17 Mar 2010

sulitnya hidup dipedalaman...


Jika berbicara tentang sulitnya hidup dipedalaman papua membuat saya teringat akan pengalaman waktu ptt dibomakia. Sulitnya kehidupan bagi orang asli papua khususnya orang Awuyu yang saya jumpai membuat mereka tidak punya banyak pilihan. Terutama dalam hal menu makanan mereka. Ceritanya begini. Waktu itu sekitar jam setengah delapan pagi saya sedang mempersiapkan sarapan. Seorang ibu datang ke rumah mengetuk pintu. hhmm pikirku dia datang untuk berobat.
“pak dok, saya boleh bawa itu kah?” pinta sang enang, menunjuk pada seekor tikus yang sudah mati yang saya bunuh tadi malam.
“yang mana enang?” tanya saya tidak percaya
“tikus itu, depan kintal rumah” jawab enang
“buat apa enang? “ tanya saya setengah berpikir paling2 buat diberikan anjing peliharaannya
“buat bakar toh, pulang makan” jawab enang setengah memelas.
Ha? Tikus rumah yang semalaman mati buat dimakan? Enang ini bercanda apa serius? Bener bener kesulitan hidup membuat mereka tidak punya pilihan. Harga2 sembako yang gila gilaan dipedalaman akibat ongkos angkut yang mahal membuat semuanya jadi tambah runyam. Belum lagi masyarakat yang tidak punya sumber penghasilan tetap. Kehidupan masyarakat juga kelihatan sangat primitif, terlalu bergantung pada alam. Keinginan untuk bercocok tanam masih sangat minim. Kadang kala saat tim kesehatan melakukan pusling( puskesmas keliling) masyarakat tidak ada di tempat. Semua pada masuk hutan. Yang ada paling orang orang tua yang tidak kuat jalan jauh lagi. Jadi kami sering mensiasati dengan memberi tahu pada masyrakat kampung asal yang kebetulan lagi turun ke distrik. Berbeda dengan masyrakat Muyu yang mayoritas katolik. Kehidupannya jauh lebih maju. Masyarakatnya sudah mengerti bercocok tanam. Hal ini bisa dilihat dari pasar yang rame oleh enang2 penjual sayur sayuran, ikan, buah buahan dan hasil hutan lainnya. Distrik Mindiptana yang didiami oleh masyarakat Muyu sangat terkenal akan produksi buah duriannya. Selain itu di tempat ini juga sebagai penghasil karet utama kabupaten Boven digoel.
Kembali ke cerita tikus dan enang Awuyu tadi.
“tikus buat makan? Ahh jangan enang. Nanti enang poro sakit” jawab saya menjelaskan.
lalu saya pun meninggalkan enang kembali ke dapur. Tidak berapa lama karena penasaran saya balik lagi ke teras rumah. Dan dari kejauhan tampak enang berjalan santai sambil menenteng tikus itu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar