9 Apr 2010

Perempuan papua yang terpinggirkan

Kalo membaca judul di atas pastinya ada pertanyaan yang terbesit dalam hati. Benarkah perempuan papua saat ini terpinggirkan? Berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang saya temui selama bertugas dipedalaman Papua, hal ini memang nyata terjadi. Bagi masyarakat asli papua masih ada adat istiadat yang memandang rendah kedudukan perempuan. Bagi mereka perempuan yang sudah dibeli akan menjadi “hak milik” bebas diperlakukan sesuka hati. Berbagai kasus KDRT pernah saya temui selama bertugas di puskesmas/rmh sakit. Sudah menjadi hal lumrah jika seorang suami memukul istri yang telah menjadi “miliknya”.
Sesuatu yang mengejutkan dan tidak pernah saya bayangkan sebelumnya saat bertugas didistrik bomakia, yang sebagian dihuni oleh orang auwyu. Saat itu saya mendapatkan seorang perempuan yang harus melahirkan dihutan. Diantara rimbunan pepohonan dan lebatnya hujan yang turun. Bagi masyarakat perempuan yang akan melahirkan dianggap sebagai sesuatu yang “kotor”, sehingga tidak boleh dilakukan didalam rumah. Sang ibu yang akan melahirkan akan menyiapkan diri dan dibuatkan gubuk kecil yang tidak jauh dari rumah. Biasanya si ibu akan melahirkan sendiri, tetapi ada juga yang ditemani kerabatnya. Laki laki tidak boleh turut campur dalam hal ini. Yang ada mereka cukup membuatkan gubuk dan menyiapkan bahan makanan ala kadarnya lalu meninggalkan si ibu sendirian. Si ibu akan melahirkan, memutus tali pusat, dan membersihkan dirinya sendiri. Tetapi tidak jarang jika ada masalah pada saat persalinan mereka akan memanggil bidan desa. Kebiasaan seperti inilah yang menyebabkan angka kematian ibu dan bayi masih cukup tinggi.
Pada awalnya saya berpikir mungkin hal ini Cuma terjadi dikalangan suku auwyu. Namun saat pindah tugas ke distrik lain, hal yang sama juga tidak jauh berbeda. Suatu waktu pada saat acara TMC di kampung Ogenetan distrik iniyandit. Ada seorang perempuan yang hendak bersalin. Saya dan seorang bidan kemudian melakukan kunjungan kerumahnya. Saya pikir si ibu akan melahirkan di rumah. Tetapi yang terjadi kami menemui si ibu tak jauh dibelakang rumah dalam sebuah gubuk yang telah disiapkan sebelumnya. Tampaknya kami terlambat. Karena sang ibu telah melahirkan.
Selain permasalahan saat persalinan, ibu ibu papua juga tidak jarang mesti kerja keras. Di pedalaman ibu-ibulah yang meramas lalu memikul sagu. Tidak jarang sambil menggendong anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar