan dari wound swab.
Beberapa jenis antibiotik perlu dipertimbangkan betul bahkan sedapat mungkin dihindari
penggunaannya pada luka bakar karena bersifat iritan maupun toksik.
Proses
- Antibiotik untuk tujuan profilaksis diberikan 30 menit sebelum tindakan medik
maupun tindakan pembedahan. Untuk tujuan terapetik, jenis Antibiotik yang
diberikan sangat tergantung pada hasil biopsi luka; namun sebagai pegangan
dapat diberikan jenis antibiotik yang ditujukan untuk:
- Bakteri gram positif (tidak terlalu virulen) pada hari pertama s/d kelima
- Bakteri gram negatif yang bersifat virulen mulai hari kelima s/d kesepuluh.
Dasar ilmiah
Pemberian antibiotik harus didasari pada pedoman pemberian antimiroba rasional,
yaitu mempertimbangkan indikasi, cara pemberian, lama pemberian, jenis, rute, efek
samping dan biaya.
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan (indikasi):
- Sebagai profilaksis pada kondisi kehilangan jaringan terutama kulit yang
berperan sebagai sawar terhadap infeksi, atau pada beberapa prosedur
medik (insersi kateter vena sentralis, insersi iv line, insersi kateter urin, dsb)
dan tindakan pembedahan.
- Mengatasi infeksi yang sudah terjadi
Pemilihan jenis antibiotik sangat tergantung pada jenis kuman penyebab infeksi,
atau kuman-kuman yang berpotensi tinggi menimbulkan infeksi.
- Dalam 3-5 hari pertama, populasi kuman yang dijumpai pada luka adalah
bakteri gram positif yang non-patogen.
- Sedang hari ke5-10 populasi kuman yang dijumpai adalah bakteri gram
negatif yang bersifat patogen.
Untuk mengetahui ada/tidaknya infeksi jaringan (wound sepsis), pengambilan
sampel tidak dilakukan dengan mengambil swab eksudat di atas luka karena kuman
yang dijumpai belum tentu menyebabkan infeksi sekalipun jumlahnya mencukupi /
memenuhi kriteria suatu infeksi (>105/mm3 jaringan). Adanya invasi ke jaringan oleh
kuman penyebab diketahui melalui pemeriksaan biopsi luka (Stadium I-III menurut
kriteria Schwarz).
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
40
Hindari penggunaan antibiotik yang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan
bakteri aerob-anaerob dan kuman-kuman komensal yang bersifat non-patogen.
Hindari pula penggunaan antibiotik yang bersifat toksik / iritasi terhadap jaringan:
- Sistemik: nefrotoksik, hepato-toksik
- Topikal: sito-toksik
Bakteri anaerob berperan dalam memelihara keseimbangan flora normal khususnya
di dalam lumen saluran cerna, dengan memelihara suasana di mukosa. Dengan
pemberian antibiotik yang bertujuan membunuh bakteri ini, keseimbangan terganggu,
sehingga bakteri komensal berubah sifat menjadi oportunistik. Dengan adanya defek
(disrupsi) mukosa yang terjadi pada syok (hipoperfusi splangnikus), akan sangat
mudah berlangsung translokasi bakteri penyebab sepsis.
Antibiotik poten yang membunuh hampir semua jenis bakteri akan menyebabkan lisis
dinding sel bakteri, toksin dilepas ke sirkulasi semakin banyak, memicu sepsis.
Antibiotik topikal yang bersifat iritan dan atau toksik terhadap jaringan akan memicu
proses inflamasi jaringan; semakin kuat iritasi yang ditimbulkan, semakin hebat reaksi
inflamasi yang timbul. Kondisi ini akan berlanjut dengan pelepasan mediator proinflamasi
yang memicu timbulnya SIRS. Silver sulfadiazin, klorheksidin, povidon
iodine bersifat iritan kuat s/d lemah terhadap jaringan, pemberiannya memicu
dilepaskannya Metaloproteinase (MMP1) yang memicu proses inflamasi dan
terhambatnya proses penyembuhan (epitelisasi).
Pemilihan jenis antibiotik
- Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik.
- Pada hari ketiga sampai ketujuh, luka didominasi oleh bakteri gram positif yang
berasal dari apendises kulit (folikel rambut, kelenjar sebasea, dsb), sedangkan
setelah 5-7 hari, populasi bakteri digantikan oleh bakteri gram negatif yang
lebih virulen. Pemberian antibiotik secara empirik didasari pola ini dan
disesuaikan dengan pola kuman yang ada. Pemberian antibiotik yang tepat
menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi.
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara lain
silver sulfadiazin, mafenide asetate, povidone-iodine, gentamisin sulfat,
bacitracin/polymixin, nitrofurantoin, mupirocin (Bactroban ) dan nystatin.
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an, tersedia dalam bentuk krim
1%, efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh
Ps. aurogenosa, mikroba enterik dan Can. albicans. Sedangkan untuk
Staph.aureus dan Klebsiella sp. silver sulfadiazin tidak efektif. Daya penetrasi
terbatas sampai epidermis. Permasalahan klinik yang dijumpai pada
penggunaan krim ini, umumnya adalah rasa nyeri, pembentukan eksudat
masif, lisis dan separasi eskar (=degradasi luka) yang berlangsung sangat
41
cepat, gangguan / hambatan proses penyembuhan luka, pengrusakan
fibroblas, granulosit dan leukopenia.
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia). Merupakan solusio 10%, memiliki
efektifitas antimikrobia luas, terutama terhadap Ps. Aurogenosa dan
Clostridium. Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini
adalah gangguan metabolisme, karena mafenide acetate dikonversi menjadi
asam p-sulfamyl-vanzoat oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor
karbonat anhidrase.
- Povidone-iodine ointment 10% memiliki efek antibiotik luas (dan efek
antifungal) bila sudah berada dalam bentuk cair. Povidone-iodine paling efektif
mengendalikan populasi / mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam.
Permasalahan yang dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri
saat aplikasi, dan bila digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan
toksisitas dan gagal ginjal.
- Gentamicin sulfate sebagai krim 0.1%, sebagaimana golongan
aminoglokosida lain memiliki spektrum antimikroa luas. Umumnya digunakan
pada luka terinfeksi Ps. aurogenosa.
- Nitrofurantoin. Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang
resisten terhadap metisilin, gram-negatif selain Ps. aurogenosa (efektifitasnya
mencapai 75%).
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps. Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A. Efektif terhadap Ps. aurogenosa, Esch. coli, Kl.
pneumonia dan Staph.aureus. Permasalahan klinik yang dijumpai pada
penggunaan mupirocin adalah terhambatnya proses penyembuhan luka.
- Bacitracin/polymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin
graft sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik
terhadap graft, tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar,
untuk gram-negatif selain Ps. aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21%.
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-tanda
infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar, dan digantikan
dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan resistensi.
Infeksi gram-positif.
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep.
pyogenes dan atau Strep. agalactiae), Penisilin natural (Penisilin G atau
Penisilin V) dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis,
dilanjutkan dengan antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan
kultur dan sensitivitas.
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen
alami di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar,
menghasilkan penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga
penggunaan penilisin tidak efektif. Umumnya digunakan golongan penisilin yang
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
42
resisten terhadap penisilinase terhadap bakteria-bakteria yang tergolong
methicillin-sensitive, atau vancomycin untuk methicillin-resistant.
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec.
Faecalis dan Ec.faecium. Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya, bakteria
enterokokus tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin. Saat ini,
antibiotik yang efektif (98-100%) adalah vancomycin; sedangkan carbapenem,
imipenem dan aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus.
Infeksi gram-negatif.
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps.
aurogenosa, Esch. coli, Kl. pneumonia, dan Ent. cloacae. Antibiotik yang
digunakan sangat bervariasi, dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba
yang diisolasi.
Kesimpulan
Penggunaan antibiotik pada luka bakar sangat penting. Dalam pemberian antibiotik,
harus diperhatikan pedoman dan petunjuk pemberian yang rasional. Ada beberapa
jenis antibiotik yang harus dihindari penggunaannya pada luka bakar dengan alasan
tertentu.
Butir-butir yang perlu diteliti
Indikasi penggunaan antibiotik
Jenis-jenis antibiotik yang sesuai untuk tujuan profilasksis
jenis-jenis antibiotik yang sesuai untuk perawatan luka
Tabel-tabel
Tabel 5. Pertanda lokal infeksi pada luka bakar
bercak kecoklatan atau kehitaman
separasi eskar berlangsung cepat
konversi luka; derajat dua menjadi derajat tiga
meluasnya eritema di sekitar luka, bewarna kebiruan
adanya ektima gangrenosa
jaringan sub-eskar bewarna piosianotik
hemoragik jaringan subkutis
pembentukan abses berbagai ukuran disertai inkonsistensi jaringan sub-eskar
Dikutip dari: Heggars JP, Robson MC. Infection control in burn patients. Clin Plas Surg 1986; 13:39-47
Tabel 6. Gejala tambahan dari suatu sepsis luka bakar*
Sepsis oleh gram-negatif
Biopsi luka menunjukkan >105 organisme/g jaringan atau adanya gambaran invasi pada
jaringan vital/utuh
Onset cepat: dari sehat smpai sakit antara 8-12 jam
Peningkatan suhu menjadi 38o-39oC, sebagian tetap dalam batas normal (37oC)
43
Leukositosis
Diikuti oleh hipotermia (34oC-35oC) dan penurunan jumlah leukosit
Ileus
Penurunan tekanan darah dan penurunan produksi urin
Luka berkembang menjadi fokus-fokus gangren
Lesi-lesi satelit jauh dari luka
Perubahan status mental
Sepsis oleh gram-positif
Biopsi luka menunjukkan >105 organisme/g jaringan atau adanya gambaran invasi pada
jaringan vital/utuh
Gejala berkembang secara bertahap
Peningkatan suhu mencapai >40oC
Leukosit berkisar antara 20.000-50.000
Penurunan hematokrit
Maserasi luka dengan eksudat melekat
Anoreksia dan irrational
Ileus
Penurunan tekanan darah dan produksi urin
*Bila dijumpai lima atau lebih gejala/tanda merupakan parameter yang memenuhi kriteria diagnostik
Dikutip dari: Heggars JP, Robson MC. Infection control in burn patients. Clin Plas Surg 1986; 13:39-47
Tabel 7. Diagnosis klinik SIRS menurut konsensus American College of Chest Physician dan the
Society of Critical Care Medicine tahun 1991
1. Hipertermia (> 38 C) atau hipotermia (< 36 C)
2. Takikardia (frekuensi nadi > 90 kali per menit)
3. Takipnu (frekuensi nafas > 20 kali per menit) atau PaCO2 < 32 mmHg (< 4,3 kPa)
4. Leukositosis (> 12000 sel per mm3), leukopenia (< 4000 sel per mm3) atau dijumpai > 10%
netrofil imatur (band).
Kriteria klinis yang digunakan dalam menegakkan diagnosis SIRS mengikuti hasil, yaitu
bila dijumpai 2 atau lebih manifestasi tersebut di atas.
Tabel 8. Kriteria diagnosis sepsis luka bakar menurut Heggers (1986) : bila dijumpai > 5 gejala dari
beberapa gejala di bawah ini
1. Takipnu (>40 kali / menit pada dewasa)
2. Ileus berkepanjangan
3. Hiper- atau hipotermia (>38.5oC atau <36 .5oc=".5oc" 4.="4." 5.="5." 6.="6." leukositosis="leukositosis" mental="mental" mm3="mm3" perubahan="perubahan" sel="sel" status="status" trombositopenia="trombositopenia">15.0 sel/mm3) atau -penia (<3 .5=".5" 1.="1." 7.="7." 9.="9." asidosis="asidosis" atau="atau" dapat="dapat" diajukan="diajukan" dijelaskan="dijelaskan" dkk.="dkk." hiperglikemia="hiperglikemia" hipertermia="hipertermia" housinger="housinger" kriteria="kriteria" mm3="mm3" oleh="oleh" penyebabnya="penyebabnya" sel="sel" tabel="tabel" tidak="tidak" yang="yang">38.5oC) atau hipotermia (<36oc 2.="2." 3.="3." 4.="4." 44="44" 5.="5." 6.="6." atau="atau" bakar="bakar" c-reactive="c-reactive" cairan="cairan" disebut-sebut="disebut-sebut" drastis="drastis" kebutuhan="kebutuhan" leukopenia="leukopenia" leukositosis="leukositosis" luka="luka" meningkat="meningkat" mm3:="mm3:" oksigen="oksigen" penanda="penanda" penatalaksanaan="penatalaksanaan" peningkatan="peningkatan" petunjuk="petunjuk" praktis="praktis" protein="protein" sangat="sangat" sebagai="sebagai" sepsis="sepsis" trombosit="trombosit" yang="yang">5ng/ml. Sachse dkk (1999) menganggap CRI sebagai
marker of sepsis; karena peningkatan CRP terjadi 2.3 hari lebih awal dari perubahan
hitung trombosit maupun manifestasi klinik lainnya
7. Procalcitonin (PCT), suatu bentuk inaktif dari hormone calcitonin (propeptida asam amino
116), juga merupakan penanda sepsis dengan sensitivitas 42%, spesifisitas 67% dan
efisiensi 57%.
Tabel 10. Stadium invasi bakterial ke jaringan menurut Schwarz :
Stadium I – Kolonisasi jaringan non-vital
a. Kolonisasi superfisial, oleh mikroorganisme yang terdapat di permukaan luka
bakar
b. Penetrasi mikrobial, oleh mikroorganisme yang ada di eskar
c. Proliferasi sub-eskar, multiplikasi mikroorganisme di jaringan sub-eskar
Stadium II - Invasi ke jaringan vital
a. Mikro-invasi, fokus-fokus mikroskopik mikroorganisme di jaringan non-cedera
yang letaknya berada langsung di bawah luka bakar
b. Invasi menyeluruh (generalisata), penetrasi mikroorganisme bersifat multifokal
dan difus ke jaringan subkutan dan jaringan vital lainnya
c. Invasi mikrovaskular, mikroorganisme berada di pembuluh-pembuluh darah
kecil dan limfe di daerah non-cedera
Tabel 11. Kriteria diagnosis dan identifikasi penyebab sepsis luka bakar menurutHeggers.
1) Biopsi luka untuk mikroba: >105 organisme/g jaringan dan / atau pemeriksaan histologik
menunjukan invasi ke jaringan
2) Kultur darah positif
3) Infeksi saluran kemih: mikroba > 105 organisme/ml urin
4) Infeksi paru: mikroba dan leukosit pada sputum.
Tabel 12. Kriteria Multisystem Organ Dysfunction Syndrome
a) Cardiovascular failure
Frekuensi jantung < 54 kali per menit
Mean Arterial Pressure <49mmhg 5="5" atau="atau" b="b" dengan="dengan" failure="failure" fibrilation="fibrilation" frekuensi="frekuensi" keduanya="keduanya" mmhg="mmhg" or="or" paco2="paco2" pernafasan="pernafasan" ph="ph" respiratory="respiratory" serum="serum" tachycardia="tachycardia" ventricular="ventricular"> 49 kali per menit
PaCO2 >50mmHg
AaDO2 >350mmHg (AaDO2 = 713 FiO2 – PaCO2 – PaO2)
Kebutuhan penggunaan ventilator sebelum hari keempat saat diagnosis organ failure
ditegakkan (catatan: kriteria organ failure sebelum 72 jam tidak dapat diterima)
c) Renal failure
Produksi urin < 479ml/24jam or <159ml blood="blood" jam="jam" nitrogen="nitrogen" urea="urea">100mg/dl
Serum Creatinine > 3.5mg/dl
d) Hematologic failure
Leukosit < 1000/mm3
Trombosit < 20.000 sel/mm3
Hematocryte < 20%
e) Neurologic failure
Glassgow Coma Scale <6 0.4="0.4" 0="0" 10cm="10cm" 13.="13." 1="1" 2="2" 45="45" a="a" atau="atau" dan="dan" dengan="dengan" diagnosis="diagnosis" dkk="dkk" failure="failure" fio2="fio2" h2o="h2o" membutuhkan="membutuhkan" mods="mods" oris="oris" peep="peep" penggunaan="penggunaan" pulmonary="pulmonary" scoring="scoring" sedation="sedation" system="system" tabel="tabel" tidak="tidak" untuk="untuk" ventilator="ventilator" without="without">10cm H2O dan / atau FiO2 > 0.4
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan tekanan darah
>100mmHg, misalnya loading cairan atau penggunaan zat vasoaktiv (dopamine
<10 2="2" atau="atau" darah="darah" g="g" hipotensi="hipotensi" kg="kg" memerlukan="memerlukan" mempertahankan="mempertahankan" menit="menit" nitroglycerin="nitroglycerin" periode="periode" tekanan="tekanan" tindakan="tindakan" untuk="untuk" yang="yang">100mmHg, misalnya loading cairan atau penggunaan zat vasoaktiv (dopamine
>10μg/kg/menit atau nitroglycerin >20μg/kg/menit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (<20mg 1="1" creatinine="creatinine" dl="dl" serum="serum">20mg/dl
2 Memeperlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT <25unit 1="1" bilirubin="bilirubin" dl="dl" mg="mg" sgot="sgot">25<50unit bilirubin="bilirubin">2mg/dl <6mg 2="2" dl="dl" sgot="sgot">50unit/L, Bilirubin >6mg/dl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit >30X106/L <60x106 2="2" atau="atau" leukosit="leukosit" trombosit="trombosit" x106="x106">60X106/L, diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah >2U dalam 24 jam, necrotizing
enterocolitis, pancreatitis, perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambat/menurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
Keterangan: 0 = Tidak ada MODS, 1 = Moderat, 2 = Berat
Daftar pustaka
1. Thomas S, Barrow RE, Herndorn DN. History of the treatment of burns. In: Herndorn DN (editor). Total burn
care. 2nd ed. London: Saunders; 2002. p. 1-5.
2. Lawrence JC. Burns and scalds: Aethiology and prevention. In: Settle JAD (editor). Principles and practice of
burn management. New York: Churchill Livingstone; 1996. p.3-28.
3. Cox E, Tseng DS, Powell I. Trends in falls, poisoning, drowning and burns. Wincosin: 1986-1996. Wincosin
med J. vol 100 no 2, 2001; p.39-42.
4. World Health Organization. Department of injuries and violence prevention. The injury chart book: A graphical
ovewrview of the global burden injuries. Burn mortality rate available in website:
http:/www.whqlibdoc.who.int/publications/924156220X.pdf.
5. 5th Nordic Safe Community Conference, Helsinki Finland. 26-29 August 2003, available in website:
http://www.safecommunity.net/Conferences/Helsinki/Helsinki%202003.ppt
6. Pruitt BA, Goodwin CW, Mason AD. Epidemiological, dermographic and outcome characteristics of burn injury.
In: Herndon DN (editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders; 2002. p. 2-16.
7. Kao CC, Garner WL. Acute burns. Plast. Reconstr. Surg. 105: 2482, 2000. Available in
website:http://www.medscape.com/viewarticle/437260
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
46
8. Babalova M, Blahova J, Kralikova K, Krcmery V, Hanzen J, Balogova O, et all. Transfer of resistance to 3rd
generation cephalosporins and aztreonam in strains of Klebsiella pneumoniae producing extended spectrum
beta-lactamases. Epidemiol Mikrobiol Immunol 1999 ; 48(1):21-7.
9. Offner PJ, Moore EE. Risk factors for MOF and patterns of organ failure following severe trauma. In: Baue AE,
Faist E, Fry ED. Multiple organ failure, pathophysiology, prevention, and therapy. New York: Springer; 2000.
p.30-43.
10. Baue AE. The complexities of sepsis and organ dysfunction. In: Baue AE, Berlot G, Gullo A (editors). Sepsis
and organ dysfunction: Epidemiology and scoring systems, pathophysiology and therapy. Milano: Springer
Verlag; 2000. p.23-31.
11. Moenadjat Y, Susanto I. Profil luka bakar RSUPN dr Cipto Mangunkusumo. in: Development of Cipto
Mangunkusumo hospital burn unit in Indonesia: the proposal, 2003. Unpublished.
12. Bang RL, Sharma PM, Sanyal SC, Najjadah IA. Septicemia after burn injury: a comparative study. Burns 2002;
28(8): 746-751.
13. American Burn Association. Burn modules. Available in website: http://www.ameriburn.org
14. Moenadjat Y. Prognosis dan sistem skoring pada luka bakar. in: Moenadjat Y. Luka bakar: klinis praktis. Balai
penerbit FKUI Jakarta: 2001.
15. Neuman P. Lung dysfunction in early phase of sepsis. In: Baue AE, Berlot G, Gullo A (editors). Sepsis and
organ dysfunction: The challenges continuous. Milano: Springer Verlag; 2000. p.17-33.
16. Tomashefsky JF. Acute respiratory distress syndrome: Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome. Clin chest med 2000; vol 21 no.3. Available in website:
http://www.home.mdconsult.com/das/article/body/1/jorg
17. Steinberg KP, Hudson LD. Acute respiratory distress syndrome: Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome, the clinical syndrome. Clin chest med 2000; vol 21 no.3. Available in website:
http://www.home.mdconsult.com/das/article/body/1/jorg
18. Adianto S, Moenadjat Y. Trakeostomi pada luka baker dengan cedera inhalasi, studi retrospektif di unit luka
bakar RSUPN Cipto Mangunkusumo. Unpublished; 2001.
19. Mokhtar, Moenadjat Y. Trakeostomi pada luka bakar dengan cedera inhalasi: sebagai tindakan pencegahan
ARDS. Unpublished; 2002.
20. Jeo WS, Moenadjat Y. Factors affecting severe burn mortality rate: a five year evaluation in Cipto
Mangunkusumo hospital burn unit. Indones J Surg 2000.
21. Heggers JP, Hawkins H, Edgar P, Villarreal C, Herndorn DN. Treatment of infection in burns. In: Herndorn DN
(editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders; 2002. p.11,120-169.
22. Moenadjat Y. Luka bakar: klinis praktis. edisi revisi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. p.4, 23-28.
23. Hinshaw LB, Lee PA, Pryor RW. Pathogenesis and therapy of the multi-system organ failure. In: Pollock AV
(editor). Immunology in surgical practice: an introduction for surgeons. Edition. London: Edward Arnold; 1991.
p. 350-356.
47
11 Flowsheet Penatalaksanaan perawatan
Instalasi Gawat Darurat Triage
Penatalaksanaan ABC Cederatologi
Pembebasan jalan nafas, termasuk krikotiroidotomi,
trakeostomi atau pemasangan pipa endotrakeal
Pemasangan iv line
Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium
Penatalaksanaan resusitasi cairan
Penimbangan Berat Badan dan pengukuran Panjang Badan
Pasien dibersihkan (pakaian kotor dilepaskan)
Pemasangan kateter
Pengambilan sampel urin untuk pemeriksaan laboratorium
Pemasangan Kateter Central Venous Pressure
Pemasangan Pipa nasogastrik, pada saat pemasangan pipa
endotrakeal
Ruang Resusitasi Kasus dengan cedera Inhalasi
Kasus dengan gangguan mekanisme bernafas
Kasus dengan syok
Luas lebih dari 25-30%
Kasus anak lebih dari 10%
Pasien di dorong ke Unit Luka
Bakar
Catatan :
Dilakukan setelah keadaan sirkulasi stabil
Tidak ada tanda-tanda distress pernafasan
Pemeriksaan radiologik foto toraks, dilakukan sebelum pasien
didorong ke Unit Luka Bakar
o Setelah melakukan pemasangan pipa endotrakeal
o Setelah melakukan pemasangan kateter CVP
Bila ada cedera inhalasi harus didampingi oleh dokter
Bila tidak ada cedera inhalasi didampingi perawat.
Pasien diselimuti dengan penutup dari IGD
Unit Luka Bakar
Kamar operasi
Idealnya dilakukan pencucian luka, débridement dan
nekrotomi, dalam narkose
Diusahakan sedapat mungkin pada saat pertama pasien
masuk UNIT LUKA BAKAR Tergantung beberapa faktor,
a.l:
o Problema Saluran nafas dan pernafasan, sirkulasi
o Kesanggupan pasien/keluarga
Ruang perawatan Tergantung berat-ringan dan kepentingannya, pasien di
rawat diruang perawatan intensif, ruang pemantauan
khusus atau ruang perawatan biasa
Ruang perawatan tidak lembab dan suhu ruangan tidak
terlalu beda dengan suhu tubuh, tapi tidak sama dengan
orang normal (26O C)
Perawatan luka
Pemberian Nutrisi Enteral (Dini)
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
48
Perawatan rehabilitatif
Evaluasi dan tatalaksana gangguan psikiatrik
Ruang Pencucian Pembersihan / pencucian luka dengan air mengalir (air
hangat menggunakan shower)
49
12 Evaluasi dan Tatalaksana
Gangguan Psikiatrik
Rekomendasi
Standard
Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu standard
Guidelines
Insufisiensi data untuk mendukung penyusunan suatu guidelines
Options
Kelompok kasus dengan gangguan psikiatrik primer, yaitu kelompok dengan latar
belakang kelainan / gangguan jiwa sebelum terjadinya cedera (sebagai kondisi
premorbid).
Kelompok ini dibedakan atas tiga kelompok lagi, yaitu kasus-kasus dengan kelainan /
gangguan psikosis, kasus-kasus dengan kelainan / gangguan neurosis, serta kelompok
dengan kelainan / gangguan kepribadian
1. Kelompok psikosis
Mungkin cedera (luka bakar) merupakan ‘dorongan’ atau halusinasi yang timbul
untuk membakar dirinya.
Sulit dibedakan dengan gangguan kesadaran yang disebabkan oleh timbulnya
manifestasi syok akibat gangguan sirkulasi
Pasien cenderung tidak kooperatif
2. Kelompok neurosis
Cedera (luka bakar) dengan cara membakar dirinya(attempted suicide)
merupakan cara untuk mengakhiri penderitaannya.
Relatif sulit dibedakan dengan gangguan kesadaran yang disebabkan oleh
timbulnya manifestasi syok akibat gangguan sirkulasi
Pasien tidak kooperatif dan tidak ada motivasi untuk bertahan, bahkan menolak
untuk pertolongan yang diberikan
3. Kelompok dengan gangguan kepribadian
Kelompok kasus dengan gangguan psikiatrik sekunder, yaitu kelompok yang mengalami
gangguan jiwa setelah terjadinya cedera.
Bervariasi tergantung fase luka bakar:
1. Pada fase akut / fase syok
Pasien baru menyadari bahwa dirinya terlepas dari bencana, bayangan trauma
masih lekat dan segar dalam ingatannya.
Pada fase ini panik merupakan problema yang umum dijumpai. Kepanikan
harus dibedakan dengan gangguan kesadaran akibat hipoksia yang timbul
sebagai manifestasi gangguan sirkulasi (syok)
2. Pada fase subakut / fase syok dilalui
Pasien menyadari dirinya mengalami suatu cedera (dengan derajat kerusakan
tertentu).
Problema yang timbul berkisar pada beberapa hal, antara lain:
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
50
- Menyadari kecacatan yang terjadi dan akan terjadi
- Mengharapkan kesembuhan yang sempurna, sebagaimana keadaan
sebelum terjadinya cedera (kembali pada kondisi semula), harapan, cemas
dan ansietas
- Saat menyadari kenyataan bahwa kondisinya tidak dapat kembali pada
kondisi semula, timbul depresi
- Problem kejiwaan berkenaan dengan tindakan operatif berulang
3. Pada fase lanjut
Problema yang berkaitan dengan body image dan harapan kesembuhan total
sebagaimana kondisi semula sebelum terjadinya cedera.
Problema yang berkaitan dengan fungsi tubuh tertentu
Problema yang berkaitan dengan penampilan
Problema yang berkenaan dengan pekerjaan
Overview
Hampir semua penderita luka bakar mengalami gangguan psikiatrik; dalam
berbagai derajat gangguan, baik di fase awal maupun fase lanjut.
Penatalaksanaan gangguan dilaksanakan seawal mungkin untuk memperingan
kondisi penyakit luka bakar dan mencegah gangguan psikiatrik berlanjut ke derajat
yang lebih berat.
Proses
Bimbingan psikiatrik diperlukan sejak awal oleh tenaga spesialis kesehatan jiwa, baik
untuk penderita maupun keluarga.
Dasar ilmiah
Gangguan psikiatrik pada kasus luka bakar dibedakan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu
kelompok kasus dengan latar belakang kelainan / gangguan jiwa sebelum terjadinya
cedera (sebagai kondisi premorbid), dan kelompok kasus yang mengalami gangguan
jiwa setelah terjadinya cedera.
Kesimpulan
Bimbingan psikiatrik diperlukan sejak awal hingga akhir perjalanan penyakit luka bakar.
Butir-butir yang perlu diteliti
Efek obat-obat psikofarmaka terhadap sirkulasi
Daftar pustaka
1. Boswick JA. Emotional problems in burns patients. In Boswick JA. The art and science of burn care. Rockville:
An Aspen Publications; 1987.p271-276.
51
13 Evaluasi dan Tatalaksana Nutrisi
Rekomendasi
Standard
Pemberian Nutrisi Enteral (NE) Dini (NED) untuk mencegah disrupsi mukosa usus
(saluran cerna) dan Nutrisi Parenteral (NP) untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan
energi.
Guidelines
Pemberian NE diberikan dalam 24jam pertama pasca cedera.
Pemberian NP dilakukan saat kondisi hemodinamik stabil
Overview
Nutrisi sebelumnya dianggap penunjang terapi, namun saat ini diyakini merupakan
salah satu strategi dalam manajemen luka bakar yang dapat mempengaruhi perjalanan
penyakit luka bakar dan mempengaruhi prognosis.
Pemberian Nutrisi Enteral (NE) diyakini dapat mencegah terjadinya disrupsi mukosa
yang pada hipoperfusi splangnikus akibat syok. Pada kondisi awal terjadi
hipometabolisme dan pada fase selanjutnya justru terjadi hipermetabolisme dan
katabolisme, yang diatasi dengan pemberian nutrisi (dalam hal ini gabungan Nutrisi
Enteral, NE dan Nutrisi Parenteral, NP).
Proses
Pemberian NE dikerjakan melalui pipa nasogastrik dimulai sejak fase akut (dalam
24jam pertama pasca cedera) melalui tetesan perlahan (terbaik menggunakan infusion
pump); dengan balanced nutrition: protein 10-15%, karbohidrat 50-60%, lemak 25-
30%. Takaran ini ditingkatkan secara perlahan sampai dengan takaran yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Dasar ilmiah
A. Kajian awal
I. Penilaian status nutrisi
1. Anamnesis
a. Riwayat nutrisi untuk memperoleh informasi mengenai asupan energi dan
nutrien.
b. Riwayat penyakit terdahulu, memperoleh informasi mengenai beberapa
penyakit / kelainan seperti Diabetes mellitus, penyakit hati berat, penyakit
ginjal, misalnya gagal ginjal, dan lain-lain
2. Pengukuran Antropometrik
a. Dewasa:
- Berat badan (Berat badan kering sebelum sakit, dan bukan
sesudah resusitasi)
- Panjang/Tinggi badan
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
52
- Taksiran perhitungan Berat badan dengan pengukuran
lingkar lengan atas (LLA) dengan rumus :
Perempuan : (LLA : 25,7) x Berat Badan Ideal
Laki-laki : (LLA : 26,3) x Berat Badan Ideal
BB Ideal : (tinggi badan – 100 ) – 10%
- Tentukan indeks massa tubuh (IMT)
IMT <17: -="-" 0="0" 1.="1." 10.000="10.000" 1000="1000" 100="100" 10="10" 12="12" 130="130" 13="13" 14.="14." 15="15" 18="18" 1="1" 2.="2." 2000="2000" 200="200" 20="20" 25.000="25.000" 285="285" 29="29" 2="2" 3.="3." 30="30" 39="39" 3="3" 4.="4." 400="400" 40="40" 49="49" 4="4" 500="500" 50="50" 53="53" 54="54" 55="55" 56="56" 57="57" 5="5" 60="60" 655="655" 66="66" 6="6" 75="75" 7="7" 80="80" 8="8" 90="90" 9="9" :=":" a.="a." a="a" acute="acute" ada="ada" adalah="adalah" adjusted="adjusted" af="aktivitas" aktivias="aktivias" aktivitas="aktivitas" aktual.="aktual." aktual="aktual" albumin="albumin" alfa-linolenat="alfa-linolenat" anak-anak:="anak-anak:" anak-anak="anak-anak" anak="anak" arginin:="arginin:" asam="asam" aspirasi:="aspirasi:" aspirasi="aspirasi" atas="atas" atau="atau" awal="awal" b.="b." b="b" badan="badan" bahan-bahan="bahan-bahan" bahan="bahan" baik.="baik." bakar:="bakar:" bakar="bakar" baring="baring" basal="basal" bawah="bawah" bb="bb" bebas="bebas" beberapa="beberapa" bentuk="bentuk" berada="berada" berasal="berasal" berat="berat" berdasarkan:="berdasarkan:" berdasarkan="berdasarkan" berdiri="berdiri" berikut="berikut" bertahap="bertahap" besarnya="besarnya" biasa="biasa" bila="bila" bmr="bmr" body="body" boleh="boleh" botol="botol" bw="[(BB" c.="c." c="c" cair="cair" cairan="cairan" cerna="cerna" cincang="cincang" cm="cm" daging="daging" dalam="dalam" dan="dan" dapat="dapat" darah:="darah:" darah="darah" dari:="dari:" dari="dari" dengan="dengan" derajat="derajat" dewasa="dewasa" di="di" diare="diare" diberi="diberi" diberikan:="diberikan:" diberikan="diberikan" dibutuhkan:="dibutuhkan:" dibutuhkan="dibutuhkan" digunakan="digunakan" dihentikan="dihentikan" diklem="diklem" dikonversikan="dikonversikan" dilakukan="dilakukan" dilanjutkan="dilanjutkan" dimulai="dimulai" diperhitungkan="diperhitungkan" diperlukan="diperlukan" diperoleh="diperoleh" disesuaikan="disesuaikan" distress="distress" ditambah="ditambah" ditambahkan="ditambahkan" ditemukan="ditemukan" ditingkatkan="ditingkatkan" duduk="duduk" e="e" efektivitas="efektivitas" energi="energi" enhancer="enhancer" enteral="enteral" evaluasi="evaluasi" f="f" faktor="faktor" fantomalt="fantomalt" fisik:="fisik:" fisik="fisik" fisioterapi="fisioterapi" formula="formula" fs="Faktor" fungsi="fungsi" g="g" gangguan="gangguan" gastric="gastric" gastrointestinal:="gastrointestinal:" gizi="gizi" glukonat="glukonat" glukosa="glukosa" gram="gram" hamil="hamil" hari.="hari." hari="hari" harris-benedict="harris-benedict" hati="hati" ideal.="ideal." ideal="ideal" ihat="ihat" ii="ii" iii.="iii." ileus="ileus" immuno="immuno" indikasi="indikasi" indirek="indirek" ini:="ini:" itu="itu" iu="iu" iv.="iv." jalur="jalur" jam.="jam." jam:="jam:" jam="jam" jenuh="jenuh" jumlah="jumlah" kabohidrat="kabohidrat" kacang="kacang" kal:="kal:" kal="kal" kaldu="kaldu" kali="kali" kalometri="kalometri" kalori.="kalori." kalori="kalori" karbohidrat:="karbohidrat:" karbohidrat="kebutuhan" ke-1="ke-1" ke-3="ke-3" ke-4="ke-4" ke="ke" keb="keb" kebutuhan="kebutuhan" kecepatan="kecepatan" kecurigaan="kecurigaan" kedelai="kedelai" kehamilan="kehamilan" kelamin="kelamin" kelapa="kelapa" keluaran="keluaran" keluhan="keluhan" kemampuan="kemampuan" kembali="kembali" kembung="kembung" kep="kep" kepekatan="kepekatan" keterangan:="keterangan:" kg="kg" kgbb="kgbb" khusus.="khusus." kolinesterase:="kolinesterase:" komersial="komersial" kompleks="kompleks" komposisi="komposisi" kontra="kontra" kreatinin="kreatinin" kualitas="kualitas" kuantitas="kuantitas" kuprum="kuprum" kurang="kurang" laboratorium="laboratorium" laki-laki="laki-laki" laktosa.="laktosa." lamanya="lamanya" lambung="lambung" lampiran="lampiran" lebih="lebih" lemak:="lemak:" lemak="lemak" lemaknya:="lemaknya:" lengkap="lengkap" linoleat="linoleat" luas="luas" luka="luka" lunak="lunak" maka="maka" makanan="makanan" maksimal="maksimal" maltodekstrin="maltodekstrin" melalui="melalui" memungkinkan.="memungkinkan." memungkinkan="memungkinkan" mencapai="mencapai" menggunakan="menggunakan" menit="menit" menjadi="menjadi" menurut="menurut" metabolisme="metabolisme" mg="mg" mikronutrien="mikronutrien" mineral="mineral" minyak="minyak" mj="mj" ml="ml" mual="mual" mungkin="mungkin" muntah="muntah" nasogastric="nasogastric" nasogastrik="nasogastrik" nchs="nchs" nilai="nilai" nitrogen="nitrogen" nukleotida="nukleotida" nutrien:="nutrien:" nutrisi="nutrisi" o="o" obesitas="obesitas" omega-3:="omega-3:" omega-3="omega-3" omega-6="omega-6" on="on" oral="oral" pada="pada" panjang="panjang" pasang="pasang" pemberian:="pemberian:" pemberian="pemberian" pemeriksaan="pemeriksaan" penatalaksanaan="penatalaksanaan" penderita="penderita" penentuan="penentuan" pengaruh="pengaruh" penilaian="penilaian" peningkatan="peningkatan" penyakit="penyakit" perbandingan="perbandingan" perempuan="perempuan" perhitungan="perhitungan" perifer="perifer" perlahan-lahan="perlahan-lahan" pernapasan="pernapasan" persamaan="persamaan" persentase="persentase" petunjuk="petunjuk" pipa="pipa" praktis="praktis" protein:="protein:" protein="protein" r.s.="r.s." rantai="rantai" rebus="rebus" rendah="rendah" residual="residual" respiratory="respiratory" retensi="retensi" ringan="ringan" rs="rs" rumus="rumus" saluran="saluran" sama="sama" sampai="sampai" sdm="sdm" sebagai="sebagai" sebanyak="sebanyak" secara="secara" sedang="sedang" sederhana="sederhana" sedini="sedini" sekitar="sekitar" selama="selama" selanjutnya="selanjutnya" selenium="selenium" semula="semula" seperti="seperti" sesuai="sesuai" setelah="setelah" seterusnya="seterusnya" setiap="setiap" sewaktu="sewaktu" simpleks="simpleks" sindrom="sindrom" sisanya="sisanya" status="status" stres:="stres:" stres="stres" sumber:="sumber:" susu="susu" syndrome="syndrome" tabel="tabel" tablet="tablet" tahun="tahun" tak="tak" tanah="tanah" tb="tb" telah="telah" tempat="tempat" tentukan="tentukan" terbaik="terbaik" tercapai="tercapai" terdapat="terdapat" terdiri="terdiri" terhadap="terhadap" tersebut="tersebut" tetes="tetes" tetesan="tetesan" tidak="tidak" tidur="tidur" tinggi="tinggi" tirah="tirah" toleransi="toleransi" total.="total." total="total" traktus="traktus" trigliserid="trigliserid" tube="tube" u="u" ulang.="ulang." umur="umur" unit="unit" untuk="untuk" urea="urea" ureum="ureum" urin="urin" usia="usia" v.="v." vitamin="vitamin" volume="volume" wanita="wanita" weight="weight" x="x" yaitu="yaitu" yang="yang" zink="zink">40%)
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1. Pemberian Nutrisi Enteral (A)
Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 – 12 F
Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
Berikan formula komersial
Pada awal pemberian:
o Kepekatan 1 Kal/mL
o Kecepatan tetesan 15 tetes/menit dengan pompa infus. Bila
ditemukan kesulitan dalam pemberian tetesan, kepekatan formula
dikurangi menjadi 0,7 Kal/mL (C)
o Evaluasi setelah 1 jam
Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam. Selanjutnya dilakukan aspirasi:
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL, maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam. Setelah itu dilakukan aspirasi ulang. Bila
cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL, pemberian nutrisi
dilanjutkan kembali dengan tetesan seperti semula (C)
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL, maka
nutrisi dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti
semula atau ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam ( B)
Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan
enteral, secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya
makanan biasa, bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik. (C)
2. Pemberian Nutrisi Parenteral (B)
Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan, maka dilakukan
pemberian secara parenteral. Nutrisi Parenteral yang diberikan harus
lengkap, mengandung karbohidrat, lemak dan protein.
Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat
dan osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia
dan flebitis.
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
58
VI. Monitoring dan Evaluasi (C)
Keadaan umum
Pemeriksaan fisik: tanda-tanda vital
Penimbangan BB tiap 3 hari
Pemeriksaan toleransi traktus gastrointestinal:
o Produk pipa nasogastrik (kualitas dan kuantitas)
o Keluhan subyektif (mual, diare, dsb)
o Analisis asupan setiap hari: dilakukan oleh perawat ruangan dan
dietisien
Pemeriksaan laboratorium
o Awal:
- Albumin darah
- Bila kadar albumin 2,5 g/dL, berikan infus Albumin
- Gula darah sewaktu
- Ureum dan kreatinin darah
o Setiap hari:
Gula darah (pada stres metabolisme, kadar gula darah
dapat meningkat), tetapi bila kadar gula darah >150 mg/dL
maka harus dilakukan:
- Restriksi karbohidrat simpleks
- Pemberian insulin drip untuk menjaga kadar gula
darah 80 - 110 mg/dL dengan pemantauan ketat
pemeriksaan gula darah setiap jam.(C)
Trigliserida darah (pada stres metabolisme dapat
mencapai <300 -1150.="-1150." -3="-3" -="-" .2001=".2001" .continuation=".continuation" 0.4="0.4" 0.5mm="0.5mm" 0.6mg="0.6mg" 1-26="1-26" 1-70="1-70" 1.="1." 10.="10." 100.="100." 100="100" 101.="101." 102.="102." 103.="103." 103:="103:" 104.="104." 105.="105." 106.="106." 107.="107." 108.="108." 109.="109." 10="10" 10f="10f" 10ml="10ml" 11.="11." 110.="110." 111.="111." 112.="112." 113.="113." 113="113" 114.="114." 115.="115." 116.="116." 11="11" 12.="12." 124:="124:" 1250="1250" 1285-93="1285-93" 12f="12f" 13.="13." 14.="14." 14="14" 14f="14f" 15.="15." 15="15" 16.="16." 17.="17." 174="174" 17:1146="17:1146" 18.="18." 19.="19." 1974="1974" 1984="1984" 1986="1986" 1987.="1987." 1987.p266-270.="1987.p266-270." 1987.p299-306.="1987.p299-306." 1989="1989" 1990="1990" 1991.="1991." 1991="1991" 1992="1992" 1993="1993" 1994="1994" 1995="1995" 1996.="1996." 1996="1996" 1997="1997" 1998="1998" 1999="1999" 19="19" 1="1" 1cm="1cm" 2.5mm="2.5mm" 2.="2." 20.="20." 2000.="2000." 2000="2000" 2000ml="2000ml" 2001="2001" 2002="2002" 2003.="2003." 2003="2003" 200="200" 207-39.="207-39." 20mg="20mg" 20o="20o" 21.="21." 213:177-183="213:177-183" 22.="22." 23.="23." 2334-7.="2334-7." 24.="24." 240-67.="240-67." 24="24" 25.="25." 2500="2500" 258.="258." 25:="25:" 26.="26." 27.="27." 28.="28." 29.="29." 297="297" 2="2" 3.5mm="3.5mm" 3.="3." 30.="30." 305="305" 309-46.="309-46." 31.="31." 312:869-71="312:869-71" 32.="32." 327:117-8="327:117-8" 33.="33." 34.="34." 341:785-92.="341:785-92." 35.="35." 35="35" 36.="36." 37.="37." 38.="38." 39.="39." 3="3" 3rd="3rd" 4.="4." 40.="40." 408="408" 41.="41." 42.="42." 43.="43." 434="434" 439.="439." 44.="44." 45.="45." 46.="46." 47.="47." 48.="48." 49.="49." 4ml="4ml" 5.5mm="5.5mm" 5.="5." 50.="50." 51.="51." 515-20.="515-20." 52.="52." 53.="53." 54.="54." 55.="55." 554-74.="554-74." 56.="56." 57.="57." 58.="58." 59.="59." 59:="59:" 59="59" 5="5" 6.="6." 60.="60." 60="60" 61.="61." 61="61" 62.="62." 62="62" 63.="63." 63="63" 64.="64." 64="64" 65.="65." 65="65" 66.="66." 66="66" 67.="67." 67="67" 68.="68." 68="68" 69.="69." 69="69" 7.="7." 70.="70." 70="70" 71.="71." 71="71" 72.="72." 72="72" 73.="73." 73="73" 74.="74." 74="74" 75.="75." 75="75" 76.="76." 76="76" 77.="77." 77="77" 78.="78." 78="78" 79.="79." 797-800.="797-800." 79="79" 7="7" 8.="8." 80.="80." 80="80" 81-6.="81-6." 81.="81." 81="81" 82.="82." 83.="83." 831-7="831-7" 84-5.="84-5." 84.="84." 85.="85." 86.="86." 87.="87." 870-5.="870-5." 88.="88." 89.="89." 8f="8f" 8mm="8mm" 9.="9." 90.="90." 90o="90o" 91.="91." 92.="92." 93-5.="93-5." 93.="93." 94.="94." 95-6.="95-6." 95.="95." 951-5.="951-5." 96-8.="96-8." 96.="96." 97.="97." 98.="98." 99.="99." 9mm="9mm" :526=":526" :78=":78" :834-40=":834-40" :=":" a.="a." a="a" ab="ab" abdominal="abdominal" abduksi="abduksi" access="access" accp="accp" acial="acial" acid="acid" acids="acids" acosta="acosta" acute="acute" acutely="acutely" ad-hoc="ad-hoc" ada="ada" adanya="adanya" adaptasi="adaptasi" addai="addai" addendum="addendum" administration.="administration." administration="administration" adult="adult" adults.="adults." advancement="advancement" advancements="advancements" after="after" afzal="afzal" ag="ag" agar="agar" aidoo="aidoo" air="air" airway="airway" akan="akan" akibat="akibat" akintorin="akintorin" aks="aks" aktif="aktif" aktifitas="aktifitas" akut="akut" al-tawil="al-tawil" al..="al.." al.="al." al:="al:" al="al" alat="alat" albumin="albumin" allison="allison" alpers="alpers" am.="am." am="am" aman="aman" ambalavanan="ambalavanan" ambulasi="ambulasi" american="american" ameta-analisys="ameta-analisys" amino="amino" an="an" anak-anak="anak-anak" anak="anak" analisis="analisis" analysis.="analysis." analysis="analysis" anamnesis="anamnesis" anatomical="anatomical" and="and" anderton="anderton" andes="andes" andoh="andoh" andrassy="andrassy" andrews="andrews" anestesi="anestesi" ang="ang" angkat="angkat" ann="ann" annals="annals" antara="antara" antenatal="antenatal" antikontraktur="antikontraktur" antioxidant="antioxidant" antisepsis="antisepsis" apj="apj" approach="approach" apr="apr" ar="ar" arahkan="arahkan" arch="arch" ardiac="ardiac" arly="arly" arnold="arnold" arrest="arrest" art="art" as="as" asing="asing" asistif="asistif" aspen="aspen" aspirasi="aspirasi" aspiration="aspiration" assessment="assessment" associated="associated" asystematic="asystematic" atas="atas" atau="atau" athlin="athlin" atlanto-osipital="atlanto-osipital" atropin="atropin" attaributed="attaributed" attrillh="attrillh" auskultasi="auskultasi" austin="austin" awal.="awal." awal="awal" b.="b." b="b" bab="bab" bacteria="bacteria" bacterial="bacterial" badan="badan" bag="bag" bagian="bagian" bahu="bahu" bak="bak" bakar:="bakar:" bakar="bakar" baker="baker" balasse="balasse" balon="balon" balut="balut" bantal="bantal" bantu="bantu" bantuan="bantuan" bar="bar" barrientos="barrientos" barry="barry" basal="basal" basics="basics" basin="basin" batasi="batasi" batients="batients" batista="batista" bawah="bawah" bayi="bayi" be="be" beale="beale" beberapa="beberapa" become="become" bed="bed" bedah="bedah" bedigian="bedigian" beier-holgersen="beier-holgersen" bekerjasama="bekerjasama" bellomo="bellomo" benang="benang" benar="benar" benda="benda" beneficial="beneficial" bengkokkan="bengkokkan" benitez="benitez" bennet="bennet" bensaid="bensaid" bentuk="bentuk" berada="berada" berat="berat" berbagai="berbagai" berbeda="berbeda" berdasarkan="berdasarkan" berger="berger" bergerak="bergerak" berhias="berhias" beri="beri" berikan="berikan" berisi="berisi" berkaitan="berkaitan" berkesinambungan="berkesinambungan" berne="berne" berpakaian="berpakaian" berseth="berseth" bertahap:="bertahap:" bertekanan="bertekanan" bertolini="bertolini" bertujuan="bertujuan" better="better" between="between" bevel="bevel" bg="bg" biarkan="biarkan" bibir="bibir" bier.="bier." bila="bila" billman="billman" bimbingan="bimbingan" binningen="binningen" biochemical="biochemical" bioresco="bioresco" birth="birth" bjm="bjm" blade="blade" blenderized="blenderized" blesa="blesa" blood="blood" blunt="blunt" bmj="bmj" board="board" bochetti="bochetti" body="body" bolus="bolus" bonelli="bonelli" bonten="bonten" booth="booth" boswick="boswick" bottle="bottle" bouchiers-="bouchiers-" boulos="boulos" br.="br." bradikardi="bradikardi" braga="braga" brain-injured="brain-injured" branstorm="branstorm" breathing="breathing" briassoulis="briassoulis" brilli="brilli" brower="brower" brown="brown" brundin="brundin" bryg="bryg" buka="buka" burn="burn" burned="burned" burns="burns" bury="bury" butir-butir="butir-butir" bw="bw" by="by" c-n="c-n" c.="c." c="c" ca.="ca." ca="ca" cabut="cabut" cairan="cairan" calder="calder" caloric="caloric" cancer.="cancer." cara="cara" cardiac="cardiac" care.="care." care="care" carlo="carlo" carlson="carlson" carr="carr" casadei="casadei" case="case" castro="castro" catatan:="catatan:" catch-up="catch-up" cause.="cause." cayeux="cayeux" cedera="cedera" cepat="cepat" cereal="cereal" cerra="cerra" cf.="cf." cg.="cg." cg="cg" ch-4102="ch-4102" chan="chan" chapman="chapman" chen="chen" chest="chest" chiarelli="chiarelli" chien="chien" child.="child." children.="children." children:="children:" children="children" chiol="chiol" chloride="chloride" choline="choline" chronic="chronic" ciocon="ciocon" circulation="circulation" circulatory="circulatory" cisapride="cisapride" cj.="cj." cj="cj" cl.="cl." cl="cl" clapping="clapping" clin="clin" clinical="clinical" cm="cm" co:="co:" co="co" coll="coll" college="college" colonization="colonization" commercial="commercial" company="company" compared="compared" comparing="comparing" comparison="comparison" complication="complication" complications.="complications." complications="complications" components="components" compred="compred" compromise.="compromise." conclusion="conclusion" consensus="consensus" consistency="consistency" consumption="consumption" contamination="contamination" continuous="continuous" controlled="controlled" coplin="coplin" coronary="coronary" cost="cost" coughing="coughing" courses.2nd="courses.2nd" cr.="cr." crit="crit" critical="critical" critically="critically" croce="croce" cuff="cuff" cultures.="cultures." current="current" cw="cw" czech="czech" d.="d." d="d" da.="da." dada="dada" daerah="daerah" daftar="daftar" dairrhoea="dairrhoea" dalam:="dalam:" dalam="dalam" dan="dan" dana="dana" dapat="dapat" darah="darah" dari:="dari:" dari="dari" darurat:="darurat:" darurat="darurat" dasar="dasar" data="data" davies="davies" dawson="dawson" db.="db." dba.="dba." de="de" death="death" dec="dec" dechicco="dechicco" decrease="decrease" decreases="decreases" decreasing="decreasing" defined="defined" definition.="definition." definition="definition" deformitas="deformitas" dehne="dehne" deitch="deitch" dekat="dekat" delaborde.="delaborde." delaborde="delaborde" delayed="delayed" delivery="delivery" dem="dem" demichele="demichele" dengan="dengan" depan="depan" depresi="depresi" derajat="derajat" detik="detik" detsky="detsky" development="development" devi="devi" device="device" dewasa="dewasa" df.="df." dh="dh" di="di" diagnosis="diagnosis" diantara="diantara" diarrhea="diarrhea" dibandingkan="dibandingkan" diberikan="diberikan" dibutuhkan="dibutuhkan" diet="diet" dietary="dietary" diets.="diets." diets:="diets:" diets="diets" diette="diette" diganjal="diganjal" digestive="digestive" dijumpai="dijumpai" dikenal="dikenal" dikerjakan="dikerjakan" dilakukan="dilakukan" dilanjutkan="dilanjutkan" dilator="dilator" dimulai="dimulai" dinas="dinas" dinding="dinding" dini="dini" diperlukan="diperlukan" direction.="direction." directors="directors" diri="diri" dis="dis" disability="disability" discussion="discussion" disesuaikan="disesuaikan" disisi="disisi" distres="distres" distress="distress" ditambahkan="ditambahkan" diteliti="diteliti" diuraikan="diuraikan" dj.="dj." dj="dj" dk="dk" dkk.="dkk." dl="dl" dogs.="dogs." dollbery="dollbery" dorong="dorong" dorsal="dorsal" dorsofleksi="dorsofleksi" drover="drover" drugs="drugs" dsb="dsb" dua="dua" dudrick="dudrick" duenas="duenas" duncan="duncan" duntuk="duntuk" duodenal="duodenal" dupont="dupont" during="during" dv="dv" dynamic="dynamic" e-lorenzo="e-lorenzo" e.="e." e461-70.="e461-70." e:="e:" e="e" ea:="ea:" ea="ea" early="early" eb="eb" ebbecke="ebbecke" ed.="ed." ed="ed" eddie="eddie" edema="edema" edes="edes" edited="edited" editor.="editor." editorial.bmj="editorial.bmj" eds="eds" ee.="ee." ee="ee" eedle="eedle" efektif="efektif" effect="effect" effective.="effective." effectiveness="effectiveness" effects="effects" efficacy="efficacy" eicosapentaenoic="eicosapentaenoic" eilly="eilly" ek="ek" ekspansi="ekspansi" ekstensi="ekstensi" eksternal="eksternal" ekstremitas="ekstremitas" ekstubasi="ekstubasi" elderly.="elderly." electric="electric" elektif="elektif" elemental="elemental" elevasi="elevasi" emergency="emergency" emergensi="emergensi" emptying="emptying" endocrinol="endocrinol" endoscopic="endoscopic" endotrakea:="endotrakea:" endotrakea="endotrakea" endotrakeal="endotrakeal" energi="energi" energy="energy" engl="engl" enhance="enhance" enhancing="enhancing" entaral="entaral" enteral="enteral" enterocolitis="enterocolitis" eo.="eo." ep="ep" epiglotis="epiglotis" epithelium.="epithelium." equal="equal" equipment="equipment" er="er" eremin="eremin" ericson="ericson" erythromicyne="erythromicyne" erythromycine="erythromycine" espen="espen" espiratory="espiratory" esser="esser" et.="et." et.al..="et.al.." et.al.="et.al." et="et" eur="eur" evaluasi.="evaluasi." evaluasi="evaluasi" evaluation="evaluation" evidence.="evidence." exercise="exercise" expansion="expansion" expenditure="expenditure" experience.="experience." extrasplanchnic="extrasplanchnic" extremely="extremely" extubation="extubation" f.="f." f.the="f.the" f="f" fa="fa" fabien="fabien" fac="fac" face="face" facilitating="facilitating" factors="factors" fahnenstich="fahnenstich" failure.="failure." failure="failure" faintuch="faintuch" fallis="fallis" faring="faring" fase="fase" fast="fast" fat="fat" fatty="fatty" fb="fb" feb="feb" fed="fed" feed="feed" feeding.="feeding." feeding:="feeding:" feeding="feeding" feedings="feedings" feeds.="feeds." feliciano="feliciano" fernandex="fernandex" fibre.="fibre." fibre="fibre" fiksasi="fiksasi" fisik="fisik" fisioterapi="fisioterapi" flaherty="flaherty" flat="flat" fleksi="fleksi" flow.="flow." flow="flow" following="following" food="food" foods="foods" foot-board="foot-board" for="for" force.="force." formea="formea" formula.="formula." formula="formula" formulations="formulations" formulir="formulir" fortified="fortified" forward="forward" fp="fp" franz="franz" fraser="fraser" french="french" frequency="frequency" from="from" froomes="froomes" frost="frost" fullthickness="fullthickness" function.="function." function="function" fungsi="fungsi" fungsional="fungsional" fungsionalis="fungsionalis" furst="furst" future="future" g.="g." g="g" ga="ga" gad="gad" gadeg="gadeg" gaillard="gaillard" galindo-ciocon="galindo-ciocon" gamma="gamma" garc="garc" garcia="garcia" gas="gas" gastric="gastric" gastro="gastro" gastroenterol.="gastroenterol." gastroenterology="gastroenterology" gastroesophageal="gastroesophageal" gastrointestinal="gastrointestinal" gb="gb" gc="gc" ge="ge" gelas="gelas" gentilini="gentilini" genting="genting" gently="gently" george="george" gerak="gerak" gersbach="gersbach" gestation.="gestation." gianotti="gianotti" gibson="gibson" gigi-gigi="gigi-gigi" gigi="gigi" giuliano="giuliano" gj.="gj." gj="gj" global="global" glucocorticoids="glucocorticoids" glucose="glucose" glukosa="glukosa" glutaminenriched="glutaminenriched" gm="gm" goetzman="goetzman" gottschlich="gottschlich" gp.="gp." gr="gr" graft="graft" grams="grams" grau="grau" greecher="greecher" green="green" grids="grids" gross="gross" group="group" growth="growth" guenter="guenter" guidelines.="guidelines." guidelines="guidelines" gulungan="gulungan" gunakan="gunakan" gunting="gunting" gut.1983="gut.1983" gut="gut" gutteridge="gutteridge" h="h" hafstrom="hafstrom" hal.166-72.="hal.166-72." hal.="hal." hal="hal" hall:="hall:" hall="hall" hamaoui="hamaoui" hand-skill="hand-skill" handbook="handbook" handicap="handicap" handling="handling" handuk="handuk" hanya="hanya" hari="hari" hasil="hasil" hatzis="hatzis" hauptstrasse="hauptstrasse" have="have" hayes="hayes" hb="hb" health.="health." health="health" heitkemper="heitkemper" hemostat="hemostat" heyland="heyland" heys="heys" hg.="hg." hill="hill" hingga="hingga" hinthorn="hinthorn" hip="hip" hiperekstensi="hiperekstensi" hipoksik="hipoksik" hirsch="hirsch" hisap="hisap" hl.="hl." ho="ho" hobby="hobby" hold="hold" holder="holder" holmberg="holmberg" home="home" hormone="hormone" horton="horton" hosp="hosp" hospital="hospital" hospitals.="hospitals." houdijk="houdijk" hsieh="hsieh" hubungkan="hubungkan" hum="hum" human="human" humans.="humans." hus-lee="hus-lee" hutchins="hutchins" hy="hy" hypophosphatemia="hypophosphatemia" i.="i." i="i" iapichino="iapichino" ibanez="ibanez" ibu="ibu" icu="icu" identifikasi="identifikasi" idrisalman="idrisalman" ihari="ihari" ii.="ii." ii="ii" iii.="iii." iii="iii" ijev="ijev" ikat="ikat" ill="ill" illness="illness" ilmiah="ilmiah" immediate="immediate" immune-="immune-" immune-enhancing="immune-enhancing" immunonutrion="immunonutrion" immunonutrition.="immunonutrition." immunonutrition="immunonutrition" immunosuppressive="immunosuppressive" impairment="impairment" implementation="implementation" importance="importance" improved="improved" improves="improves" improving="improving" in:="in:" in="in" incidence="incidence" increased="increased" indikasi="indikasi" individu="individu" indones="indones" industry="industry" infant.="infant." infants.="infants." infants.pediatrics.="infants.pediatrics." infants:="infants:" infants="infants" infect="infect" infectious="infectious" infiltrasi="infiltrasi" influence="influence" informasi="informasi" infusion="infusion" ingestion="ingestion" inhalasi.="inhalasi." inhalasi="inhalasi" ini="ini" injak="injak" injury.="injury." insersi="insersi" insert="insert" insisi="insisi" inspirasi="inspirasi" institutes="institutes" intake="intake" intakes="intakes" intensive="intensive" interactions="interactions" interin="interin" intermiten="intermiten" intermittent="intermittent" internal="internal" interscapular="interscapular" intestinal="intestinal" intolerance="intolerance" intolerant="intolerant" intra-duodenal="intra-duodenal" intragastric="intragastric" intravenous="intravenous" introducing="introducing" intubasi="intubasi" intubated="intubated" inzet="inzet" irway="irway" is="is" isi="isi" isometrik="isometrik" iv.="iv." iv="iv" iw.bacterial="iw.bacterial" j-p="j-p" j.="j." j="j" ja.="ja." ja="ja" jacobs="jacobs" jahitkan="jahitkan" jain="jain" jalan="jalan" jama="jama" jambunathan="jambunathan" jan="jan" jangan="jangan" jansen="jansen" jari-jari="jari-jari" jari="jari" jaringan="jaringan" jarum="jarum" jc.="jc." jc="jc" jd="jd" je="je" jeejeebhoy="jeejeebhoy" jejonostomy="jejonostomy" jejunal="jejunal" jens="jens" jj.comparison="jj.comparison" jk="jk" jl.="jl." jl="jl" jo="jo" job="job" johnson="johnson" johnston="johnston" jones="jones" jonkers="jonkers" journal="journal" jp="jp" jpen="jpen" jr="jr" js.="js." judd="judd" july:28="july:28" jumlah="jumlah" jumlahnya="jumlahnya" jun="jun" jw="jw" jx="jx" k="k" ka="ka" kajian="kajian" kaki="kaki" kali="kali" kalium="kalium" kamat="kamat" kamitsuka="kamitsuka" kanan="kanan" kang="kang" kanul="kanul" kanula.="kanula." kardiovaskular="kardiovaskular" karena="karena" karlstad="karlstad" kartilago="kartilago" kasa="kasa" kasus="kasus" kd="kd" ke="ke" keadaan-keadaan="keadaan-keadaan" kebocoran="kebocoran" kebutuhan:="kebutuhan:" kebutuhan="kebutuhan" kecelakaan="kecelakaan" kecil="kecil" kecuali="kecuali" kedalaman="kedalaman" kedua="kedua" keempat="keempat" kegagalan="kegagalan" kehidupan="kehidupan" kekuatan="kekuatan" kelengkungan="kelengkungan" keluar="keluar" keluarga="keluarga" kemampuan="kemampuan" kembali="kembali" kembangkan="kembangkan" kempeskan="kempeskan" keohane="keohane" kepala="kepala" kerja="kerja" kesimpulan="kesimpulan" keterlambatan="keterlambatan" key="key" kg="kg" khusus="khusus" kimberlin="kimberlin" kimura="kimura" kinney="kinney" kiri="kiri" klein="klein" klem="klem" kling="kling" klinik:="klinik:" klinik="klinik" kn.="kn." knapp="knapp" kodsi="kodsi" kompan="kompan" kompensasi:="kompensasi:" komplikasi="komplikasi" kondisi-kondisi="kondisi-kondisi" kondisi="kondisi" konseling="konseling" kontraindikasi="kontraindikasi" kontraktur="kontraktur" kreatinin="kreatinin" kreativitas="kreativitas" krem="krem" krikotiroid="krikotiroid" krikotiroidotomi="krikotiroidotomi" krishnan="krishnan" kudsk="kudsk" kuhl="kuhl" kuints="kuints" kulit.="kulit." kulit="kulit" kurang="kurang" kurangi="kurangi" kuzma-o="kuzma-o" l.="l." l="l" labelling="labelling" lain="lain" lakukan="lakukan" lambung="lambung" lampunya="lampunya" lancet="lancet" landes="landes" landmark="landmark" langkah="langkah" laring="laring" laringoskop:="laringoskop:" laringoskop="laringoskop" larut="larut" late="late" lateral="lateral" latifi="latifi" latihan="latihan" lau="lau" le="le" leaf="leaf" lebih="lebih" lee="lee" lees="lees" leher="leher" leissure="leissure" lengan="lengan" lengkap="lengkap" lengkung="lengkung" lepaskan="lepaskan" less="less" level="level" lf="lf" lg="lg" lidah="lidah" liedermann="liedermann" life="life" lihat="lihat" lima="lima" lindgren="lindgren" ling="ling" lingkarkan="lingkarkan" lingkungan="lingkungan" lingkup="lingkup" linoleic="linoleic" liotta="liotta" lippincott="lippincott" literature="literature" liu="liu" lo="lo" locare="locare" lokal="lokal" lokalis="lokalis" lokasi="lokasi" london="london" long="long" lopez-martinez="lopez-martinez" lorch="lorch" love="love" low-volume="low-volume" low="low" lu="lu" luar="luar" luas="luas" lubrikan="lubrikan" lubrikasi="lubrikasi" luka="luka" lurus="lurus" lutut="lutut" lyons="lyons" m.="m." m="m" ma.="ma." ma="ma" macam="macam" macdonald="macdonald" maclaren="maclaren" macrophage="macrophage" made="made" maintain="maintain" maintenance="maintenance" major="major" makan="makan" malleable="malleable" malnourished="malnourished" man.="man." mana="mana" management="management" mandren="mandren" manifestasi="manifestasi" manual="manual" manuver="manuver" mar="mar" marian="marian" marik="marik" marse="marse" marteau="marteau" martinez="martinez" masing-masing="masing-masing" mask="mask" masukan="masukan" masukkan="masukkan" masuknya="masuknya" matarese="matarese" materi="materi" mattos="mattos" may="may" mc="mc" mcadams="mcadams" mccamish="mccamish" mcclave="mcclave" mccroskey="mccroskey" mcdonald="mcdonald" mclaughlin="mclaughlin" mcp="mcp" md="md" meal="meal" mechanical="mechanical" mechanically="mechanically" mechanism="mechanism" med.="med." med="med" medical="medical" medicine="medicine" medik="medik" medikamentosa="medikamentosa" meier="meier" melakukan="melakukan" melalui="melalui" melepas="melepas" meletakkan="meletakkan" melintasi="melintasi" memastikan="memastikan" memberi="memberi" memberikan="memberikan" membran="membran" memegang="memegang" memerlukan="memerlukan" memperbaiki="memperbaiki" memperbesar="memperbesar" mempercepat="mempercepat" mempermudah="mempermudah" memperoleh="memperoleh" memperpanjang="memperpanjang" mempertahankan="mempertahankan" memungkinkan="memungkinkan" menangkap="menangkap" mencapai="mencapai" mencapail="mencapail" mencegah="mencegah" mendelson="mendelson" menembus="menembus" menentukan="menentukan" mengadaptasi="mengadaptasi" mengangkat="mengangkat" mengeluarkan="mengeluarkan" mengembangkan="mengembangkan" mengembangkannya="mengembangkannya" mengenai="mengenai" mengendalikan="mengendalikan" mengetahui="mengetahui" menggunakan="menggunakan" menghadap="menghadap" menghalangi="menghalangi" menghubungkan="menghubungkan" mengurangi="mengurangi" meninggikan="meninggikan" meningkatkan="meningkatkan" menonjol="menonjol" mentec="mentec" menulis="menulis" menurunkan="menurunkan" menutup="menutup" menyebabkan="menyebabkan" mergency="mergency" merupakan="merupakan" meta-analysis.="meta-analysis." metab="metab" metabolic="metabolic" metabolism="metabolism" metabolisme="metabolisme" method.="method." methods="methods" metoclopramide="metoclopramide" metode:="metode:" metode="metode" meyer="meyer" mf.="mf." mg="mg" mh="mh" microbiological="microbiological" mihatsch="mihatsch" milk.="milk." milk="milk" miller="miller" minard="minard" minggu="minggu" minimal="minimal" minum="minum" mixed="mixed" mj="mj" mk.="mk." mk="mk" ml="ml" mm.="mm." mm="mm" modalitas="modalitas" moenadjat="moenadjat" monitor="monitor" monitoring="monitoring" montejo="montejo" monturo="monturo" moody="moody" moore="moore" morbiditas.="morbiditas." morbidity.="morbidity." morbidity="morbidity" mortalitas="mortalitas" mortality="mortality" mosquito="mosquito" motor="motor" motorik="motorik" mr="mr" ms="ms" muche="muche" mujsce="mujsce" multicenter="multicenter" multicentre="multicentre" multiple="multiple" mulut="refluks)." mungkin="mungkin" muskuloskeletal="muskuloskeletal" mutlak="mutlak" my="my" n="n" na="na" nafas="nafas" nasogastric="nasogastric" nasojejunal="nasojejunal" national="national" natrium="natrium" neapoli="neapoli" nec="nec" necessarily="necessarily" necrotizing="necrotizing" nelakukan="nelakukan" neoantus="neoantus" neonatal="neonatal" neonates="neonates" nephrol="nephrol" nespoli="nespoli" neurol="neurol" neurologik="neurologik" new="new" nielsen="nielsen" nightingale="nightingale" nine-year="nine-year" nitrogen="nitrogen" nj="nj" no="no" normal="normal" norwood="norwood" not="not" nov-dec="nov-dec" novak="novak" nr="nr" nurs="nurs" nutr.="nutr." nutr="nutr" nutrient="nutrient" nutrients="nutrients" nutrional="nutrional" nutrisi="nutrisi" nutritio.="nutritio." nutrition-related="nutrition-related" nutrition.="nutrition." nutrition:="nutrition:" nutrition="nutrition" nutritional="nutritional" ny="ny" nyeri="nyeri" nyulasi="nyulasi" o.="o." o2="o2" o="o" obaldia="obaldia" observasi="observasi" obstruksi="obstruksi" obturator="obturator" obturatornya="obturatornya" oetoro="oetoro" of="of" oksigen="oksigen" okupasi:="okupasi:" oligomeric="oligomeric" oliviera="oliviera" on="on" operasi.="operasi." optimal="optimal" optimalisasi="optimalisasi" options="options" oral="oral" organ="organ" orofaring="orofaring" osmolality="osmolality" otot="otot" ou="ou" outcome.="outcome." outcome="outcome" outcomes.="outcomes." overview="overview" oxygen="oxygen" oxygenation="oxygenation" p.="p." p="p" pa="pa" pada:="pada:" pada="pada" palpasi="palpasi" pancorbo-hidalgo="pancorbo-hidalgo" panggul="panggul" panjang="panjang" parce="parce" parental="parental" parenter="parenter" parenteral="parenteral" parisi="parisi" parker="parker" parsons="parsons" partial="partial" paru="paru" parut="parut" pasien="pasien" pasif="pasif" pastikan="pastikan" patchell="patchell" paterson="paterson" pathologi="pathologi" patient="patient" patients.="patients." patients:="patients:" patients="patients" patrick="patrick" paulo="paulo" pb.="pb." pb="pb" pc.="pc." pe="pe" pediatr.1988="pediatr.1988" pediatr.="pediatr." pediatr="pediatr" pediatri.="pediatri." pediatric="pediatric" pediatrics.="pediatrics." pediatrics="pediatrics" pegang="pegang" pegangan="pegangan" pej="pej" pekerjaan="pekerjaan" pemakaian="pemakaian" pemanfaataan="pemanfaataan" pemantauan="pemantauan" pemantaun="pemantaun" pemasangan="pemasangan" pembalutan="pembalutan" pemberian="pemberian" pemegang="pemegang" pemeriksaan="pemeriksaan" pemilihan="pemilihan" pemulihan.="pemulihan." pemulihan="pemulihan" penafiel="penafiel" penahan="penahan" penanganan:="penanganan:" penarikan="penarikan" penatalaksanaan="penatalaksanaan" pencabutan="pencabutan" penegakkan="penegakkan" penentuan="penentuan" penerapan="penerapan" penetrating="penetrating" pengamanan="pengamanan" pengaturan="pengaturan" pengembangan="pengembangan" pengendalian="pengendalian" pengharapan="pengharapan" penghisapan="penghisapan" pengobatan="pengobatan" penguatan="penguatan" penilaian="penilaian" peningkatan="peningkatan" penolakan="penolakan" penting="penting" penyebab="penyebab" peralatan="peralatan" perawatan="perawatan" pergelangan="pergelangan" periksa="periksa" perinatol.1998="perinatol.1998" perineum="perineum" perlahan="perlahan" perlebar="perlebar" perlu="perlu" permeability="permeability" permukaan="permukaan" pernafasan="pernafasan" persiapan="persiapan" persiapkan="persiapkan" perspectives="perspectives" pertahankan="pertahankan" pertama="pertama" pertkiewics="pertkiewics" pertumbuhan="pertumbuhan" petermann="petermann" petro="petro" petunjuk="petunjuk" ph="ph" philadelphia="philadelphia" philippines.="philippines." physical="physical" physicians.="physicians." physiol="physiol" physiologic="physiologic" pildes="pildes" pilih="pilih" pingleton="pingleton" pinilla="pinilla" pipa="pipa" pipi="pipi" pisau="pisau" pita="pita" pl="pl" plast="plast" plath="plath" platon="platon" plester.="plester." plester="plester" pneumonia="pneumonia" pohlandt="pohlandt" polymeric="polymeric" polyunsaturated="polyunsaturated" poret="poret" posisi:="posisi:" posisi="posisi" positif="positif" position="position" positioning="positioning" positions.="positions." post-partum.="post-partum." postnatal="postnatal" postoperative="postoperative" postopetarive="postopetarive" postur="postur" potentially="potentially" pp="pp" pr="pr" pract="pract" practice.proc="practice.proc" practice="practice" practices="practices" prague="prague" praktis="praktis" prebiotics="prebiotics" prematur="prematur" premature="premature" premediaksi="premediaksi" preoperative="preoperative" preterm="preterm" prevention.="prevention." prevention="prevention" pria="pria" priming="priming" pro="pro" probiotics="probiotics" procedure="procedure" products="products" produktivitas="produktivitas" program="program" progresif="progresif" proksimal="proksimal" prologing="prologing" promotility="promotility" promotion="promotion" prosedur="prosedur" proses="proses" prosky="prosky" prospective="prospective" protein="protein" proteksi="proteksi" protocol="protocol" protocols="protocols" psikolog:="psikolog:" psikologik="psikologik" publications="publications" published="published" pump="pump" punggung="punggung" pure="pure" purposes.="purposes." pusat="pusat" pustaka="pustaka" pyati="pyati" quality="quality" r.="r." r.g.="r.g." r="r" ra="ra" radaelli="radaelli" radrizzani="radrizzani" ramirex-perez="ramirex-perez" randomise="randomise" randomised="randomised" randomized="randomized" randomizes="randomizes" rationales.="rationales." raurich="raurich" rayyis="rayyis" rb.="rb." rb="rb" rc.="rc." re="re" ready="ready" reaksi="reaksi" receiving="receiving" recommendation="recommendation" reconstituted="reconstituted" recumbent="recumbent" reduced="reduced" reduces="reduces" refeeding="refeeding" refluks="refluks" reflux="reflux" regangan="regangan" regimen="regimen" rehabilitasi="rehabilitasi" rehabilitatif="rehabilitatif" rehabilitation="rehabilitation" rehabiltasi="rehabiltasi" rehabiltatif="rehabiltatif" reigner="reigner" rekomendasi="rekomendasi" relaksasi="relaksasi" relation="relation" relationship="relationship" relax="relax" renal="renal" rendah="rendah" repetisi="repetisi" report="report" republic="republic" res.="res." reseach="reseach" resection.="resection." residual="residual" residuals="residuals" resistensi="resistensi" resp="resp" respirasi="respirasi" respiratory="respiratory" responses="responses" rest="rest" result="result" results="results" resusitasi="resusitasi" retraksi="retraksi" rev="rev" revelly="revelly" review.="review." review="review" rg:="rg:" rh="rh" rhoney="rhoney" ri="ri" ric="ric" ringan="ringan" rinsburger="rinsburger" risk="risk" riwayat="riwayat" rj.="rj." rj="rj" ro.="ro." ro="ro" rocker="rocker" rockville:="rockville:" rojahn="rojahn" rojo="rojo" rolandelli="rolandelli" role="role" rombeau="rombeau" rongga="rongga" ropharyngeal="ropharyngeal" roque="roque" rotasi="rotasi" routine="routine" rs="rs" ruang="ruang" ruiz-santana="ruiz-santana" ruokonen="ruokonen" ry="ry" s.="s." s49-50.="s49-50." s61-2.="s61-2." s="s" sa="sa" saat="saat" safe="safe" safety="safety" salis="salis" salisbury="salisbury" sama="sama" sampai="sampai" samphire="samphire" santos="santos" satu="satu" saunders="saunders" savety="savety" sayat="sayat" sayatan="sayatan" sb="sb" sc="sc" scale="scale" schanler="schanler" schedules="schedules" schloerb="schloerb" schoenaich="schoenaich" science="science" scolapio="scolapio" scott="scott" sd="sd" se="se" sebagai="sebagai" sebagaimana="sebagaimana" sebaiknya="sebaiknya" sebelum="sebelum" sebutan="sebutan" secara="secara" secretion="secretion" sedikit="sedikit" segera="segera" sehari-hari="sehari-hari" sehari="sehari" sejak="sejak" sekitar="sekitar" sekolah="sekolah" sekresi="sekresi" sekret="sekret" selalu="selalu" selama="selama" selection.="selection." semi="semi" semprit="semprit" sendi="sendi" sendirinya="sendirinya" sendok="sendok" sensorimotorik="sensorimotorik" sensory="sensory" sep="sep" seperti="seperti" sepsis.="sepsis." sept="sept" septic="septic" seriously="seriously" serpa="serpa" serta="serta" serum="serum" serupa="serupa" servikal="servikal" servikalis="servikalis" sesegera="sesegera" seseorang="seseorang" sesuai="sesuai" set="set" setelah="setelah" seterusnya.="seterusnya." setiap="setiap" setting:="setting:" severe="severe" sewell="sewell" sf="sf" sh="sh" sharp="sharp" shau="shau" should="should" shronts="shronts" shulman="shulman" side="side" significance="significance" siku="siku" silk="silk" simetris="simetris" singer="singer" single-blind="single-blind" sisi="sisi" sisihkan="sisihkan" sisir="sisir" sistim="sistim" sj.="sj." sj="sj" sk.="sk." skalpel="skalpel" skin="skin" slagle="slagle" slow="slow" sm.early="sm.early" sm="sm" small-bore="small-bore" small="small" smith="smith" snider="snider" sniffing="sniffing" sobotka="sobotka" soc="soc" society="society" soeters="soeters" soft="soft" sorreda-esguerra="sorreda-esguerra" sosial="sosial" sp="sp" spain="spain" spanish="spanish" speciallized="speciallized" spilker="spilker" splanchnic="splanchnic" splint:="splint:" splint="splint" splinting="splinting" staf="staf" standar="standar" standard="standard" standardized="standardized" stanga="stanga" starting="starting" statement.="statement." statement="statement" static="static" status.="status." status="status" steiger="steiger" stenson="stenson" steril="steril" sterilized="sterilized" stethoscope="stethoscope" stockhausen="stockhausen" strategies="strategies" stres="stres" stress="stress" stroud="stroud" study.="study." study.arch="study.arch" study="study" stylette="stylette" su="su" suara="suara" subjective="subjective" subsequent="subsequent" substrate="substrate" succinyl="succinyl" suchner="suchner" sudden="sudden" sullivan="sullivan" summit="summit" sungkup="sungkup" supinasi="supinasi" supine="supine" supp="supp" suppl="suppl" supplementation="supplementation" support="support" surg.="surg." surg="surg" surgery.="surgery." surgery:="surgery:" surgery="surgery" surgical="surgical" sweed="sweed" symptoms="symptoms" syndrome.="syndrome." syndrome="syndrome" syok="syok" systematic="systematic" systems="systems" t.="t." t="t" ta="ta" tahan="tahan" tahap="tahap" tahun="tahun" takala="takala" tambah="tambah" tambahkan="tambahkan" tangan="tangan" tanpa="tanpa" tappy="tappy" taraf="taraf" tarik="tarik" task="task" tatalaksana-rehabilitasi="tatalaksana-rehabilitasi" tatalaksana="tatalaksana" tatalaksananya="tatalaksananya" taylor="taylor" td.="td." te="te" tegak="tegak" tekanan="tekanan" teknik="teknik" telah="telah" tempat="tempat" temperature.="temperature." temperatures.="temperatures." ten="ten" tens="tens" tepi="tepi" terapi="terapi" terbukti="terbukti" terdengar="terdengar" terdiri="terdiri" terganggu.="terganggu." tergantung="tergantung" terhadap="terhadap" terjepit="terjepit" terkena="terkena" terkoordinasi="terkoordinasi" term="term" termasuk="termasuk" terpapar="terpapar" terutama="terutama" tes="tes" tetap="tetap" than="than" the="the" their="their" ther.="ther." therapeutics.="therapeutics." therapy.="therapy." thermal="thermal" thiessen="thiessen" thomson="thomson" tidak="tidak" tidur.="tidur." tidur="tidur" tiessen="tiessen" timbangan="timbangan" timbulnya="timbulnya" tindakan="tindakan" tinggi="tinggi" tingkat="tingkat" tiroid="tiroid" tn="tn" to.="to." to="to" tolerability="tolerability" tolerance="tolerance" tolley="tolley" toraks="toraks" total="total" tpn="tpn" tracheal="tracheal" tract="tract" training="training" trakea.="trakea." trakea="trakea" trakeostomi:="trakeostomi:" trakeostomi="trakeostomi" transplantation.="transplantation." transplantation="transplantation" transpyloric="transpyloric" transversal="transversal" trauma.="trauma." trauma="trauma" treated="treated" treatment.="treatment." treatment="treatment" trial.="trial." trial="trial" trials.="trials." tube-fed="tube-fed" tube-feeding="tube-feeding" tube="tube" tubes.="tubes." tubuh="tubuh" tugas="tugas" tujuan="tujuan" tungkai="tungkai" two="two" u.="u." uction="uction" udara.="udara." udara="udara" ujung="ujung" ukuran="ukuran" ulang="ulang" umum:="umum:" umum="umum" umumnya="umumnya" undergoing="undergoing" unger="unger" unit.="unit." unit="unit" units.="units." untuk="untuk" upaya="upaya" upayakan="upayakan" upper="upper" uptake="uptake" upward="upward" urea="urea" ureum="ureum" urin="urin" urrutia="urrutia" us="us" use="use" used="used" usia="usia" using="using" v.="v." v.feeding="v.feeding" v="v" vagovagal="vagovagal" ventilasi="ventilasi" ventilated="ventilated" ventilation="ventilation" versus="versus" vertebra="vertebra" very="very" vi.="vi." vi="vi" vii1-vii12.="vii1-vii12." viii="viii" ville="ville" vlbw="vlbw" vogt="vogt" vokasional.="vokasional." vokasional="vokasional" volume="volume" volumes="volumes" von="von" vs.="vs." w="w" wa.="wa." wa="wa" wahren="wahren" walk="walk" walker="walker" wanita="wanita" warnecke="warnecke" wb="wb" wd="wd" weaning="weaning" webster="webster" weeks="weeks" weight="weight" weiss="weiss" wesdorp="wesdorp" wg.="wg." what="what" whelan="whelan" when="when" whittaker="whittaker" whole-body="whole-body" whole="whole" wieman="wieman" wilkins="wilkins" williams="williams" wing="wing" with="with" within="within" witjaksono="witjaksono" wm.="wm." working="working" world="world" wright="wright" ws="ws" xy="xy" y="y" yang="yang" yap="yap" yen="yen" yh="yh" young="young" z.="z." z="z" zadak="zadak" zaloga="zaloga" zamora="zamora" zandstra="zandstra" zarazaga="zarazaga" zavras="zavras" ziegler="ziegler">30%, dijumpai keterlambatan
penanganan
Hari pertama
1. Hydroxy-ethyl Starch (HES) (B)
2. Packed Red Cell (B)
3. Albumin (B)
Keterangan:
1. Resusitasi adekuat mengacu pada penggantian cairan yang dianggap ’hilang’ dari
sirkulasi, yaitu:
a. Kehilangan cairan minimal yang dapat menimbulkan gangguan sirkulasi (syok)
secara bermakna adalah 25% dari cairan tubuh total. Sehingga pada seorang
Ringer’s lactate : 3-4ml / kgBB / % LB
Glukosa 5% : untuk maintenance, sesuai kebutuhan
Ringer’s lactate : 3-4ml / kgBB / % LB
Glukosa 5% : untuk maintenance, sesuai kebutuhan
Ringer’s lactate : 3 X [25% (70% X kgBB)] dalam 1-2 jam
Koloid : sebagai pengembang plasma
LDD
0 8 Waktu pasca cedera (jam) 24
4 8 Waktu pasca cedera (jam) 24
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
82
dengan berat badan 70kg (jumlah cairan total adalah 4.900ml), kehilangan
1.250ml cairan akan menimbulkan sindroma klinik syok.
b. Untuk mengganti sejumlah cairan tersebut dengan larutan kristaloid
dibutuhkan 3 kali jumlah cairan yang ’hilang’ atau 3.750ml.
c. Sejumlah cairan ini diberikan dalam waktu singkat (1-2 jam) mengingat dan
atau memperhitungkan waktu iskemik organ:
i. Sel-sel glia (4 menit)
ii. Mukosa saluran cerna (4jam)
iii. Ginjal (8jam)
iv. Otot polos (2jam) dan otot lurik (10jam)
2. Cairan yang digunakan harus dihangatkan sebelumnya
3. Vasodilator perifer (Dopamine®, Dolbutamin® dengan dosis renal / dosis rendah (Low
Dose Dopamine, LDD) diberikan segera setelah pemberian suatu adequate volume
replacement.
4. Setelah pemberian adequate volume replacement (3.750ml), pemberian cairan
selanjutnya mengacu pada perhitungan cairan berdasarkan rumus Baxter dan mengikuti
pedoman pemberian cairan menurut regimen Parkland.
5. Dalam hal dibutuhkan jumlah cairan yang lebih banyak dari jumlah yang diperhitungkan,
kebutuhan cairan ini dipenuhi dengan memberikan cairan:
a. Glukosa 5%, untuk maintenance / mempertahankan produksi urin dengan
jumlah disesuaikan kebutuhan
b. Larutan pengembang plasma (dalam hal ini adalah koloid terutama HES),
ditujukan untuk:
i. mengurangi kebutuhan kristaloid:
pemberian 1L kristaloid menyebabkan peningkatan volume
intravaskular 300mL
pemberian 1L koloid meningkatkan volume intravaskular
1500mL
artinya kekuatan koloid sebagai pengembang plasma 5kali
kristaloid, dengan demikian pemberian koloid adalah 1/5jumlah
kristaloid yang diperlukan untuk tujuan resusitasi, atau: untuk
mengurang edema yang ditimbulkan kristaloid, kebutuhan
kristaloid dikurangi dengan pemberian koloid (lihat butir c
selanjutnya)
ii. efek anti-inflamasi, memperbaiki permeabilitas kapilar
c. Tidak memberikan larutan kristaloid lebih banyak karena hanya akan
memperberat edema interstisiel.
Hari kedua
Glukosa 5% : untuk kebutuhan energi, 2000 ml
Koloid : sebagai upaya mengembalikan keseimbangan tekanan onkotik
1. Albumin
2. Human Starch
3. Packed Red Cell
4. Fresh Frozen Plasma sedapat mungkin dihindari
83
Keterangan:
1. Pada hari kedua tidak (lagi) memberikan larutan kristaloid karena hanya akan
memperberat edema interstisiel.
2. Cairan yang diberikan adalah glukosa 5% dan atau 10% untuk maintenance.
3. Larutan koloid diberikan untuk mempertahankan keseimbangan tekanan onkotik dan
tekanan hidrostatik di ruang intravaskular, yang selanjutnya akan menjaga
keseimbangan tekanan onkotik-hidrostatik antara ruang intra vaskular dengan ruang
interstisiel; diikuti olewh penarikan cairan dari ruang interstisiel kembali ke ruang
intravaskular.
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
84
4 Insersi Kateter Vena Sentral (CVP)
Indikasi
1. Pengukuran tekanan vena sentral
2. Pemberian vasopresor
3. Hiperalimentasi
4. Jalur intravena pada keadaan darurat
Materi
1. Desinfeksi: Povidon iodine, alkohol
2. Zat anestesi lokal: lidokain 1% 5ml, semprit 3ml dengan jarum ukuran 22G
3. Peralatan kanulasi:
a. Semprit 3ml (non-Luer-Lok)
b. Set kateter Subklavia-Jugular atau Intracath 14G ukuran 12 inci
c. Larutan garam fisiologik
4. Benang 3.0
5. Kasa pembalut
6. Plester
7. Larutan infus, selang infus dan tiang penyangga
Metode
1. Posisi supine - Trendelenburg 10-20o dan kepala menghadap ke sisi berlawanan
dengan tempat insersi; bahu diganjal
2. Preparasi dan tindakan a - antisepsis daerah leher dan bahu
3. Identifikasi anatomical landmark
85
4. Infiltrasi anestesi, tusukkan jarum pada titik (sedikit) lateral dari pertengahan klavikula,
2-3cm ke kaudal, arahkan ke bawah klavikula
5. Masukkan jarum kanul (Intracath atau non-Luer-Lok) pada titik yang sama dengan
tusukkan pertama. Bila pasien dalam ventilator, lepaskan hubungan dengan ventilator
saat melakukan manuver ini.
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
86
6. Dorong jarum lebih dalam, aspirasi perlahan; saat darah venosa mengalir secara
bebas, lepaskan semprit dan dorong kanula di sepanjang jarum ke dalam vena
subklavia.
a. Konfirmasi aliran vena secara bebas dengan memutar jarum 360o.
b. Adanya pulsasi menandakan arteri subklavia. Dalam hal ini cabut jarum,
ulangi langkah ke4.
c. Hadapkan bevel jarum anteriokaudal saat insersi kanula.
d. Lakukan sedikit penekanan dengan jari pada tempat tusukan untuk
mencegah perdarahan atau masuknya udara saat insersi kanula.
e. Saat mendorong / memasukkan kanula, arahkan kepala ke sisi ipsi-lateral.
f. Pertahankan posisi Trendelenburg.
g. Masukkan kanula ke vena kava superior (kurang lebih 15cm pada dewasa)
h. Jangan mendorong / memasukkan kanula bila dirasa ada tahanan.
87
7. Cabut jarum, fiksasi kanula di tempat tusukan jarum
8. Aspirasi, lalu bilas (flush) kanula dengan semprit berisi larutan garam fisiologik
9. Jahitkan kanula ke kulit dan lakukan pembalutan
10. Mulai alirkan cairan infus
11. Kembalikan ke posisi normal
12. Nilai fungsi respirasi
13. Konfirmasi ujung kateter dengan melakukan pemeriksaan radiologi
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
88
Komplikasi
1. Pulmonar. Termasuk pneumotoraks, hematopneumotoraks, emboli udara dan
khilotoraks.
2. Kardial. Termasuk tamponade jantung dan endokarditis.
3. Infeksi. Infeksi luka, tromboflebitis dan sepsis.
4. Emfisema subkutis, cedera pleksus brakial, hematom.
5. Embolisasi ujung kateter.
89
5 Indikasi Rawat di Ruang Perawatan Intensif
(ICU)
Secara umum indikasi perawatan di ICU berdasarkan prioritas
Prioritas1
Pasien-pasien kritis, unstable, yang memerlukan monitoring dan perawatan intensif
yang tidak dapat dilaksanakan di ruang perawatan biasa; misalnya pasien-pasien yang
memerlukan bantuan ventilator, obat-obat vasoaktif (gagal pernafasan akut, gangguan
hemodinamik yang memerlukan pengawasan pada terapi obat-obatan vasoaktif)
Prioritas2
Pasien-pasien yang memerlukan monitoring dan perawatan intensif, dan memerlukan
tindakan darurat intensif; misalnya pasien-pasien dengan penyakit-penyakit organ
sistemik seperti paru, ginjal, susunan saraf pusat yang mengalami gangguan berat
bersifat medik atau menjalani tindakan operatif besar; dan memerlukan pengamatan
hemodinamik invasif
Prioritas3
Pasien-pasien kritis, unstable, atau pasien-pasien dengan penyakit serius (baik akut
maupun kronik) sebelumnya dalam fase perbaikan yang memerlukan monitoring dan
perawatan intensif. Pasien-pasien ini mungkin memerlukan terapi intensif untuk
mengatasi problem yang disebabkan kondisi akut dari penyakitnya, namun terapi
intensif hanya diperlukan dalam waktu singkat misalnya intubasi dan resusitasi
kardiopulmonar. Contoh kasus keganasan dengan komplikasi infeksi, tamponade
jantung, obstruksi jalan nafas, penyakit jantung kongestif kronik (stadium akhir) dengan
komplikasi.
Prioritas4
Kasus yang sebetulnya tidak tepat untuk di rawat di ICU:
i. Tidak memerlukan tindakan intensif atau hanya berdasarkan resiko ringan dari suatu
tindakan yang dilakukan di ruang non intensif. Misalnya kasus bedah vaskular,
ketoasidosis diabetikum dengan hemodinamik stabil, overdosis obat dengan
kesadaran baik, penyakit jantung kongestif, dsb.
ii. Kasus-kasus stadium terminal dan ireversibel yang menghadapi kematian, dengan
kerusakan ireversibel jaringan otak, MODS ireversibel, keganasan yang tidak
responsive terhadap kemoterapi, kematian batang otak, kondisi vegetatif, pasien
dengan koma permanent.
Indikasi fisiologik perawatan di ICU
1. Apical pulse <40 atau="atau">150 kali per menit (>130 kali per menit pada usia >60tahun)
2. Mean Aretrial Pressure (MAP) <60mmhg adekuat="adekuat" cairan="cairan" resusitasi="resusitasi" setelah="setelah">1500ml)
atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan MAP>60mmHg
3. Tekanan Darah Diastolik >110mmHg dengan
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
90
Edema paru
Ensefalopati
Iskemi miokardial
Aneurisma aorta
Eklampsia ata preeklampsia (diastolik >100mmHg)
Perdarahan subarakhnoid
4. Respiratory rate >35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5. PaO2 <55mmhg dengan="dengan" fio2="fio2">0.4 (akut)
6. Natrium serum >6.5mEq/L (akut)
7. pHa <7 .2=".2" atau="atau"> 7.6 (pada ketoasidosis diabetikum <7 .0=".0" 8.="8." glukosa="glukosa" serum="serum">800mg/dl
9. Kalsium serum >15mg/dl
10. Temperature (core) <32oc -="-" 1.="1." 2.="2." 6="6" 7.35="7.35" 7.45.="7.45." 91="91" abel15="abel15" adalah="adalah" alkalosis="alkalosis" analisis="analisis" antara="antara" apakah="apakah" asam-basa="asam-basa" asidosis="asidosis" atau="atau" batas="batas" bila="bila" dalam="dalam" dan="dan" darah="darah" di="di" disebut="disebut" gangguan="gangguan" gas="gas" hco3="hco3" ke="ke" kedua.="kedua." kedua:="kedua:" keduanya="keduanya" keseimbangan="keseimbangan" langkah="langkah" luar="luar" maju="maju" menentukan="menentukan" nilai="nilai" normal="normal" paco2="paco2" penilaian="penilaian" perhatikan="perhatikan" pertama:="pertama:" ph.="ph." ph="ph" sedangkan="sedangkan" terjadi="terjadi" tersebut="tersebut" untuk="untuk">7.40 disebut alkalosis.
3. Langkah ketiga: apa jenis gangguan keseimbangan asam-basa?
Dengan melakukan analisis pH, PaCO2 dan HCO3, tentukan jenis kelainan yang ada
(Tabel 16):
4. Penurunan pH, pasien dalam keadaan asidosis, dapat berupa:
a. Asidosis metabolik, ditandai oleh rendahnya nilai HCO3
b. Asidosis respiratorik, ditandai oleh peningkatan nilai PaCO2
5. Peningkatan pH, pasien dalam keadaan alkalosis, dapat berupa:
a. Alkalosis metabolik, ditandai oleh peningkatan nilai HCO3
b. Alkalosis respiratorik, ditandai oleh rendahnya nilai PaCO2
Tabel 15 Nilai normal asam-basa
Mean 1SD 2SD
PaCO2 (mmHg) 40 38-42 35-45
pH 7.40 7.38-7.42 7.35-7.45
HCO3 24 23-25 22-26
Tabel 16 Terminologi asam-basa
Terminologi klinik Kriteria
Respiratory failure / respiratory acidosis PaCO2 >45 mmHg
Alveolar hyperventilation (resp.alkalosis) PaCO2 <35 acute="acute" failure="failure" mmhg="mmhg" paco2="paco2" respiratory="respiratory">45 mmHg; pH < 7.35
Chronic Respiratory failure PaCO2 >45 mmHg; pH 7.36-7.44
Acute Respiratory alkalosis PaCO2 < 35 mmHg; pH > 7.45
Chronic Respiratory alkalosis PaCO2 < 35 mmHg; pH 7.36-7.44
Acidemia pH < 7.35
Alkalemia pH > 7.45
Acidosis HCO3 < 22mEq/L
Alkalosis HCO3 > 26mEq/L
4. Langkah keempat
Tentukan adanya mekanisme kompensasi
Lihat Tabel 17 dan 18
5. Langkah kelima: Bagaimana mengetahui adanya gabungan gangguan
keseimbangan asam-basa?
Gangguan keseimbangan sam-basa dapat berupa dua atau tiga jenis kelainan yang
terjadi secara bersamaan. Adalah mungkin terjadi suatu kasus gangguan keseimbangan
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
92
asam-basa dengan nilai pH, PaCO2 HCO3 dalam batas normal, dimana satu-satunya
pertanda adanya gangguan keseimbangan adalah meningkatnya nilai perbedaan anion
(anion gap, AG):
a) Hitung nilai anion gap plasma; bila terjadi peningkatan > 5 mEq/L pasien dalam
kondisi asidosis metabolik
b) Bandingkan penurunan HCO3 (25 HCO3) dengan peningkatan AG, nilainya harus
sama/sebanding. Bila terjadi perbedaan > 5 mEq/L, telah terjadi suatu gangguan
- Peningkatan AG melebihi penurunan HCO3 menunjukan asidosis metabolik
karena kehilangan HCO3
- Peningkatan AG lebih kecil dari penurunan HCO3 menunjukan adanya
alkalosis metabolik pada saat bersamaan
6. Langkah keenam : Perhitungkan Osmolar Gap (pada kasus tanpa dapat dijelaskan
penyebab AG Asidosis Metabolik )
Normal =290 mOsm/kg. H2O
Normal < 10
Tabel 17 Definisi gangguan keseimbangan asam-basa tradisional
pH PaCO2 HCO3 Base
Excess
Respiratory
acidosis
(perdefinisi
peningkatan
PaCO2)
Uncompensated
Partly
Compensated
Compensated
N
N
N
Respiratory
alkalosis
(perdefinisi
penurunan
PaCO2 )
Uncompensated
Partly
Compensated
Compensated
N
N
N
Asidosis
metabolik(perdefi
nisi penurunan
HCO3)
Uncompensated
Partly
Compensated
Compensated
N
N
Metabolic
alkalosis(perdefinisi:
penurunan
HCO3)
Uncompensated
Partly
Compensated
Compensated
N
N
N
AG = [Na] – [Cl] + [HCO3] ; Normal 12 + 2mEq/L
Osmolar gap = osm (measured) – osm (calculated)
Estimated serum osmolarity = 2 x Na + glucose / 18 + BUN / 2.8
93
Tabel 18 Kompensasi untuk gangguan keseimbangan asam-basa
Jenis kelainan Perubahan
primer
Perubahan
kompensatorik
Perkiraan kompensatorik
Asidosis
metabolik
HCO3 PaCO2 PaCO2 = 1.0 HCO3
Alkalosis
metabolik
HCO3 PaCO2 PaCO2 = 0.7 HCO3
Asidosis
respiratorik
PaCO2 HCO3 Akut
HCO3 = 0.1 PaCO2
pH = PaCO2 X 0.01
Kronik
HCO3 = 0.35 PaCO2
pH = PaCO2 X 0.003
Alkalosis
respiratorik
PaCO2 HCO3 Akut
HCO3 = 0.2 PaCO2
pH = PaCO2 X 0.01
Kronik
HCO3 = 0.5 PaCO2
pH = PaCO2 X 0.002
Tabel 19. Osmolar gap dan intoksikasi letal.
Zat
Berat Mol Level
letal
(mg/dl)
Osm Gap pada level tersebut
Ethanol 46 350 80
Isopropyl alcohol 60 340 60
Methanol 32 80 27
Aseton 58 55 10
Athylene glycol 62 21 4
ASIDOSIS METABOLIK
Manifestasi asidosis metabolik sangat tergantung pada penyebab dan kecepatan proses
berkembang. Suatu asidosis metabolik akut menyebabkan depresi miokardial disertai
reduksi cardiac output, penurunan tekanan darah, penurunan aliran ke sirkulasi hepatik
dan renal. Aritmia dan fibrillasi ventrikular mungkin terjadi. Metabolisme otak menurun
secara progresif. Perhatikan gambar 1 sebagai sistim pendekatan menuju suatu
diagnosis of asidosis metabolik. Asidosis metabolik pada kasus-kasus kritis merupakan
pertanda dari kondisi serius yang memerlukan tindakan agresif untuk memperoleh
diagnosis dan penatalaksanaan penyebab. Penatalaksanaan asidosis metabolik
ditujukan terhadap penyebab; peran bikarbonat pada asidosis metabolik akut bersifat
kontroversial tanpa didasari data yang rasional. Bagaimanapun, pada banyak kasus
pemberian bikarbonat lebih banyak menunjukan bahaya dibandingkan keuntungannya.
Kecuali pada kasus-kasus di halaman berikut, tidak ada data ilmiah penunjang
pengobatan asidosis metabolik atau respiratorik menggunakan sodium bicarbonate.
Lebih lanjut, pH intraselular memiliki nilai sangat penting dalam menentukan fungsi
selular. Sistim buffer intraselular cukup effektif dalam mempertahankan pH ke nilai
normal dibandingkan dengan sistim buffer ekstraselular. Sebagai konsekuensinya,
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
94
pasien dapat bertoleransi terhadap pH di bawah 7.0 selama fase hiperkapnia tanpa efek
yang membahayakan.
Pemberian infus bikarbonat menimbulkan problem pada pasien-pasien dengan asidosis,
antara lain kelebihan pemberian cairan, alkalosis metabolik, dan hipernatremia. Lebih
lanjut, baik penelitian yang dilakukan pada hewan maupun manusia menunjukan bahwa
terapi alkali hanya menimbulkan efek sesaat (konsentrasi bikarbonat plasma meningkat
sesaat). Hal ini tampaknya memiliki korelasi dengan CO2 yang dihasilkan pada
pemberian bikarbonat sebagai ekses bufer pada ion hidrogen. CO2 ini secara normal
dibuang melalui paru. Namun pada pasien-pasien kritis seringkali dijumpai penurunan
sirkulasi ke pulmonary; sehingga PCO2 venosa terus meningkat melebihi nilai normal
PaCO2 dan CO2 yang diproduksi tidak dapat dieliminasi. Meskipun bila minute
ventilation ditingkatkan (pada pasien dengan ventilator), eliminasi CO2 tidak dapat
ditingkatkan.
7. Indikasi terapi bikarbonat
Tidak ada data mengenai penggunaan bikarbonat pada kasus asidosis laktat. Prognosis
berhubungan dengan penyakit yang mendasari timbulnya asidosis tersebut. Pada kasus
asidosis hiperkhloremik (ok diare berat), regenerasi endogen bikarbonat tidak dapat
terjadi (oleh karena telah terjadi kehilangan bikarbonat, bukan merupakan aktifasi sistim
buffer).
95
Keterangan:
Ag Anion Gap; RTA Renal Tubular Acidosis; Tdk Tidak
Pendekatan diagnostik Gangguan Keseimbangan asam-basa
Karenanya, meskipun perjalanan asidosis bersifat reversibel, pemberian bikarbonat
eksogen diperlukan bilamana pH <7 .2.=".2." anion="anion" asidosis="asidosis" dari="dari" demikian="demikian" diabetes="diabetes" diare="diare" gap="gap" hiperkhloremik="hiperkhloremik" ileostomi="ileostomi" kasus-kasus="kasus-kasus" kelebihan="kelebihan" nacl="nacl" rta="rta" terdiri="terdiri" yang="yang">16
Tdkk
Tipe B1
Keganasan, gangguan
hepatik, beri-beri,
feokromositoma,
ketoasidosis alkoholik,
short bowel syndrome
Tipe B2
Biguanid, streptomisin,
fruktosa, sorbitol, nanitroprusid,
terbutain,
isoniazid, methanol,
etilen glikol
Tipe A
Septic shock,
cardiogenic shock,
syok hipovolemi,
hipoksemia,
anemia, seizures,
intoksikasi CO
Hipoksi
jaringan
Laktat
>2mmol/L
Asidosis
laktat
Ya
Keton Glukosa
tinggi
RENAL
FAILURE
Osmolar
Gap > 12
Ketoasidosis
diabetikum
Ketosis
starvasi
Ketoasidosis
alkoholik
Etilen glikol, Methanol
Etanol
Aspirin,
Paraldehid
Penurunan AG
Hipoproteinemia
Myeloma
Inc Ca, Mg
Br (pseudohyper C)
Peningkatan AG
Alkemia
Karbenisilin, dsb
Tdkk
Tdkk
Tdkk
Tdkk
Tdkk
Tdkk
Tdkk
Tdkk
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
96
berat, fistula high-output atau renal tubular acidosis. Untuk mencegah timbulnya
kelebihan natrium, maka diberikan 2 ampul NaHCO3 50ml (masing-masing
mengandung 50mmol NaHCO3) ditambahkan ke dalam 1L dekstrose 5%, diberikan
perinfus 100-200mL/jam.
Bikarbonat juga diperlukan pada kasus-kasus asidosis metabolic dimana kemampuan
melakukan kompensasi menurun, misalnya pada kasus chronic obstructive pulmonary
disease dengan keterbatasan melakukan eliminasi CO2. Pada kasus ini, sejumlah kecil
bikarbonat diperlukan untuk mencegah terjadinya respiratory failure dan mengurangi
kebutuhan intubasi maupun pemanfaatan ventilator mekanik.
ALKALOSIS METABOLIK
Alkalosis Metabolik sering dijumpai di klinik dan ditandai oleh peningkatan pH serum
(>7.45) sebagai akibat retensi bikarbonat (HCO3) plasma. Kondisi ini juga sering terjadi
sebagai akibat intervensi terapetik. Drenase nasogastrik, deplesi volume cairan
intravaskular karena prosedur pembuangan cairan menggunakan diuretikum,
hipokalemia, dan penggunaan corticosteroids merupakan penyebab tersering.
Penggunaan sitrat pada darah transfusi dimetabolisme menjadi bikarbonat, Yang
menimbulkan alkalosis metabolik. Over ventilation pada kasus respiratory failure
menimbulkan alkalosis posthypercapnic (Gambar-2). Pada kebanyakan kasus,
alkalosis metabolik yang timbul biasanya luput dari diagnosis.
Alkalosis metabolik memberikan dampak pada sistim kardiovaskular, pulmonar dan
fungsi metabolik. Cardiac out put menurun, depresi ventilasi sentral, kurva saturasi
oksihemoglobin bergeser ke kiri, hipokalemia dan hipophosphatemia yang terjadi
semakin buruk, serta menurunkan kemampuan pasien menerima ventilasi mekanik.
Pada penelitian yang dilakukan, peningkatan pH serum menunjukan korelasi dengan
angka mortalitas. Koresi alkalosis metabolik bertjuan meningkatkan minute ventilation,
meningkatkan tekanan oksigen arterial dan mixed venous oxygen tension, serta
menurunkan konsumsi ooksgen. Karenanya, sangat penting menlakukan koreksi pada
pasien-pasien kritis.
Tindakan terapetik pertama pada pasien dengan alkalosis metabolik adalah melakukan
koreksi cairan dan elektrolit. Penambahan kalium secara agresiv meningkatkan K+ >4.5
mEq/L. Bila tindakan ini tidak membawa perbaikan, berikan cairan mengandung
ammonium khlorida, hydrochloric acid, atau arginine hydrochloride. Kerugian cara ini
adalah sulit mendapatkan larutan dan kesulitan pemberian melalui jalur sentral.
Asetazolamid merupakan suatu penghambat carbonic anhydrase yang memperbaiki
ekskresi bikarbonat melaui ginjal yang sangat efektif dalam mengatasi alkalosis
metabolik. Dosis tunggal 500 mg dianjurkan untuk mengatasi kondisi alkalosis
metabolik. Onset of action dicapai dalam waktu 1.5 jam dengan lama kerja berkisar 24
jam. Dosis ini dapat diulang bilamana perlu.
97
Pendekatan diagnostik alkalosis metabolik
Terapi
Pertahankan K>4.0 mEq/L
Volume replacement
Asetazolamide 500 gram
(single dose)
HCO3>26mEq/L
Kehilangan H+ Peningkatan HCO3
Hypokalemia Vomitus Dehidrasi Post Hypercapnic
Hyperventilation
Diuretikum kortikosteroid,
2nd hyperaldosteronism,
diare, and Cohn’s,
Cushing’ s, Bartter’s
syndromes
Alkali (mis.,antasid)
Sitrat (mis., transfusi)
Buffer (mis, HCO3)
Obat-obatan (mis., penicillin)
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
98
7 Gangguan Elektrolit
Ketentuan umum
Peran natrium menentukan status volume cairan
Keseimbangan cairan menentukan tonisitas melalui konsentrasi ion Na+
Overload cairan adalah peningkatan jumlah total natrium (tanpa memperhitungkan
konsentrasi natrium serum)
Euvolemia adalah jumlah total serum natrium (tanpa memperhitungkan konsentrasi natrium
serum)
Deplesi volume adalah penurunan jumlah total natrium (tanpa memperhitungkan konsentrasi
natrium serum)
Hiponatremia adalah kelebihan cairan relatif
Hipernatremia adalah defisit natrium relatif
Pada kasus dengan deplesi volume, volume harus dikoreksi dengan Nacl 0.9% sebelum
dilakukan koreksi tonisitas cairan, atau dengan Ringer’s lactate tanpa memperhitungkan
konsentrasi natrium serum
Dehidrasi hiponatremik diberikan cairan Nacl 0.9%
Dehidrasi hipertonik resusitasi dengan Nacl 0.9% atau Ringer’s lactate, kemudian ganti
dengan Nacl 0,45%
HIPONATREMIA
Penilaian status hidrasi (overload, euvolemia atau dehidrasi) merupakan pusat perhatian
pada evaluasi dan penatalaksanaan hiponatremia (gambar).
Asimptomatik hiponatremia
Terjadi pada kasus-kasus dimana dijumpai deplesi volume atau adanya restriksi cairan yang
disebabkan efek negativ hormon antidiuretik (ADH).
Nilai konsentrasi natrium biasanya di atas 120mEq/L.
Pada keadaan ini tidak ada urgensi melakukan koreksi konsentrasi natrium, terapi dilakukan
dalam beberapa hari dengan memberikan larutan garam isotonik
Simptomatik atau adanya hiponatremia berat
Konsentrasi natrium plasma <110meq -="-" 0.5="0.5" 0.6="0.6" 1.5="1.5" 100="100" 10="10" 120="120" 120meq="120meq" 12meq="12meq" 130="130" 24="24" 2="2" 2meq="2meq" 3-4="3-4" 500="500" 99="99" a="a" ada.="ada." adalah="adalah" adaptasi="adaptasi" adh="adh" agresiv="agresiv" akan="akan" akibat="akibat" akut.="akut." akut="akut" alasan="alasan" alhoholik="alhoholik" aman="aman" asimptomatik.="asimptomatik." asimptomatik="asimptomatik" atau="atau" badan="badan" bahkan="bahkan" bakar="bakar" berat="berat" berbahaya="berbahaya" bergantung="bergantung" bertahap="bertahap" berupa="berupa" bervariasi="bervariasi" cairan="cairan" cepat="cepat" chf="chf" dalam="dalam" dan="dan" dapat="dapat" defisit="defisit" demyelinisasi="demyelinisasi" demyelinosis.="demyelinosis." demyelinosis="demyelinosis" dengan="dengan" deplesi="deplesi" di="di" diagnostik="diagnostik" dibandingkan="dibandingkan" dibutuhkan="dibutuhkan" dihitung="dihitung" dikoreksi="dikoreksi" dilakukan="dilakukan" diperlukan="diperlukan" ditingkatkan="ditingkatkan" diubah="diubah" diusahakan="diusahakan" edema="edema" efektif.="efektif." efektif="efektif" failure="failure" formula:="formula:" garam="garam" gejala="gejala" halnya="halnya" hari="hari" harus="harus" hati-hati="hati-hati" hiperglikemia="hiperglikemia" hiperlipidemia="hiperlipidemia" hipertonik="hipertonik" hipervolemik="hipervolemik" hiponatremia.="hiponatremia." hiponatremia="hiponatremia" hipovolemia="hipovolemia" hipovolemik="hipovolemik" hyponatremia="hyponatremia" indikasi="indikasi" induksi="induksi" ini="ini" intravaskular="intravaskular" jam.="jam." jam="jam" jangan="jangan" jantung="jantung" jaringan="jaringan" jauh="jauh" jelas="jelas" jenis="jenis" jumlah="jumlah" kadang="kadang" kadar="kadar" karena="karena" karenanya="karenanya" kasus="kasus" kecepatan="kecepatan" kerusakan="kerusakan" kesalahan="kesalahan" ketat.="ketat." kg="kg" khususnya="khususnya" klinik:="klinik:" klinik="klinik" koloid="koloid" kondisi="kondisi" kongestif="kongestif" konsentrasi="konsentrasi" koreksi="koreksi" kronik.="kronik." kronik="kronik" lab="lab" lainnya="lainnya" larutan="larutan" lebih="lebih" liter="liter" liver="liver" luka="luka" maka="maka" maksimal="maksimal" manifestasi="manifestasi" melebihi="melebihi" memberikan="memberikan" mempengaruhi="mempengaruhi" memperoleh="memperoleh" mencapoai="mencapoai" mengalami="mengalami" mengandung="mengandung" menggunakan="menggunakan" menimbulkan="menimbulkan" meningkatkan="meningkatkan" menjadi="menjadi" menyebabkan="menyebabkan" meq="meq" meragukan="meragukan" merupakan="merupakan" monitor="monitor" mulanya="mulanya" mungkin="mungkin" na="na" nacl3="nacl3" natrium="natrium" neurologik="neurologik" normovolemik="normovolemik" oleh="oleh" optimal="optimal" osm="osm" otak.="otak." pada="pada" paraproteinemia="paraproteinemia" pelepasan="pelepasan" pemberian="pemberian" pemberiannya="pemberiannya" penatalaksanaan="penatalaksanaan" pendekatan="pendekatan" pengamatan="pengamatan" penimbunan="penimbunan" peningkatan="peningkatan" penyakit="penyakit" perannya="perannya" persisten="persisten" pertama="pertama" pertanda="pertanda" petunjuk="petunjuk" plasma="plasma" pontin="pontin" praktis="praktis" pressor="pressor" primer="primer" prognosis.="prognosis." proses="proses" pseudohiponatremia="pseudohiponatremia" rata-rata="rata-rata" rawan="rawan" renal="renal" resiko="resiko" respons="respons" sampai="sampai" sangat="sangat" saraf="saraf" sbb:="sbb:" sebagai="sebagai" sebagaimana="sebagaimana" secara="secara" sehingga="sehingga" seizures="seizures" selubung="selubung" sentra="sentra" sentral.="sentral." serebral="serebral" serebri="serebri" serum="serum" setelah="setelah" simptomatik="simptomatik" sirosis="sirosis" telah="telah" terjadi="terjadi" terlalu="terlalu" terpenting="terpenting" terutama="terutama" tetapi="tetapi" tidak="tidak" timbul="timbul" to="to" total="total" umumnya="umumnya" untuk="untuk" upaya="upaya" urin="urin" volume="volume" wanita="wanita" x="x" ya="ya" yaitu="yaitu" yang="yang">
osm serum >
300
Na>20mEq/L
Osm urin <
osm serum
Urin
Na>20
Urin
Na<20 1-meq="1-meq" 100="100" 101="101" 10="10" 12="12" 1="1" 200-meq.="200-meq." 200="200" 20="20" 20meq="20meq" 2="2" 4-6jam="4-6jam" 4.0meq="4.0meq" 40="40" 5.0="5.0" 500="500" a="a" acidosis="acidosis" acl0.45="acl0.45" adalah="adalah" addison="addison" air="air" akibat="akibat" akurat.="akurat." akut="akut" angiotensinconverting="angiotensinconverting" anion="anion" antidepresan="antidepresan" antidiuretic="antidiuretic" arachnoid="arachnoid" asam-basa="asam-basa" atau="atau" awal="awal" bakar="bakar" barre="barre" berada="berada" berdasarkan="berdasarkan" berikut.="berikut." berlebihan="berlebihan" besar="besar" biasanya="biasanya" ca="ca" cairan="cairan" cells="cells" cepat="cepat" chf="chf" cns="cns" congestive="congestive" dalam="dalam" dan="dan" dapat="dapat" defisit="defisit" dehidrasi="dehidrasi" dengan="dengan" dg="dg" diagnostik="diagnostik" dianjurkan="dianjurkan" diare="diare" dietetics.="dietetics." dihitung="dihitung" dijumpai="dijumpai" dikoreksi="dikoreksi" dilakukan="dilakukan" dilanjutkan="dilanjutkan" dilihat="dilihat" disebabkan="disebabkan" diuresis="diuresis" diuretikum="diuretikum" durasi="durasi" edema="edema" ekses="ekses" ekstraselular.="ekstraselular." enzyme="enzyme" equilibration="equilibration" extra="extra" failure.="failure." failure="failure" faktor-faktor="faktor-faktor" for="for" formula:="formula:" fraksi="fraksi" fraktur="fraktur" gambar="gambar" gangguan="gangguan" gap="gap" gbs="gbs" gullain="gullain" hal="hal" hanya="hanya" hari="hari" haus="haus" heart="heart" hematom="hematom" hemrrhage="hemrrhage" hiperkalemia.="hiperkalemia." hiperkalemia="hiperkalemia" hipernatremia="hipernatremia" hipertonik="hipertonik" hipokalemia="hipokalemia" hiponatremia.="hiponatremia." hipoproteinemia="hipoproteinemia" hipotiroid="hipotiroid" hormone="hormone" inappropriate="inappropriate" inhibitor="inhibitor" ini="ini" intake="intake" intoksikasi="intoksikasi" intravena="intravena" jalur="jalur" jam="jam" jarang="jarang" juga="juga" jumlah="jumlah" k="k" karbamazepin="karbamazepin" karenanya="karenanya" kasus-kasus="kasus-kasus" kasus="kasus" kcl="kcl" kecepatan="kecepatan" kecil="kecil" keganasan="keganasan" kematian.="kematian." kerusakan="kerusakan" kesadaran="kesadaran" keseimbangan="keseimbangan" kesempatan="kesempatan" khlorpropamid="khlorpropamid" kondisi="kondisi" konsentrasi="konsentrasi" kontak="kontak" koreksi="koreksi" kronik="kronik" lamanya="lamanya" larutan="larutan" loss="loss" low="low" luka="luka" lung="lung" maksimum="maksimum" melalui="melalui" melebihi="melebihi" mempengaruhi="mempengaruhi" mempertahankan="mempertahankan" mencerminkan="mencerminkan" mendapat="mendapat" mengurangi="mengurangi" meningitis="meningitis" mental="mental" menyebabkan="menyebabkan" meq="meq" misal="misal" missal="missal" ml="ml" na="na" nacl0.9="nacl0.9" nefritis="nefritis" neurologik="neurologik" obat-obatan="obat-obatan" of="of" osmolar="osmolar" osmotik="osmotik" pada="pada" pancreatic="pancreatic" pemberian="pemberian" penatalaksanaan="penatalaksanaan" pendekatan="pendekatan" penurunan="penurunan" penyebab="penyebab" per="per" perifer="perifer" perlahan.="perlahan." permanent="permanent" peroral="peroral" pertama="pertama" plasma="plasma" pneumonia="pneumonia" positif="positif" potassium="potassium" rasa="rasa" renal="renal" resiko="resiko" resusitasi="resusitasi" rongga="rongga" rta="rta" s="s" sah="sah" sebanding="sebanding" secara="secara" secretion="secretion" seimbang="seimbang" seizures="seizures" sejumlah="sejumlah" selama="selama" sentral="sentral" seperti="seperti" serebral="serebral" serum.="serum." serum="serum" si="si" siadh="siadh" sickle="sickle" siklofosfamid="siklofosfamid" skull="skull" small="small" spacing="spacing" status="status" sub="sub" subdural="subdural" syndrome="syndrome" tb="tb" tekanan="tekanan" terapi="terapi" terganggu="terganggu" tergantung="tergantung" terjadi="terjadi" tidak="tidak" timbul="timbul" timbulnya="timbulnya" time="time" toksisitas="toksisitas" tonisitas="tonisitas" total="total" trisiklik="trisiklik" tuberkulosis.="tuberkulosis." tubular="tubular" umumnya="umumnya" untuk="untuk" ventil="ventil" vinblastin="vinblastin" vinkristin="vinkristin" volume="volume" vomitus="vomitus" ya="ya" yang="yang">7.5 mEq/L atau hiperkalemia
dengan gangguan / perubahan gambaran elektrokardiogram (EKG) merupakan kondisi
life-threatening, yang perlu segera diatasi. (Tabel 20)
Gambaran klinik timbul bila konsentrasi K+>6.5 mEq/L; lemah, parestesia, ileus,
paralisis, cardiac arrest
Perubahan gambaran EKG:
Peaked T waves
Pendataran
Defisit air = 0.5 x [Na+]/140)-1
(nilai konstanta 0.5 diubah menjadi 0.4 pada wanita)
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
102
Pemanjangan ntervalPR i
Pelebaran kompleks QRS
Sine wave leading to vertricular fibrillation or asystole
Tabel 20. Zat yang digunakan mengatasi hiperkalemia
Zat Mekanisme
kerja
Dosis Onset of
Action
10% Ca glukonat Antagonisme
langsung
10-20 mL IV dalam 2-5
menit
Segera
Na Bikarbonat Redistribusi 50 mL IV lebih dari
2-5 min
Beberapa
menit
Glukosa/insulin
Redistribusi 2-3 g glukosa/U Regular
insulin 50 mL 50% D/W+
10 U insulin
Beberapa
menit
Na polistiren Sulfonat
(Kayexalate)
Meningkatkan
eliminasi
15-60 g po atau per rektal 2-12 jam
103
Pendekatan diagnostik hipokalemia
Progresi perubahan EKG tidak dapat diprediksi, perubahan minor dapat diikuti dengan
gangguan konduksi atau arithmia dalam beberapa menit. Perubahan EKG
dieksaserbasi oleh adanya hiponatremia, hipokalsemia, hipermagnesemia dan
asidosis.
K Serum <3 .2meq=".2meq" high="high" hiperaldosteronism="hiperaldosteronism" hipertensi="hipertensi" l="l" low="low" meq="meq" primer="primer" sekunder="sekunder">20mEq/L
Meningkat
pH rendah
Rendah
pH meningkat
Meningkat
Cl Urin <20meq 104="104" atas="atas" bakar="bakar" bila="bila" carbenicillin="carbenicillin" cis-platinum="cis-platinum" diuretikum="diuretikum" gentamycin="gentamycin" git="git" hco3="hco3" k="k" konsentrasi="konsentrasi" koreksi="koreksi" lakukan="lakukan" luka="luka" nahco3="nahco3" penatalaksanaan="penatalaksanaan" penyebab="penyebab" petunjuk="petunjuk" praktis="praktis" serum="serum">5.5 mEq/L: sedangkan koreksi secara cepat
(urgent treatment) diperlukan bila konsentrasi K+>7.5 mEq/L
Tujuan utama terapi:
- Proteksi jantung dari efek K+ dengan memberikan antagonis yang
mempengaruhi efek konduksi jantung (kalsium)
- Untuk memindahkan K+ dari ruang ekstraselular ke ruang
intraselular
- Menurunkan konsentrasi K+total
Aritmia yang mengamcam dapat terjadi selama terapi; oleh karena itu pemantauan
EKG harus tetap dilakukan
Bila konsentrasi K+ serum >7.5mEq/L dan atau dijumpai perubahan EKG yang
signifikan segera terapi menggunakan calcium gluconate, dilanjutkan dengan
pemberian infus glukosa/insulin dan iron-exchange resin.
105
8 Transfusi Darah
Patokan selama ini mengenai konsentrasi hemoglobin yang efektif mempertahankan perfusi
adalah >10g/dl (hematokrit>30). Nilai 10 g/dl ditentukan berdasarkan teori yang menyatakan
bahwa kandungan oksigen arterial harus melebihi kadar ekstraksi oksigen jaringan tertinggi,
dalam hal ini diambil patokan kadar ekstraksi oksigen miokardium yang memiliki kadar 12
mL/dl. Postulat ini tidak ditunjang oleh penelitian klinik yang baik. Pemikiran yang sangat
sederhana ini ditujukan hanya pada pengaturan fisiologik yang terlihat pada stres akut,
meguutamakan transportasi oksigen yang adekuat dengan mengabaikan efek kerusakan
yang ditimbulkan oleh transfusi darah.
Tidak ada data autentik untuk mendefinisikan konsentrasi hemoglobin ideal pada kasuskasus
trauma. Sejumlah studi tidak berhasil menunjukan adanya perbaikan menyeluruh dan
organ specific oxygenation pada kadar hemoglobin <10 -="-" 1.="1." 10-="10-" 106="106" 12g="12g" 1="1" 2-4="2-4" 2.="2." 21.="21." 3.="3." 30="30" 4.="4." 5.="5." 6.="6." 7-8g="7-8g" 7-9="7-9" 7.5="7.5" 9-10="9-10" 9="9" akan="akan" akut="akut" alasan="alasan" artery="artery" atau="atau" bahwa="bahwa" bakar="bakar" berdasarkan="berdasarkan" bila="bila" canadian="canadian" care="care" cells="cells" coronary="coronary" critical="critical" dan="dan" dapat="dapat" darah.="darah." darah="darah" dari="dari" data="data" dekompensasi="dekompensasi" dengan="dengan" diberikan="diberikan" dihadapkan="dihadapkan" diingat="diingat" dilakukan="dilakukan" dimana="dimana" disease="disease" diterima.="diterima." ditingkatkan="ditingkatkan" ditransfusikan="ditransfusikan" diupayakan="diupayakan" dl="dl" dosis="dosis" failure="failure" fresh-frozen="fresh-frozen" g="g" gastrointestinal="gastrointestinal" group="group" gunakan="gunakan" hasil="hasil" hb="hb" hematokrit="hematokrit" hemoglobin="hemoglobin" independen="independen" indikasi="indikasi" insiden="insiden" invasif="invasif" ischemia="ischemia" jam="jam" jumlah="jumlah" kadar="kadar" kasus-kasus="kasus-kasus" kasus="kasus" kelompok="kelompok" kematian.="kematian." kemoterapi="kemoterapi" komplikasi="komplikasi" komponen="komponen" konservatif="konservatif" kontraindikasi="kontraindikasi" kordis="kordis" kronik="kronik" kuat.="kuat." lebih="lebih" liberal.="liberal." liberal="liberal" luka="luka" memiliki="memiliki" memperoleh="memperoleh" mencapai="mencapai" meningkatkan="meningkatkan" menjalani="menjalani" menunjukan="menunjukan" menyatakan="menyatakan" merupakan="merupakan" ml="ml" mortality="mortality" multi="multi" namun="namun" oleh="oleh" operasi="operasi" operatif.="operatif." organ="organ" pada="pada" pemberian="pemberian" penatalaksanaan="penatalaksanaan" pendapat="pendapat" penelitian="penelitian" penggunaan="penggunaan" perdarahan="perdarahan" perlu="perlu" petunjuk="petunjuk" plasma="plasma" praktis="praktis" prediktor="prediktor" prosedur="prosedur" purpura="purpura" random="random" rate="rate" red="red" rekomendasi="rekomendasi" resiko="resiko" sampai="sampai" sebetulnya="sebetulnya" secara="secara" setelah="setelah" silent="silent" system="system" tabel="tabel" terjadi="terjadi" ternyata="ternyata" tersebut="tersebut" thrombositopenik="thrombositopenik" tidak="tidak" timbulnya="timbulnya" tinggi="tinggi" transfusi="transfusi" trials="trials" trombosit="trombosit" trombositopenia="trombositopenia" trombositopenik="trombositopenik" u="u" untuk="untuk" waktu="waktu" yang="yang">50.000; 6 U biasanya cukup;
atau1 U trombosit per 10 kg
30 menit
Cryoprecipitate Jumlah yang diinginkan g/L= (0.2 x jumlah
kantong)/volume plasma dalam liters;
atau 1 kantong /5 kg
IV bolsus atau
1000U/10 menit
Packed red cells 1 meningkatkan hemoglobin 1.0-1.5 g/dl 2-3 jam
Fresh-frozen Plasma
Terapi untuk menggantikan factor pembekuan dimana prothrombin time (PT) dan/atau partial
thromboplastin time(PTT) 1.5 x kontrol atau lebih, dan kasus dengan perdarahan yang
menghadapi masalah dengan hemostasis
Pengobatan pada Trombosit Trombositopenik Purpura
Cryoprecipitate
Fibrinogen <100mg 100="100" 107="107" 10u="10u" 1:1.000.000="1:1.000.000" 1:1.000="1:1.000" 1:100.000="1:100.000" 1:100="1:100" 1:12.000="1:12.000" 1:150.000="1:150.000" 1:200="1:200" 1:40.000="1:40.000" 1:5.000="1:5.000" 1:50="1:50" 1:="1:" 1u="1u" 22.="22." 24jam="24jam" 400="400" a="a" activity="activity" adalah="adalah" agglutinating="agglutinating" akut="akut" alkalosis="alkalosis" anafilaksis="anafilaksis" and="and" antibodies="antibodies" b-="b-" b="b" bacterial="bacterial" baik="baik" besar="besar" biasanya="biasanya" bikarbonat="bikarbonat" blood="blood" c="c" catatan="catatan" cells="cells" cold-insoluble="cold-insoluble" cryoprecipitate="cryoprecipitate" cute="cute" cytotoxic="cytotoxic" d="d" dalam="dalam" dan="dan" darah="darah" dari="dari" demam="demam" dengan="dengan" di="di" diatasi="diatasi" dijumpai="dijumpai" dilusional="dilusional" dimetabolisme="dimetabolisme" diperoleh="diperoleh" direkomendasikan.="direkomendasikan." direkomendasikan="direkomendasikan" disease="disease" dl="dl" donor="donor" efek="efek" factor="factor" faktor="faktor" fatal="fatal" febrile="febrile" ffp="ffp" fibrinogen.="fibrinogen." fibrinogen="fibrinogen" fresh-frozen="fresh-frozen" function="function" gangguan="gangguan" hemolitik="hemolitik" hemophilia="hemophilia" hepar="hepar" hepatitis="hepatitis" hiperkalemia="hiperkalemia" hipokalsemia.="hipokalsemia." hipotermia="hipotermia" hiv="hiv" immunoparesis="immunoparesis" impaired="impaired" imunologi="imunologi" infeksi="infeksi" ini="ini" injury="injury" insufisiensi="insufisiensi" jarang="jarang" jumlah="jumlah" kadar="kadar" kasus-kasus="kasus-kasus" kasus="kasus" kerusakan="kerusakan" klinik="klinik" koagulopati="koagulopati" komponen="komponen" kondisi="kondisi" konstituen="konstituen" labil.="labil." lain-lain="lain-lain" laktat="laktat" lambat="lambat" leucocyte="leucocyte" leukoagglutination="leukoagglutination" leukositosis="leukositosis" lung="lung" masif="masif" massif="massif" memberikan="memberikan" mencapai="mencapai" mendapatkan="mendapatkan" mengandung="mengandung" menggigil="menggigil" menjadi="menjadi" metabolic="metabolic" mg="mg" mikrokapilar="mikrokapilar" netrofilik="netrofilik" non="non" nonhemolytic="nonhemolytic" of="of" oklusi="oklusi" or="or" pada="pada" paru="paru" pasien="pasien" passive="passive" pembekuan="pembekuan" pemberian="pemberian" peningkatan="peningkatan" per="per" perdarahan="perdarahan" permilliliter="permilliliter" plasma.="plasma." plasma="plasma" precipitate="precipitate" procoagulant="procoagulant" pt="pt" ptt="ptt" pulmonary="pulmonary" rbc="rbc" reaction="reaction" reaksi="reaksi" recipient="recipient" resiko="resiko" s="s" satu="satu" screening="screening" sebelum="sebelum" sepsis="sepsis" sering="sering" serta="serta" sitomegalovirus="sitomegalovirus" sitrat="sitrat" stabil="stabil" syndrome="syndrome" t-cells="t-cells" tabel="tabel" terapeutik.="terapeutik." terdiri="terdiri" tergantung="tergantung" tidak="tidak" to="to" toksik="toksik" transfer="transfer" transfusi="transfusi" trombosit="trombosit" unit="unit" untuk="untuk" urtikaria="urtikaria" viii="viii" viskositas="viskositas" von="von" waktu="waktu" white="white" willebrand="willebrand" yang="yang" zat="zat">40U. Kalsium diberikan hanya pada
kasus dengan konsentrasi kalsium <1mmol -="-" 1-2oc="1-2oc" 1.="1." 108="108" 109="109" 110="110" 1="1" 2.="2." 23.="23." 23="23" 28="28" 28oc="28oc" 2="2" 3-5menit="3-5menit" 3.="3." 32.1oc="32.1oc" 32.2="32.2" 35oc.="35oc." 35oc="35oc" 3="3" 40oc="40oc" 9="9" abdomen="abdomen" active="active" ada:="ada:" ada="ada" adalah="adalah" air="air" akan="akan" akibat="akibat" alkalosis="alkalosis" amnesia="amnesia" antara="antara" apathy="apathy" apnea="apnea" areflexia="areflexia" aritmia="aritmia" asam-basa.="asam-basa." asisdosis="asisdosis" asistol="asistol" atau="atau" ataxia="ataxia" atrial="atrial" bahkan="bahkan" bahwa="bahwa" bakar="bakar" beberapa="beberapa" berbagai="berbagai" bradikardi="bradikardi" bronkospasme="bronkospasme" bypass="bypass" cardiac="cardiac" cedera="cedera" cold="cold" coma="coma" confusion="confusion" core="core" dalam="dalam" dan="dan" darah="darah" dari="dari" dengan="dengan" denyut="denyut" depresi="depresi" derajat="derajat" dialaminya.="dialaminya." dialirkan="dialirkan" dihangatkan="dihangatkan" diingat="diingat" dikenal="dikenal" dilatasi="dilatasi" diletakkan="diletakkan" dimana="dimana" dinding="dinding" dingin="dingin" dipegaruhi="dipegaruhi" diperhatikan="diperhatikan" disusul="disusul" diuresis="diuresis" dysarthria="dysarthria" edem="edem" elektrolit="elektrolit" endokrinologik="endokrinologik" endotrakea="endotrakea" external="external" faktor="faktor" faktorfaktor="faktorfaktor" femoral="femoral" fibrilasi="fibrilasi" fisiologik="fisiologik" forced="forced" fungsi="fungsi" gagal="gagal" gangguan="gangguan" halusinasi="halusinasi" hangat="hangat" harus="harus" heated="heated" hemokonsentrasi="hemokonsentrasi" hepar="hepar" hiperamilasemia="hiperamilasemia" hiperglikemia="hiperglikemia" hiperkalemia="hiperkalemia" hiporefleksia="hiporefleksia" hipotermia:="hipotermia:" hipotermia="hipotermia" hipoventilasi="hipoventilasi" humidified="humidified" immersion="immersion" inadekuat="inadekuat" indikasi="indikasi" ini="ini" instabilitas="instabilitas" insufisiensi="insufisiensi" insulasi="insulasi" interval="interval" iritabilitas="iritabilitas" jam="jam" jangan="jangan" jwaves="jwaves" kaki="kaki" kalur="kalur" kardial="kardial" kardiopulmonar="kardiopulmonar" kardiovaskular="kardiovaskular" karena="karena" kateterisasi="kateterisasi" keadaan="keadaan" kehilangan="kehilangan" kesadaran="kesadaran" keseimbangan="keseimbangan" klasifikasi="klasifikasi" koagulopati="koagulopati" kombinasi="kombinasi" kompensasi="kompensasi" konduksi="konduksi" kulit="kulit" kurang="kurang" lactic="lactic" lain-lain="lain-lain" lain="lain" lainnya.="lainnya." lambat="lambat" langgsung="langgsung" larutan="larutan" lembab="lembab" lihat="lihat" luar="luar" luka="luka" masif.="masif." mekanisme="mekanisme" melalui="melalui" membungkus="membungkus" mempertahankan="mempertahankan" mencegah="mencegah" mengalirkan="mengalirkan" menghentikan="menghentikan" meningkatkan="meningkatkan" menurun="menurun" menurunkan="menurunkan" metabolic="metabolic" metode.="metode." metode="metode" mild="mild" moderate="moderate" nadi="nadi" normal="normal" obat-obatan="obat-obatan" oc="oc" okular="okular" oleh="oleh" oliguria="oliguria" output="output" pada="pada" panas.="panas." panas="panas" paparan="paparan" pasien="pasien" pelepasan="pelepasan" pemanasan="pemanasan" pemanjangan="pemanjangan" pembekuan="pembekuan" penatalaksanaan="penatalaksanaan" peningkatan="peningkatan" penting="penting" penurunan="penurunan" penyakit="penyakit" per="per" perfusi="perfusi" pergerakan="pergerakan" permukaan="permukaan" perubahan="perubahan" petunjuk="petunjuk" pipa="pipa" pr="pr" praktis="praktis" produksi="produksi" progresif="progresif" pulmonar="pulmonar" pupil="pupil" qrs="qrs" qt="qt" radiar="radiar" rate="rate" refleks="refleks" rewarming="rewarming" rhabdomyolisis="rhabdomyolisis" rigidity="rigidity" ritmik="ritmik" sangat="sangat" saraf="saraf" sebagai="sebagai" sehingga="sehingga" sekunder="sekunder" selimut="selimut" sentral.="sentral." setelah="setelah" severe="severe" shivering="shivering" sirkuit="sirkuit" sistemik.="sistemik." sistim="sistim" spontaneous="spontaneous" standar="standar" stimulasi="stimulasi" suatu="suatu" suhu="suhu" sumber="sumber" suplai="suplai" suportif="suportif" t="t" tabel="tabel" table="table" takikardia="takikardia" takipnea="takipnea" tangan="tangan" tanpa="tanpa" tekanan="tekanan" terapi="terapi" terbatas="terbatas" terjadi="terjadi" termasuk="termasuk" termoregulator="termoregulator" tetap="tetap" tidak="tidak" timbul="timbul" tonus="tonus" torak="torak" tranfusi="tranfusi" transaminase="transaminase" trauma="trauma" tubuh="tubuh" udara="udara" untuk="untuk" urin="urin" usia="usia" vasokonstriksi="vasokonstriksi" vasokonstriktor="vasokonstriktor" ventrikel="ventrikel" ya="ya" yag="yag" yang="yang">32oC
Fasilitas Extracorporeal
rewarming tersedia
Passive rewarming Active rewarming saja
atau disertai
Active external
rewarming untuk trunkus
Rewarming
s/d > 32oC
Instabilitas
kardiovaskular atau
gagal dengan
passive rewarming
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
111
10 Sistim Skoring Luka Bakar
Ada berbagai sistim skoring yang yang digunakan untuk tujuan memperoleh gambaran
mengenai derajat keparahan dan prediksi atau prognosis kasus trauma, antara lain:
Trauma Index
Abbreviated Injury Scale (AIS, American Medical Association 1971, Baker dkk 1974
Trauma Score
Glassgow Coma Scale
Injury severity Score ( Bull 1978)
Revised Trauma Score
APACHE (Acute Physiology and Chronic Health Evaluation, Knaus dkk 1981)
APACHE II (Rhee dkk 1987)
TRISS (Trauma Score and Injury Severity Score, 1981)
Sistim-sistim tersebut dengan kelebihan dan kekurangan serta sudut pandangnya masingmasing
diupayakan untuk menggambarkan derajat keparahan penderita, baik morbiditas
maupun mortalitas dengan kemungkinan hidupnya; yang diterapkan pada kasus-kasus
trauma termasuk luka bakar.
Bila dkaji lebih lanjut, luka bakar yang merupakan suatu jenis seberat-beratnya trauma,
memiliki kekhususan dalam penerapan sistim skoring yang disebutkan diatas.
Beberapa sistim skoring yang dicoba untuk diterapkan pada kasus luka bakar seperti AIS,
tidak mencerminkan berat ringannya luka bakar karena hanya mempersoalkan presentasi
luas luka bakar (faktor eksternal), dan artinya suatu sentrum pelayanan yang menerapkan
sistim ini mundur ke jaman sebelum Bull dan SquIre (sebelum tahun 1949) mengemukakan
faktor-faktor yang berperan pada morbiditas dan mortalitas.
Berbagai kekhususan yang dimaksud, artinya harus memperhitungkan faktor-faktor
dijelaskan pada pendahuluan; berbagai penelitian dan sistim skoring diupayakan untuk
memperoleh gambaran keparahan dan kemungkinan hidup penderita dengan luka bakar.
Namun dalam kepustakaan, dari faktor-faktor yang memiliki nilai prognostik sebagaimana
dijelaskan pada pendahuluan, hanya beberapa yang digunakan sebagai variabel dalam
perhitungan probabilitas. Hal ini sejalan dengan perkembangan pengetahuan maupun
teknologi, ditunjang oleh penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli. Variabel-variabel
lain yang tidak digunakan berkisar pada variabel-variabel yang terdiri dari beberapa
kemungkinan, tidak representatif (melalui penelitian-penelitian sebelumnya terbukti tidak
bermakna secara statistik atau karena dianggap tidak mencerminkan keadaan sebenarnya,
atau bahkan merupakan suatu variabel yang sulit diperhitungkan secara statistik.
Variabel yang dianggap representatif adalah :
Usia (Barnes 1957), Bull & Squire 1949, Roi 1981, Knauss 1981
Masalah gizi dibahas dalam pembicaraan mengenai permasalahan yang ada pada kasus
luka bakar dan diterapkan dalam penelitian-penelitian, namun tidak diperhitungkan dalam
sistim skoring.
Kelainan paru premorbid dibahas oleh Zwacki 1979 dalam penelitiannya yang
memperhitungkan peran variabel-variabel lain, seperti usia, presentasi luas, kedalaman,
kadar oksigen arterial dan edema saluran pernafasan. Tetapi hasil penelitian ini tidak
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
112
menyinggung kepentingan menggunakan sistim skoring, atau memasukkan variabel yang
dianggapnya penting ke dalam sistim.
Kehamilan (Mathews 1982)
Pengaruh faktor trauma dibicarakan secara luas oleh berbagai peneliti, dimana hampir
semua peneliti membahas mengenai peran presentasi luas luka bakar
Pengaruh luas luka bakar (sebelum 1949, AIS 1974)
Derajat kerusakan jaringan (Barret dan Settle 1987)
Kedalaman luka yang jelas berperan dalam menentukan derajat keparahan, sulit
diperhitungkan ke dalam sistim skoring. Barret 1991 mencoba memberi skor pada variabel
ini:
Burn Score (BS)
- pada kerusakan / kehilangan jaringan parsial adalah 1
- pada kerusakan / kehilangan jaringan total (full thickness loss) adalah 2.
- Nilai skor ini tidak memiliki makna dalam perhitungan mortality probability.
Bull’s Mortality Probability Grid yang menggunakan variabel usia dan presentasi luas luka bakar.
Peneliti lain yang membahas peran kedalaman luka bakar adalah Bull dalam Bull’s Burn
Score 1949-1971, Burn Injury Severity Score 1978 dan Shakespeare dkk 1980
Cedera inhalasi, Syok dan Septikemi dibahas dan diperhitungkan dalam sistim skoring,
antara lain
Mortality Probability Chart, (Bull, 1971-1975)
Moores dkk 1975 menyempurnakan BMPGrid agar lebih akurat dengan menambahkan
faktor seks dan adanya ‘pyo-prone’. Pyo-prone adalah konsep yang diajukan oleh
Moores, istilah untuk menjelaskan luka bakar yang terdapat di daerah antara umbilikus
dengan paha bagian medial, lebih menekankan sukseptibilitas sepsis akibat luka di
daerah perineum.
113
Bull’s Mortality Probability Grid yang menggunakan variabel usia dan presentasi luas
luka bakar dengan memperhitungkan ada dan tidaknya cedera inhalasi.
Clarks 1986 menekankan kepentingan cedera inhalasi dan membubuhkan skor 0-7
untuk beberapa kriteria; dimana skor 2 menunjukan adanya cedera inhalasi, sedangkan
skor >2 menunjukan prognosis buruk
1 Riwayat terperangkap dalam ruangan tertutup
2 Produksi sputum mengandung karbon
3 Luka bakar di daerah oro-fasial
4 Penurunan tingkat kesadaran
5 Gejala distres pernafasan
6 Tanda distres pernafasan
7 Suara parau atau hilang
Nomograph of Mortality Risk (Roi et all, 1981)
Acute Physiology & Chronic Health Evaluation (APACHE) dan APACHE II (1985)
Fluid Retention Index (Carlson 1987)
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
114
Nomograph dari Roi dkk yang menggunakan variabel usia dan presentasi luas luka
bakar, grafik di sisi kiri menggambarkan perbedaan skor yang ditimbulkan oleh adanya
cedera inhalasi, kanan disesuaikan dengan adanya konsep pyo prone (cedera daerah
perineum).
Sepsis Index (Ritzman 1973, Daniel dkk 1974,Cooper and Ward, 1979, Ogle 1981,
Carvajal 1981, Elebute and Stoner 1983, Stevens 1983, Moody 1985)
Fungsi ginjal yang terganggu pada luka bakar (Raab 1972, Boyd 1976 dan Schentag
1978, Shakespeare 1981, Yu dkk 1983) dengan parameter proteinuria yang
mencerminkan fungsi tubulus. Alpha-1 microglobulin (α1m) memenuhi kriteria digunakan
sebagai parameter, sementara protein total dan albumin tidak mencerminkan
permeabilitas glomerulus. Natrium, kalium dan kreatinin serta Blood urea nitrogen
merupakan indikator lain dari fungsi ginjal yang perlu diperhitungkan. Fungsi hati yang
dicerminkan oleh serum bilirubin, alkalin fosfatase dan aspartat transaminase.
Parameter fungsi tubulus menggunakan α1m kemudian digunakan dalam sistim skoring
oleh Barret 1991.
Reaksi imunosupresi pada luka bakar dibahas oleh Nineman 1981, Dominioni dkk 1983,
Stratta dkk 1986
Penatalaksanaan di negara-negara maju, sebagaimana penatalaksanaan trauma pada
umumnya sudah demikian baiknya, sehingga syok terutama delayed atau syok
ireversibel jarang dijumpai dan tidak lagi merupakan pokok bahasan di dalam
kepustakaan.
115
Efek terapi topikal diteliti oleh Peterson dkk 1985, khususnya mengenai pengaruh silver
sulphadiazine, mafenide, silver nitrat dan cerium nitrit; namun tidak membahas sistim
skoring.
Efek pembalutan lebih banyak dibahas oleh peneliti-peneliti yang berhubungan dengan
proses metabolisme dan gizi; juga tidak membahas sistim skoring.
Variabel yang sejak tahun 1991 digunakan (dalam sistim skoring yang digunakan oleh
Barret) antara lain:
Usia
Presentasi luas luka
Cedera inhalasi
Protein total serum
Alpha 1 microglobulin (α1m)
Denyut nadi
Suhu tertinggi
Burn Illness Score
Dihitung berdasarkan ekuasi faktor-faktor yang menjadi variabel dengan suatu
konstanta dalam tabel. BIS yang diperoleh kemudian diperhitungkan dalam analisis
probit berdasarkan rumus
Rumus Analisis Probit
misal :
Perhitungan pada hari ke 3-4
usia penderita dikalikan 0.08 = …………
presentasi luka dikalikan 0.10 = …………
cedera inhalasi dikalikan 1.84 = …………
Jumlah skor ( s ) = …………
Catatan : bila tidak dijumpai cedera inhalasi, maka jumlah keseluruhan skor dikurangi 1.84
e = konstanta
s = Burn Illness Score yang diperoleh dari perhitungan
Tabel 24. Konstanta ( e ) untuk menghitung Mortality Probability
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
116
Dengan demikian, diperoleh hasil perhitungan yang merupakan suatu Mortality Probability.
Nilai skor ini dihitung setiap hari selama 32 (tiga puluh dua) hari sejak terjadinya trauma.
Diambil nilai 32 ini dengan alasan setelah 32 hari kematian sangat jarang dan tidak lagi
merupakan suatu hal yang perlu diamati secara statistik.
Semakin besar nilai MP, semakin buruk prognosisnya dan Bull menetapkan nilai Vital Point
adalah 1.0. Namun lebih lanjut Bull menambahkan bahwa bila seseorang penderita dengan
MP 1.0 bukan berarti kehilangan kemungkinan untuk hidup; karena luka bakar sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk respons penderita terhadap trauma dan
penatalaksanaan.
Alternatif lain, penilaian dapat dilakukan secara mudah dengan melakukan evaluasi melalui
nomograf sebagaimana terlihat pada tabel 24 dihalaman sebelumnya.
117
11 Daftar Pustaka
Umum
1. American Burn Association. Burn modules. Available in website: http://www.ameriburn.org
2. Demling RH. Burn modules. Available in website: http://www.burnsurgery.org, 2001.
3. Dimick AR. Burn and cold injury. In: Hardy’s textbook of surgery. Philadelphia: JB Lippincott company; 1983.
p:177-89.
4. Boswick JAJ Jr (editor). The art & science of burn care. Rockville-Maryland, Royal Tunbridge wells: An Aspen
publication; 1987.
5. Burn Research: Current and future directions. Asia Connection; 1996. Vol. 1 Issue 2; p.9.
6. Critical care of burns patients. Asia Connection, 1996Vol. 1 Issue 2; p.9.
7. Major advances in burns care announced at Asia Pacific conference. Asia Connection; 1996.Vol. 1 Issue 2;
p.4.
8. The University of Washington approach to burns managements. Asia Connection; 1996. Vol. 1 Issue 2; p.5.
9. Bakker, JJ. Complications of severe burns. Dalam: Proseeding book Burn Symposium and Workshop. Jakarta:
FKUI. 1997.
10. Moenadjat Y, Luka bakar: Pengetahuan klinik praktis. Jakarta: Farmedia; 2000.
11. Moenadjat Y. Faktor prognosis dan sistim skoring pada luka bakar. Indones J Surg 2001. XXIX(3). p12-8.
12. Moenadjat Y, Wifanto J. Faktor yang berperan pada prognosis kasus Luka bakar. Indones J Surg 2001.
XXIX(3). p12-8.
13. Muller et all. The Challenge of burns. Lancet 1:22 94, Vol 343. Issue 8891, p.216.
14. Leung PC. Burns: treatment & research. Singapore: World scientific; 1991.
15. Martyn JAJ. Acute management of the burned patient. Philadelphia: WB Saunders Company; 1990. p.12-65,
138.
16. Marik PE (editor). Handbook of evidence based critical care. New York: Springer; 2001. p:
13,75,101,109,241,421,457.
17. Vander Salm,TJ, Cutler BS, Wheeler HB. Atlas of bedside procedures. Boston: Little Brown and Co; 1979. p.
25-36,159-176
18. Settle JAD. General management. In: Settle JAD (editor). Principles and practice of burns management. New
York: Churchill Livingstone; 1996. p.223-41.
19. Alexander RH, Proctor HJ. Initial assessment and management. Advanced Trauma Life Support course for
physicians. Student manual book. Committee on Trauma American College of Surgeons, 1993. p.17-38.
20. Briggs SE. First aid and immediate care of acute thermal injury. In: Martyn JAJ. Acute management of the
burned patients. Philadelphia: WB Saunders. Co. 1990; p.1-24.
21. American Burn Association. Advanced Burn Life Support course. Provider’s manual. 2001.
22. Jeo WS, Moenadjat Y. Factors affecting severe burn mortality rate: a five year evaluation in Cipto
Mangunkusumo hospital burn unit. Indones J Surg 2000.
23. American College of Surgeons. Guidelines for the Operation of Burn Units. Reprinted from Resources for
Optimal Care of the Injured Patient, Chapter 14: Committee on Trauma, 1999. Available in website:
http://www.ameriburn.org/guidelinesops.pdf
24. Ali J, Adam RU, Gana TJ, Bedaysie H, Williams JI. Effect of the prehospital trauma life support program
(PHTLS) on prehospital trauma care. J Trauma 1997; 42(5):786-90
25. McManus WF, Pruitt BA Jr. Thermal Injuries. In: Feliciano DV, Moore EE, Mattox KL, editors. Trauma. 3rd ed.
Connecticut: Appleton & Lange, 1996; 937-50
26. Pruitt BA, Goodwin CW, Pruitt SK. Burns: including cold, chemical and electric injuries. In: Sabiston DC Jr,
Lyery HK, editors. Textbook of surgery; 15th ed. Philadelphia : WB Saunders Company; 1997; 221-52.
27. Polk HC, Gardner B, Stone HH. Burns. In: Polk HC, Gardner B, Stone HH, editors. Basic surgery; 5 th ed.
Missouri: Quality medical publishing Inc, 1995; 750-61
28. Walt AJ, editor. American College of Surgeons, Comitte on Trauma. Early care of the injured patient. 3rd ed.
Philadelphia: WB Saunders Company, 1982
29. McManus WF, Pruitt BA Jr. Thermal Injuries. In: Feliciano DV, Moore EE, Mattox KL, editors. Trauma. 3rd ed.
Connecticut: Appleton & Lange, 1996; 937-50
30. Saffle JR, Larson CM, Sullivan J, Shelby J. The continuing challenge of burn care in the elderly. Surgery 1990;
108(3):534-43.
31. McCance KL, Huether SE, editors. Pathophysiology : The biologic basis for disease in adults and children; 2nd
ed. St. Louis: Mosby Year Book, 1994; 1544-55
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
118
32. Moossa AR, Hart ME, Easter DW. Surgical complication. In: Sabiston DC Jr, Lyery HK, editors. Textbook of
surgery; 15th ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1997; 347
Resusitasi jalan nafas dan problem pernafasan
33. Beeley JM, Clark RJ. Respiratory problems in fire victims. In: Settle JAD (editor). Principles and practice of
burns management. New York: Churchill Livingstone; 1996. p.117-36.
34. Baret JP, Herndon DN. Color atlas of burn care. London: WB Saunders; 2001; p:47-68.
35. Demling RH. Burn modules. Available in website: http://www.burnsurgery.org, 2001.
36. Tredget EE, Shankowsky HA, Taerum TV, et al. The role of inhalation injury in burn trauma: a Canadian
experience. Ann. Surg. 212:720,1990.
37. Smith D. L, Cairns BA, Ramadan F, et al. Effect of inhalation injury, burn size, and age on mortality: a study of
1447 consecutive burn patients. J. Trauma 37:655,1994.
38. Sherwood, ER, Toliver-Kinksy, T, Lin C, Varma, T, Herndorn, DN. Smoke inhalation injury causes suppression
of systemic immune responses. S59.
39. Bone RC, Balk R, Slotman G, et al: Adult Respiratory Distress Syndrome, Sequence and importance of
development of multiple organ failure. Chest 1992; 101: 320-326.
40. Catotto, R, Andrew B. Cooper, John R. Esmond, Manuel Gomez, Joel S. Fish. Early clinical experience with
high-frequency oscillatory ventilation for ARDS in adult burn patients. J Burn Care Rehabil 2002; 22,5325-333
41. Working group on metabolism and nutrition. Workshop on ARDS, Jakarta 2002.
42. Respiratory Care: Educational symposia. Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn
Association. Vancouver: 2004.
43. Saffle JR, Stephen E. Morris, Linda Edelman. Early tracheostomy does not improve outcome in burn patients.
J Burn Care Rehabil 2002; 23:431-438
44. Neuman P. Lung dysfunction in early phase of sepsis. In: Baue AE, Berlot G, Gullo A (editors). Sepsis and
organ dysfunction: The challenges continuous. Milano: Springer Verlag; 2000. p.17-33.
45. Tomashefsky JF. Acute respiratory distress syndrome: Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome. Clin chest med 2000; vol 21 no.3. Available in website:
http://www.home.mdconsult.com/das/article/body/1/jorg
46. Steinberg KP, Hudson LD. Acute respiratory distress syndrome: Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome, the clinical syndrome. Clin chest med 2000; vol 21 no.3. Available in website:
http://www.home.mdconsult.com/das/article/body/1/jorg
47. Adianto S, Moenadjat Y. Trakeostomi pada luka baker dengan cedera inhalasi, studi retrospektif di unit luka
bakar RSUPN Cipto Mangunkusumo. Unpublished; 2001.
48. Mokhtar, Moenadjat Y. Trakeostomi pada luka bakar dengan cedera inhalasi: sebagai tindakan pencegahan
ARDS. Unpublished; 2002.
49. Herndon DN, Langer F, Thompson P, Linares HA, Stein M, Traber DL. Pulmonary injury in burned patients.
Surg Clin North Am 1987; 67:31-46.
50. Mathay MA, Geyser T, Matalon S. Oxydant-mediated lung injury in the adult respiratory distress syndrome. J:
Crit.Care Med. Vol 27 No 9, Sep.99, p:2028
51. Burke, AS, Cox, RA, Barrow, RE, Traber, D, Hawkins, HK. Ovine lung apoptosis after thermal burn and smoke
inhalation. Proceeding book of American Burn Association 34th annual meeting. S119.
52. Thompson PB, Herndon DN, Traber DL, Abston S. Effect on mortality of inhalation injury. J Trauma, 26 (2):
163-5, 1986
53. Stone HH, Martin JD Jr. Pulmonary injury assosiated with thermal burns. Surg Gynecol Obstet 1969;
129:1242-46.
Resusitasi cairan
54. Demling RH. Fluid replacement in burned patients. Surg Clin North Am 1987; 67(1):15-30.
55. Anderson RW, Vaslef SN. Shock. In: Sabiston DC Jr, Lyery HK, editors. Textbook of surgery; 15th ed.
Philadelphia: WB Saunders Company, 1997; 89.
56. Levick JR. An introduction to cardiovascular physiology. London: Butherworths; 1991. p117, 142.
57. Vincent JL. Circulation. In: Baue AE, Faist E, Fry DE (editor). Multiple organ failure, pathophysiology,
prevention, and therapy. New York: Springer; 2000. p.333-9.
58. Holm C et al. Haemodynamic and oxygen transport responses in survivors and non survivors following thermal
injury. Burns journal of international society for burn injuries. Vol 26 Number 1, Febr. 2000. p : 25
59. Waxman. Monitoring in shock: stomach or muscle. J: Crit.Care Med. Vol 27 No 9, Sep.99. p. 2028
60. Lindblom L, et al. Role of nitric oxyde in the control of burn perfusion. Burns journal of international society for
burn injuries. Vol 26 Number 1, Febr 2000. p. 19-29
119
61. Moncrief JA. Replacement therapy. In: Artz CP, Moncrief JA, Pruitt BA (editor). Burns, a team approach.
Philadelphia: WB Saunders & Co; 1979. p.169-92.
62. Baron, BJ, et al. Effects of traditional versus delayed resuscitation on serum lactate and base deficit. Burns
journal of international society for burn injuries. Vol 43 Number 1, 1999. p.39.
63. Aurora RN, Mihte, F, Carlon, G. Preventing renal failure in critically ill patient, J: Crit. Care Med. Vol 27 No 9,
Sep.99. p.2044-60
64. Jeng JC. Controversies in resusctitation. In: Soper NJ, Saffle JR. Problems in general surgery: burns. Vol 20
No 1, March 2003. Lippincott Williams and Wilkins.p.37-46.
65. Takala J. Splanchnic blood flow in shock and inflammatory states. Crit.Care and Shock (1998) 1: 40-45.
66. Kvetan V. The effect of pressors and inotopes on regulation of cytokine release in shock. Crit.Care and Shock
(1998) 1: 26-39
67. Yowler CJ, Frantianne RB. Current status of burn resuscitation. In: Luce EA (guest ed). Clinics in plastic
surgery, an international quarterly. Philadelphia: WB Saunder and Co., 2000; 27(1):p-10.
68. Endpoints of Resuscitations. Symposium in 36th Annual meeting of American Burn Association. Vancouver,
2004.
69. Cartotto RC, Innes MBA, Musgrave Melinda A, Gomez MB, Cooper A. How well does the Parkland formula
estimate actual fluid resuscitation volumes? J. Burn care and rehabilitation volume 23 No 4, July/August 2002,
258-269
70. Baxter CR. Fluid volume and electrocyte changes in the early postburn period. Clin. Plast. Surg. 1:693,1974.
71. Editorial: Monitoring the L-arginine-nitric oxide pathway in septic shock: choosing the proper point of attack. J
Crit. Care medicine 2001. 27: 2019-21
Resusitasi saluran cerna
72. Hoopes JE, Im MJ. Energy metabolism in healing skin wounds. J Surg Resp 1970; 10:459-64.
73. Wilmore DW, Aulick LH. Metabolic changes in burned patients. Surg Clin North Am 1978; 58(6):1173-87.
74. Harjodisastro D. Tukak stres pada penderita strok. Desertasi gelar doktor pada program pascasarjana FKUI.
Unpublished. 1995
75. Harjodisastro D. Tukak stres. Dalam: Proceeding book simposium tukak peptik. Jakarta. 1993
76. Deitch EA, Rutan R, Waymack JP, et al. Trauma, shock, and gut translocation. New Horiz. 4:289,1996.
77. Baue, AE. Gut: importance of bacterial translocation, permeability and other factors. In: Baue, AE, Faist, E,
Fry, DE. Multiple organ failure, pathophysiology, prevention, and therapy. New York: Springer, 2000. p.86-91.
78. Moenadjat Y, Benny P. Penatalaksanaan stress ulcer di unit pelayanan khusus luka bakar (UPKLB) RSUPN dr
Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Disampaikan pada pertemuan ilmiah tahunan Perhimpunan spesialis bedah
Indonesia (Ikabi). Yogyakarta, 2001.
79. Prasetyono TOH. Peran pemberian nutrisi enteral dini pada perkembangan sindrom respons peradangan
sistemik dan sindrom disfungsi organ multipel pada kasus luka bakar. Unpublished. 2000.
80. Matarese LE, Gottschlich MM. Contemporary nutrition support practice: A clinical guide. Philadelphia: WB
Saunders Company; 1998. p.590-98.
81. Rombeau JL, Cadwell MD. Enteral & tube feeding. Clinical nutrition. Vol.1. Philadelphia: WB Saunders Co;
1984. p.412-8.
82. McDonald WC, Sharp CW, Deitch EA. Immediate enteral feeding in burn patients: Is safe and effective. Ann of
Surg, Feb.1999, p:177
83. Mjaaland M. Nutritional support of surgical patients. In: Proceeding book of IPRAS meeting. Bali; 1995.
84. Oetoro S. Peran pemberian nutrisi enteral dini terhadap stres metabolisme penderita luka bakar. Tesis pada
program magister ilmu gizi klinik FKUI. Unpublished. 2000.
85. Wilmore DW, Nutrition and metabolic strategies for supporting the gut and preventing intestinal failure. In:
Tienboon P, Chuntrasakul C (editor). Nutrition and metabolic support in clinical practice. Bangkok: National
library of Thailand cataloging in publication data; 1998. p.17-38.
86. Peck MD. Nutritional monitoring and management. In: Soper NJ, Saffle JR. Problems in general surgery:
burns. Vol 20 No 1, March 2003. Lippincott Williams and Wilkins.p.55-69.
87. Oetoro S, Permadhi I, Witjaksono F. Perubahan metabolisme pada luka bakar. Dalam: Moenadjat, Y. Luka
Bakar. Pengetahuan klinik praktis, edisi revisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. halaman 40-43
88. Pasulka PS, and Wachtel TL. Nutritional considerations for the burned patient. Surg. Clin. North Am.
67:109,1987
89. Sunatrio S. Sistim energi ganda pada nutrisi parenteral. Presentasi pada temu ilmiah IKABI Jaya, Jakarta.
1999.
90. Moenadjat Y. Immune compromise in the critically illness. Disampaikan pada symposium perioperatif I. 2003
91. Moenadjat Y. Pro and Con of Arginine. Disampaikan pada symposium Nutri Indonesia 2004. Jakarta.
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
120
92. Wilmore DW. Nutrition and metabolic strategies for supporting the gut and preventing intestinal failure. In:
Tienboon P, Chuntrasakul C, Siltham S, Yamwong P, Chockvivatanavanit RN, eds. Nutrition and metabolic
support in clinical practice, 1st ed. Bangkong: Ruen Koew Press, 1998; 175-96.
93. Smith MK, Lowry SF. The hypercatabolic state. In: Shils ME, Olson JA, Shike M, Ross AC, eds. Modern
nutrition in health and disease. 9th ed. Baltimore, Williams & Wilkins, 1999; 1555-68.
94. Mayes T, Gottschlich MM. Burns. In: Matarese LE, Gottschlich MM, eds. Contemporary nutrition support
practice, a clinical guide. 1st ed. Philadelphia: WB Saunders Co, 1998; 590-607.
95. Cerra FB. Metabolic and nutrition support. In: Feliciano DV, Moore EE, Matlox KL, eds. Trauma. 3rd ed.
Stanford: Appleton & Lange, 1996; 1155-76.
96. McDonald WS, Sharp CW, Deith EA. Immediate enteral feeding in burn patients is safe and effective. Ann surg
1991; 213(2): 177-83.
97. Chuntrasakul C. Nutrition support in immunocompromised patients, enteral nutrition severely burned patients.
In: Tienboon P, Chuntrasakul C, Siltham S, Yamwong P, Chockvivatanavanit S, editors. Nutrition and
Metabolic Support Clinical Practice. 1st ed. Bangkok: Ruen Kaew Press; 1998.p.115-22.
98. Alexander JW, Mac Millan BG, Stinnett JP, et al. Beneficial effects of aggressive protein feeding in severely
burned children. Ann Surg 1980; 192: 505-17.
99. Bessey PQ. Parenteral nutrition and trauma. In: Rombeau JL, Caldwell MD,eds. Parenteral nutrition 1st ed.
Philadelphia: WB Saunders Co, 1980; 471-88.
100. Heimburger DC, Wainser RL. Critical illness. In: Heimburger DC, Weinser RL. Handbook of clinical nutrition. 3rd
ed. St. Louis: Mosby, 1997; 445-57.
101. Harun SR, Rahajoe NN, Putra ST, Wiharta AS, Chair I. Uji klinis. In: Sastroasmoro S, Ismael S, eds. Dasardasar
metodologi penelitian klinis 1st ed. Jakarta: Bina Rupa Aksara, 1995; 109-25.
102. Roongpisusthipong C, Pornvoranunt A, Songchitsomboon S, krasaesup S. Serial serum prealbumin levels (Palb)
predict survival in nutritional support patients. In: Tienboon P, Chuntrasakul C, Siltham S, Yamwong P,
Chockvivatanavanit S, eds. Nutrition and metabolic support in clinical practice. 1st ed. Bangkok: Ruen Kaew
Press, 1998; 59-67.
103. Spiekerman AM. Protein used in nutritional assessment. Clinics in laboratory medicine 1993; 13 (2): 353-366.
104. Gottschlich MM. Early and perioperative nutrition support. In: Motarese LE, Gottschlich MM, eds.
Contemporary nutrition support practice, a clinical guide. 1st ed, Philadelphia: WB Saunders Co, 1998; 279-92.
105. Chiarelli A, Enzi G, Casadei A, Baggio B, Valenio A, Mazzoleni F. Very early nutrition supplementation in
burned patients. Am J Clin Nutr 1990; 51: 1035-9.
106. Gianotti L, Nelson JL, Alexander JW, Chalk CL, Pyles T. Post injury hipermetabolic response and magnitude of
translocation: preventing by early enteral nutrition. Nutrition 1994; 10: 225-31.
107. Moore FA. The effective use of enteral and parenteral nutrition. J Crit Care Nutr 1998;5:14-22.
108. Kenler AS, Blackburn GL, Babineau TJ. Total parenteral nutrition: priorities and practice. In: Ayriss M, Grenvick
A, Holbrook PR, Shoemaker WC, eds. Textbook of clinical care. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Co, 1995;
1106-14.
109. Moore FA, Feliciano DV, Andrassy RJ, McArdle AH, Mc Booth FV, Morgenstein-Wagner TB, et al. Early
enteral feeding, compared with parenteral reduces postoperative septic complications. Ann Surg 1992; 216(2):
172-83.
110. Tumbelaka AR, Riono P, Sastroasmoro S, Wirjodiarjo M, Pudjiastuti P, Firman K. Pemilihan uji hipotesis. In:
Sastroasmoro S, Ismael S, eds. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis, 1st ed. Jakarta: Binarupa Aksara,
1995; 173-86.
111. Sastroasmoro S. Pemilihan subyek penelitian. In: Sastroasmoro S, Ismael S, eds. Dasar-dasar metodologi
penelitian klinis, 1st ed. Jakarta: Binarupa Aksara, 1995; 42-51.
SIRS
112. Dellinger RP. Lung. In: Baue, AE, Faist, E, Fry, DE. Multiple organ failure, pathophysiology, prevention and
therapy. Springer, 2000; p: 353-364.
113. Moenadjat Y. Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS), sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dan
sepsis pada kasus luka bakar. Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter
spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi). Bandung 1999; Dalam: Moenadjat Y. Luka Bakar: Pengetahuan
klinis praktis, edisi revisi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. p.4, 23-28.
114. Guntoro, Moenadjat Y. Insidens SIRS di UPK LB RSUPN dr Cipto Mangunkusumo. Unpublished. 2000
115. Fry DE. Microcirculatory arrest theory of SIRS and MODS. In: Baue, AE, Faist, E, Fry, DE. Multiple organ
failure, pathophysiology, prevention, and therapy. New York: Springer, 2000. p.92-100.
116. Editorial: Definitions for sepsis and organ failure. Crit Care Med 1992; 20 (6): 724-726.
121
117. Baue AE. The complexities of sepsis and organ dysfunction. In: Baue AE, Berlot G, Gullo A (editors). Sepsis
and organ dysfunction: Epidemiology and scoring systems, pathophysiology and therapy. Milano: Springer
Verlag; 2000. p.23-31.
118. American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine Consensus Conference: Definitions for
sepsis and organ failure and guidelines for the use of innovative therapies in sepsis. Crit Care Med 1992; 20
(6): 864-874.
119. Moncada S, Higgs A. The L-arginine-nitric oxide pathway. NEJM:339:2002-2012
120. Zhang, JG, Galin4anes, M. Role of the L-arginine/nitric oxide pathway in ischemic/re-oxygenation injury of the
human myocard. Available in websites: http://www.cs.portlandpress.com/099/0497/0990497.pdf
121. Salyapongse AN, Billiar TR. Nitric oxide as a modulator of sepsis. In: Baue, AE, Faist, E, Fry, DE. Multiple
organ failure, pathophysiology, prevention, and therapy. New York: Springer, 2000. p.170-187.
122. Warden GD, Jr, Mason AD, Pruitt BA, Jr. Evaluation of leukocyte chemotaxis in vitro in thermally injured
patients. J. Clin. Invest. 54:1001,1974.
123. Nelson RD, Hasslen SR, Ahrenholz DH, et al. Mechanisms of loss of human neutrophil chemotaxis following
thermal injury. J. Burn Care Rehabil. 8:496,1987.
124. Mileski W, Borgstrom D, Lightfoot E, et al. Inhibition of leukocyte-endothelial adherence following thermal
injury. J. Surg. Res. 52:334,1992.
125. DeMeules JE, Pigula FA, Mueller M, et al. Tumor necrosis factor and cardiac function. J. Trauma 32:686,1992.
126. Hinshaw LB, Lee PA, Pryor RW, Pathogenesis and therapy of the multi-system organ failure. In Pollock AV.
Immunology in surgical practice. London: Edward Arnold, 1991; 350.
127. Heggers JP, Hal Hawkins, Edgar P, Villareal C, Herndorn DN. Treatment of infection in burns. In: Herndorn DN
(editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders; 2002.p.120-169.
128. Heggers JP, Robson MC. Infection control in burn patients. Clin Plas Surg 1986; 13:39-47
129. Moldawer, LL, Minter, RM, Rectenwald III, JE. Emerging evidence of a more complex role for proinflammatory
and antiinflammatory cytokines in the sepsis response. In: Baue, AE, Faist, E, Fry, DE. Multiple organ failure,
pathophysiology, prevention and therapy. Springer, 2000; p: 150.
Manajemen luka
130. Clinical Focus: Key role played by nutrition in wound healing. Asia Connection; 1996.Vol. 1 Issue 2; p.10.
131. Philips-Duphar Nederland BV. Brandwonden, klinische aspekten Huisarts eerste hulp en preventie.
Amsterdam: Philips-Duphar Nederland BV; 1979. p.19.
132. Wolfe RR. Desai MH, Herndon DN. Metabolic response to excision therapy In: Boswick JAJ Jr (editor). The art
& science of burn care. Rockville-Maryland, Royal Tunbridge wells: An Aspen publication; 1987. p.145-51.
133. Holmes IV JH, Honari S, Gibran NS. Excision and grafting in the large burn wound. In: Soper NJ, Saffle JR.
Problems in general surgery: burns. Vol 20 No 1, March 2003. Lippincott Williams and Wilkins.p.47-54.
134. Moenadjat Y. Burn Infection. Disampaikan pada Kursus penyegar dan penambah ilmu kedokteran (KPPIK)
FKUI. Februari 2004.
135. Moenadjat Y. The irrational use of antibiotics in burn: an obsession that could be fatal. Indonesian J Plast
recon surg. 3;2004
136. Monaffo WW, Bessey PQ. Wound care. In: Herndorn DN (editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders;
2002. p.109-119.
137. Arturson G. Pathophysiology of the burn wound and pharmacological treatment: Burns 1996; 21 (4): 255-274.
138. Luterman A, Dacso CC, Curreri PW. Infections in burn patients. Am J Med 1986;81:45-52.
139. Sauer EW, Surgical treatment of burn wounds. Oral presentation in burn symposium and workshop. Jakarta,
1997.
140. Janzekovic Z. A new concept in the early excision and immediate grafting of burns. J Trauma 1970:10 1103-8
141. Janzekovic Z. The burn wound from the surgical point of view. J Trauma 1975:15 42-61
142. Klasen HJ. Early care of the burn patient. Oral presentation in burn symposium and workshop.
143. Herndon DN, Barrow RE, Rutan RL, et all : Comparison of conservative versus early excision. Ann Surg 1989;
209:547553
144. Still Jr. Joseph M, Edward J. Decreasing length of hospital stay by early excision and grafting of burns.
Southern Medical Journal, Jun 96 Vol 89 Issue6, p578
145. Wood F. Early burn excision. Oral presentation at the Indonesian surgeon association congress. Bali,
Indonesia, July 1996.
146. Wolfe RR, Desai MH, Herndon DN. Metabolic response to excision therapy, The art and science of burn care,
Ch.19, p:145
Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar
122
147. Pape SA. Dunn KW. Burn depth assessment by Lase Doppler Imaging (MoorLDI™). Moor Instrument 1st ed.
2002.
148. Hunter S, Heimbach DM, Honari SE, Eisenberg J, Engrav LH, Klein MB, et al. Current O.R. techniques:
tangential excision of burns with the versajet hydrosurgery system. Available in the proceeding book of 36th
American Burn Association annual meeting, Vancouver: 2004; S175.
149. Mitchell, C. Blood flow in normal skin and scar skin: comparing the different anatomical regions after burn
injury. Shriners burn hospital, Galveston, TX. Available in the proceeding book of 36th American Burn
Association annual meeting, Vancouver: 2004; S175.
150. Perdanakusuma DS, Sudjatmiko G. Immediate atau delayed skin grafting? Bagian ilmu bedah FKUI / RSUPN
Dr Cipto Mangunkusumo, Jakata, 1995.
151. Tamba RP, Moenadjat Y. Skin grafting pada kasus trauma: evaluasi selama lima tahun. Bagian Ilmu Bedah
FKUI / RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Jakata, 1998
152. Kao CC, Garner WL. Acute Burns. J Plast and Reconst Surg 2000;105:2482-2493
153. Saffle JR, Davis B, Williams P. Recent outcomes in the treatment of burn injury in the United States: a report
from the American Burn Association Patient Registry. J. Burn Care Rehabil. 16:219,1995
154. Infection control today - 11/2002: Immunocompromised Patients.
www.infectioncontroltoday.com/articles/2b1feat1.html
155. Mangram AJ, Horan TC, Pearson ML, et al: Guideline for prevention of surgical site infection, 1999. Infect
Control Hosp Epidemiol 1999;20:250-80.
156. Garner JS, Favero MS: Guideline for handwashing and hospital environmental control, 1985. Am J Infect
Control 1986;14:110-29.
157. Doebbeling BN, Pfaller MA, Houston AK, et al: Removal of nosocomial pathogens form the contaminated
glove: Implications for glove reuse and handwashing. Ann Intern Med 1988;109:394-8.
158. Pelke S, Ching D, Easa D, et al: Gowning does not affect colonization or infection rates in a neonatal intensive
care unit. Arch Pediatr Adolesc Med 1994;148:1016-20.
159. Classen DC, Evans RS, Pestotnik SL, et al: The timing of prophylactic administration of antibiotics and the risk
of surgical-wound infection. N Engl J Med 1992;326:281-6.
160. Cremer R, Ainaud P, Le-Bever H, Fabre M, Carsin H. Experimental Study of Pseudomonas aeruginosa
Infection in Burn Rats. Nosocomial infection in a burns unit. www.pearl.sums.ac.ir/AIM/9924/lari9924.html
161. Haley RW, Culver DH, White JW, et al: The efficacy of infection surveillance and control programs in
preventing nosocomial infections in US hospitals. Am J Epidemiol 1985;121:182-205.
162. Garner WL, Rittenberg T, Ehrlich HP, et al. Hypertrophic scar fibroblasts accelerate collagen gel contraction.
Wound Repair Regen. 3:185,1995.
163. Ringold DJ, Santell JP, Schneider PJ. ASHP national survey of pharmacy practice in acute care settings:
dispensing and administration--1999. Am J Health Syst Pharm. 2000 Oct 1;57(19):1759-75.
164. What are the Biologic Properties of Silver related to wound infection control and healing
http://www.burnsurgery.org
165. Heggers JP, Hawkins H, Edgar P, Villarreal C, Herndorn DN. Treatment of infection in burns. In: Herndorn DN
(editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders; 2002. p.11,120-169.
166. Monafo WW, Bessey PQ. Wound care. In: Herndorn DN (editor). Total burn care. 2nd ed. London: Saunders;
2002. p.109-169.
167. Drosou A, Falabella A, Kirsner RD. Antiseptics on wounds: An wrea of controversy. Wounds. Nov. 2003.
Available in website: http://www.woundsresearch.com
168. Edington HD. Wound healing. In: Simmons RL, Steed DL (editors). Basic science for surgeons. Philadelphia:
WB Saunders; 1992. p.41-55.
169. Hunt TK. Control switchboard in wound healing - macrophages as operator, International symposium of tissue
repair. Pattaya, Thailand: 1990.
170. Thomas S, Barrow RE, Herndorn DN. History of the treatment of burns. In: Herndorn DN (editor). Total burn
care. 2nd ed. London: Saunders; 2002. p. 1-5.
Last Update: April 10, 2005
45a
45b
Sisipan 1
Tabel National Center for Health Statistic
Tabel Berat dan Tinggi Badan Rata-rata
Kurva Berat Badan anak usia 1-5 tahun untuk keperluan lapangan berdasarkan Baku Harvard (P50)
60a
Tabel Berat Badan menurut Tinggi Badan
60b
60c
60d
60e